Oleh Syamsuddin
Ekonomi merupakan aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok (negara). Begitu pentingnya ekonomi, sehingga lahir berbagai teori yang menjelaskan tentang bagaimana cara mengatur atau mengelola ekonomi dengan baik dan tepat. Tujuannya agar umat manusia mencapai kesejahteraan dan ketenteraman dalam menjalani kehidupan. Dalam peribahasa dikatakan uang (dibaca: ekonomi) bukan segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang.
Memasuki era globalisasi, dimana perubahan terus terjadi tanpa henti. Selain membawa (perubahan) kemajuan pada teknologi, globalisasi juga membawa perubahan pada sektor ekonomi yaitu keterbukaan ekonomi dan pasar bebas bagi semua negara. Bahkan dalam beberapa sumber literatur menjelaskan globalisasi merupakan instrumen yang digunakan oleh negara adikuasa untuk melancarkan kampanye ekonomi neo-liberal yang diklaim sebagai bentuk sistem paling baku dan produkti. Padahal kita tahu, dalam praktiknya menimbulkan rentetan masalah dalam kehidupan.
Neolib Menjadi Wajah Penjajahan Ekonomi di Era Globalisasi.
Belajar dari perjalanan bangsa ini di masa lalu (saat terjadi krisis ekonomi). Ahmad Baso menjelaskan dalam bukunya (Agama NU untuk NKRI): “Negara kita dipaksa memasuki era reformasi – era demokratisasi atau konsolidasi demokrasi, aset-aset ekonomi strategis (kekayaan alam) yang dimiliki negara Indonesia dilepaskan ke pasar kemudian dimangsa oleh pihak asing yang memiliki modal besar, tanah serta sumber-sumber air (yang menjadi sumber penghidupan selama berabad-abad) dikeruk sehabis-habisnya. Ironinya negara kita seolah mengamini tindakan (kapitalis) tersebut dengan berbagai kelonggaran kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.” Dari sinilah kemudian rakyat menjerit, mereka kehilangan sumber-sumber penghidupan sebab jatuh ke tangan sang pemilik modal.
- Iklan -
Krisis (ekonomi) yang dialami bangsa ini beberapa tahun silam sepertinya terulang kembali, hal ini tentu saja dapat kita pahami (maklumi) karena pandemi covid 19. Kondisi ini menimbulkan kerugian cukup besar pada sektor ekonomi. Terlepas dari persoalan seberapa besar kerugian yang dialami bangsa Indonesia akibat covid 19, yang ingin saya garis bawahi adalah jika negara kita dalam hal ini pemerintah menghadapi krisis ekonomi masih menggunakan cara-cara lama yaitu dengan mengemis utang ke negara lain dan mempersolek diri untuk menggoda investor asing menanamkan modalnya, kemudian sibuk membangun infrastruktur (jalan tol, dll), sementara kualitas pendidikan tidak segera ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin kita akan selamanya menjadi budak atas bangsa lain. Kita tidak akan mampu berdaulat untuk menentukan nasib bangsa kita sendiri, sebab semua kita gantungkan pada catatan si pemilik modal. Semua terserah kata si Bule (asing).
Agenda Terselubung Khilafais dalam Kampanye Kesejahteraan Ekonomi
Selain konsep ekonomi neo-liberal ala Amerika, kita juga ditawarkan konsep ekonomi syariat Islam (Khilafah) ala Timur Tengah yang dalam orasinya menjanjikan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat, menurutnya dengan tegaknya Khilafah di muka bumi (Indonesia) maka lapangan kerja akan dibuka seluas-luasnya sehingga tidak ada lagi pengangguran, bahkan mengimingi akan menggratiskan biaya sekolah bagi pelajar, dan masih banyak lagi rentetan janji lainnya. Namun setelah diamati, ternyata khilafah itu tak ubahnya merupakan sistem kepemimpinan otoriter yang dibungkus dengan jubah agama (Islam). Lapangan kerja serta beasiswa yang dijanjikan bersumber dari sokongan dana Islam radikal (Petrodollar Wahabi) yang bertujuan untuk menyebarkan paham-paham Islam garis keras di Indonesia.
Baik ekonomi neo-liberal Amerika maupun ekonomi syariat-khilafah Timur tengah, keduanya sama-sama membahayakan bangsa Indonesia, sebab masing-masing memiliki agenda terselubung di balik kampanye kesejahteraan ekonomi yang mereka gaungkan dalam tiap orasinya. Singkatnya mereka tidak pernah tulus membantu bangsa Indonesia untuk keluar dari masalah (ekonomi) yang dihadapi.
Oleh karena itu, kita harus berhenti berharap uluran tangan dari bangsa lain apalagi jika harus mengemis hutang kepada mereka. Sudah saatnya kita membangun (ekonomi) bangsa yang kita cintai ini sesuai dengan karakter bangsa kita sendiri yaitu karakter agraris dan maritim.
Ekonomi Biru dan Ekonomi NU untuk Indonesia
Istilah ekonomi biru diperkenalkan oleh seorang ekonom dari Belgia, Gunter Pauli yang terinspirasi dengan karakter bumi yang berwarna biru. Kunci dari ekonomi biru adalah memanfaatkan sumber daya alam sekitar untuk membangun serta mengembangkan ekonomi masyarakat.
Sebagai bangsa yang memiliki keragaman hayati yang cukup besar (urutan kedua setelah Brazil), kita bisa membayangkan bagaimana potensi ekonomi bangsa ini yang akan diperoleh jika menerapkan konsep (ekonomi biru) ini melalui keragaman tanam-tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan dan seterusnya. Menurut Farid Gaban dalam tulisannya di Geotimes “Andai Jokowi Mau Mendengar Gunter Pauli” bahwa pemanfaatan sumber daya alam ini sangat efisien dan tidak memakan biaya yang begitu banyak (tidak perlu berhutang ke negara lain), hanya dengan ketekunan dan keseriusan menengok alam kita, maka ekonomi Indonesia akan bangkit dan digdaya.
Sebetulnya konsep ekonomi biru ini sudah sejak lama dipraktekkan di masyarakat kita, jauh sebelum Gunter memperkenalkan istilah tersebut. Hanya saja tidak menjadi perhatian utama oleh pemerintah kita selama ini, sebab sibuk membangun ekonomi berdasarkan catatan-catatan sarjana cetakan asing (kapitalis-neoliberal), bukan berdasarkan karakter bangsa sendiri.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip nasehat dari Hadlratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari sebagai (salah satu) pendiri NU menjelaskan konsep ekonomi (ekonomi biru):
“Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padnja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan di waktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantu Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada Negeri.” (Dikutip dalam buku Agama NU untuk NKRI, Karya Ahmad Baso).
Kita semu berharap semoga konsep ekonomi yang berbasis karakter bangsa ini, dapat menjadi solusi atas masalah (ekonomi) yang sedang kita hadapi. Semoga bangsa kita keluar sebagai pemenang dalam melawan covid-19. Aamiin…***
Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq
-Syamsuddin, Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Demisioner Ketua PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi Komisariat UIN Alauddin Makassar.