Oleh Miftaf pradika Putra
Melakukan penahanan terhadap seseorang yang tertuduh melakukan kesalahan atau tindak pidana merupakan dasar adanya hukum pidana Islam atau yang sering disebut jinayah. Hal tersebut dilakukan dengan mendahulukan pada kemaslahatan umum.
Tindakan seperti ini berdasarkan tindakan Rasulullah yang menahan seseorang yang dituduh telah melakukan tindak pidana. Tindakan yang dilakukan Rasulullah ini bukan merupakan sebuah hukuman atau ta’zir, namun berupa proses pembelajaran untuk mencari bukti kesalahan yang dituduhkan kepada seseorang yang disangkakan telah melakukan tindak pidana.
Dasar yang cukup untuk dilakukan penahanan kepada seseorang dan membuktikan apakah seseorang dalam melakukan tindak pidana benar-benar bersalah atau tidak, itu harus ditunjukan dengan sejelas-jelasnya.
- Iklan -
Bahkan seorang hakim harus segera melepaskan tersangka dan membersihkan nama baiknya dengan membayar ganti kerugian apabila seseorang yang tertuduh tersebut terbukti tidak melakukan tindak pidana. Karena kemaslahatan umat dan keadilan harus dijunjung tinggi dalam tujuan pemidanaan dalam Islam.
Dalam Islam dikenal lima prinsip pokok atau ushul khamzah yang harus dijaga dan dipelihara karena merupakan jaminan perlindungan HAM. Kelima prinsip pokok tersebut diantaranya adalah hifdz ad-din yang berarti menjaga agama, hifdz an-nafs yang berarti menjaga diri sendiri secara jiwa maupun raga, hifdz al-aql menjaga akal pikiran, hifdz an-nasb yang berarti menjaga keturunan, dan hifdz al-maal yang mana berarti menjaga harta.
Kelima prinsip tersebut merupakan implementasi dari prinsip humiyah, yaitu jaminan islam kepada manusia untuk mendapatkan dan mengekspresikan hak-hak kemanusiaan. Kelima prinsip ushul khamzah sering disebut sebagai maqasihd syari’ah atau tujuan-tujuan utama syariah. Kalau hak-hak ini tidak terpenuhi, maka tidak akan tercapai kemaslahatan di dunia dan akhirat.
Perlindungan HAM dalam Penahanan
Dengan maqasidh syariah, maka perlu adanya jaminan perlindungan hak-hak oleh hukum pidana Islam atau jinayah terhadap terdakwa. Ini bertujuan agar orang yang tertuduh bukan hanya menjadi korban tuduhan semata, namun akan terjamin hak asasi manusianya.
Jaminan yang Pertama, adalah jaminana atas hak terhadap perlindungan kesehatan. Dalam perspektif Islam, kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah SWT yang wajib disyukuri. Sehat juga obsesi setiap insan berakal, sehingga tak seorangpun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat terlaksana dengan baik.
Tujuan hukum Islam yaitu pemeliharaan jiwa, maka dari itu hukum Islam wajib memelihara hak asasi manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.
Kedua, perlindungan atas hak untuk membela diri. Ketika proses persidangan dimulai, pengadilan wajib memberitahu hak tersangka untuk menunjuk penasihat hukum guna membelanya. Apabila terdakwa tidak mau menunjuk penasihat hukum, maka pengadilan perlu memberitahunya tentang kaedah membela diri sendiri yaitu bersumpah dan saksi-saksi yang memberi keterangan bagi dirinya.
Hak untuk membela diri diadakan oleh hukum Islam. Penasihat hukum berperan aktif dalam mendampingi tersangka/terdakwa, berbeda dengan hukum barat, peran penasihat hukum bersifat pasif, sehingga peluang terjadinya pelanggaran HAM sangat besar. Tanpa hak-hak itu, hak untuk membela diri menjadi tidak ada artinya.
Ketiga, perlindungan hak tahanan dalam interogasi. Pada hal ini interogasi yang dilakukan tidak boleh memaksa/mewajibkan tahanan untuk sumpah terhadap bukti-bukti yang digunakan untuk melawannya.
Karena pada dasarnya, syariat Islam melindungi terdakwa dari kelemahannya, kekeliruanya, dan kesembronoanya sendiri. Sehingga tahanan memiliki hak untuk tidak dibebani pembuktian, dan penyidiklah yang harus mencari bukti-bukti tanpa membebankan kepada tahanan.
Keempat, perlindungan hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak. Islam menaruh tekanan yang besar dalam mewujudkan keadilan dan kesamaan di antara manusia dalam semua segi kehidupan, khususnya dihadapan mereka yang memutuskan perkara. Menurut syariat Islam, semua orang di hadapan hukum adalah sama. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, kaya dan miskin, penguasa dan rakyat jelata.
Dengan adanya pandangan yang mengatakan bahwa hukum harus ditegakkan, tidak ada orang yang boleh lepas dari hukum sekalipun dia seorang yang berkuasa dan memerintah. Maka dalam hukum pidana Islam juga menerapkan prinsip equality before the law demi menegakkan hukum setegak-tegaknya. Bahkan seorang hakim harus menghukum anaknya sendiri apabila terbukti bersalah tanpa membedakan dengan orang lain.
Kelima, perlindungan bagi hak ganti kerugian atas keputusan yang salah. Dalam hal ini terdakwa berhak atas kompensasi dari baitul maal atau perbendaharaan negara apabila keputusan yang diterima itu salah.
Kompensasi tersebut sebagai tambahan haknya untuk banding dan pengaduan kepada wali al-Muzalim kepada hakim yang dengan sengaja bertindak tidak adil dalam mengeluarkan putusan demi keuntungan seseorang karena dia terhormat, kaya atau berkuasa. Bahkan hakim tersebut juga harus dihukum dengan pemecatan, dan korban berhak atas ganti rugi dari hakim tersebut.
Demikianlah Islam telah mengatur hak-hak umat manusia. Perlindungan HAM itu telah dijamin termasuk pada hal penahanan, seperti hak perlindungan kesehatan, hak untuk membela diri, perlindungan hak tahanan dalam interogasi, perlindungan hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak dan hak ganti kerugian atas keputusan yang salah.
Bahkan Al-Qur’an sebagai landasan utama ajaran Islam bukan hanya sebagai petunjuk tetapi juga sebagai pengatur tata kehidupan umat manusia. Sehingga jaminan perlindungan hak-hak oleh hukum pidana Islam atau jinayah terhadap terdakwa harus tetap diperhatikan.
-Penulis Mahasiswa Fakultas Syariah, Hukum, dan Ekonomi Islam INISNU Temanggung.