*) Oleh: Tjahjono Widarmanto
Apa itu puisi?
Mendefinisikan puisi bukan merupakan persoalan yang mudah. Apalagi bentuk-bentuk puisi telah berkembang penuh aneka ragam. Pada awalnya, dalam pemahaman sastra lama, puisi dikatakan sebagai bentuk karangan yang terikat dengan baris, bait dan rima. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, batasan tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi puisi saat ini.
- Iklan -
Secara etimologis, istilsh puisi berasal dari bahasa Yunani, poeima yang bermakna membuat; poesis yang berarti pembuatan atau poeties yang berarti pembuat, pembangun atau pembentuk. Di Inggris, puisi diistilahkan sebagai poetry atau poem, yang maknanya to create atau to make (membuat, menciptakan, mencipta).
Wordsworth mendefinisikan puisi sebagai “ the spontaneous overflow of powerful meanings”. Ungkapan ini menyiratkan bahwa puisi merupakan ungkapan spontan perasaan yang kuat yang mengungkapkan kedalaman bukan sekedar kegundahan.
Adapun Suminto A. Sayuti dengan berjejak pada struktur bentuk puisi mendefinisikan puisi sebagai bentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan aspek bunyi yang mengemukakan pengalaman imajinatif, emosional dan intelektual penyair yang diperolehnya dari pengalaman individual dan sosial yang diungkapkan dengan cara tertentu sehingga mampu membangkitkan pengalaman tertentu pada diri pembacanya.
Hudson memandang puisi sebagai salah satu cabang seni yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan. Dengan demikian puisi merupakan ungkapan batin dan pikiran penyair dalam menciptakan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang digelutinya.
Lebih lengkap, Riffatere mengungkapkan bahwa puisi merupakan penyampaian sesuatu secara tak langsung, mengatakan sesuatu dengan cara lain, serta berbeda dengan kelaziman. Ketidaklangsungan dan ketidaklaziman ini disebabkan atas tiga hal, yaitu displacing (penggantian arti), distorting (penyimpangan arti), dan creating of meaning (penciptaan arti).
Displacing terbentuk melalui penggunaan majas, metafora, simbol dan sebagainya. Distorsing merupakan penyimpangan arti yang dapat berupa kontradiksi, nonsens dan sebagainya. Aadapun creating of meaning berarti penciptaan makna yang berarti inovasi yang bisa dilakukan melalui pengorganisasian ruang teks, enjambemen, dan tipografi.
Definisi-definisi di atas bertolak dari karakteristik yang dimiliki puisi. Karakteristik yang dimiliki puisi adalah: (1) memadatkan; (2) sublim (menampakkan keindahan), (3) sugestif, (4) asosiasif, (5) inovasi, (6) menyampaikan sesuatu secara tak langsung, (7) konotatif, (8) memanfaatkan dan mengefektifkan simbol, (9) mengeksploitasi kekuatan irama melalui bunyi, (10) memiliki tipografis yang khas, (11) ekspresif, (12) elmutif, (13) kontemplatif, (14) intelek, (15) imajinatif, (16) imajis, (17) personal sekaligus sosial atau sebaliknya, (18) metaforis, dan (19) menciptakan dunia baru.
Definisi dan karakteristik di atas menyiratkan puisi sebagai:
Puisi merupakan ungkapan pemikiran, gagasan, perasaan, ide dan ekspresi penyairnya
Bahasa puisi bersifat konotatif, simbolis, metaforis, inovatif, imajis, estetis, dan kontemplatif
Puisi selalu memanfaatkan larik-larik untuk perulangan bunyi dan membentuk tipografi melalui enjambemen
Puisi selalu memadatkan kata dengan memadukannya dengan berbagai bentuk kekuatan bahasa
Puisi selalu membagi pengalaman dan mebentuk pengalaman baru
Bahasa puisi tidak terikat oleh kaidah kebahasaan dan memiliki kewenangan bahasa yang disebut licencia poetica
Puisi memanfatkan bahasa untuk menciptakan artistik
Puisi dan Penyair
Puisi atau genre sastra yang lain jelas tidak menjanjikan popularitas apalagi finansial. Kalau seseorang menulis puisi bertujuan ingin tenar, dikenal dan diperbincangkan, maka ia bisa kecewa, putus asa dan mungkin akan bunuh diri. Seorang penyair bukanlah seorang artis bahkan jauh dari dunia selebritis yang penuh kucuran finansial.
Saat seseorang memilih jalan kepenyairan, ibaratnya ia menjadi serdadu yang gelisah untuk melahirkan kata-kata. Ia akan memasuki wilayah sunyi, dunia yang penuh kemungkinan-kemungkinan. Oleh karena itu tak gampang menjadi penyair. Dalam sebuah perbincangan santai. D.Zawawi Imron pernah berseloroh ‘menulis puisi itu hal yang muda, namun menjadi penyair itulah yang sulit!’. Bahkan Chairil pun pernah secara implisit pernah berkata,” yang bukan penyair dilarang ambil bagian!”.
Lepas dari mitos dan bomastisme itu, para penyair sendiri membenarkan pandangan itu. Menjadi penyair tak sekedar menyangkut ‘jam terbang’, lebih dari itu seseorang yang benar-benar terpanggil menjadi penyair akan memperlakukan puisi sebagai bagian dari hidupnya bahkan menganggap puisi sebagai ruh kehidupannya.
Sejak berabad lampau, puisi dianggap sebagai sesuatu yang istimewa bahkan nyaris suci. Di India puisi dianggap sebagai parajanana atau penjaga kehidupan. Puisi tak hanya ditulis sebagai ekspresi personal yang tragis, akumulasi dari kekecewaan, narsis yang berlebihan namun menjadi cermin untuk berkontemplasi atau merenung. Segala bentuk tragedi, kekecewaan, harapan, digunakan puisi untuk menggali kedalaman diri manusia sendiri. Puisi bisa menjadi alat untuk menangkap sosok manusia yang utuh sekaligus membangkitkan pertanyaan gelisah bersangkut dengan hidup, kehidupan, manusia dan kemanusiaan.
Taufik Ismail menukis mengapa ia menjadi penyair:
DENGAN PUISI AKU
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadiaan Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafsu jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Seperti juga Taufik Ismail, penyair Ayatrohedi menulis arti puisi bagi dirinya sebagai seorang penyair dengan cara sederhana
SAJAK
Sajak seorang penyair
Lahir dari kecup bibir
Menetes seperti air
Sajaknya adalah api
Yang berkedip dalam hati
Sajaknya adalah bunga
Yang berbunga dalam dada
Sajak seorang penyair curahan cintanya terhdap tanah air
Sapardi Djoko Damano mengibaratkan seorang penyair adalah sebuah pintu yang terbuka yang membukakan rahasia kehidupannya kepada orang lain . Diungkapkannya seperti di bawah ini:
PENYAIR
aku telah terbuka perlahan-lahan, seperti pintu,
bagiku
satu persatu aku terbuka bagai daun-daun pintu,
hingga akhirnya tak ada apa-apa lagi yang bernama
rahasia:
begitu sederhana: sama sekali terbuka
dan engkau akan selalu menjumpai dirimu sendiri di sana
bersih dan telanjang, tanpa asap dan tirai yang bernama
rahasia
jangan terkejut; memang dirimu sendirilah yang kau jumpa
di pintu yang terbuka itu, begitu sederhana tapi barangkali yang menyakitkan hati
aku akan selalu terbuka, seperti sebuah pintu, lebar-lebar bagimu
dan engkau pun masuk, untuk mengenal dirimu sendiri di sana
Setiap penyair selalu menghayati dan membuat kesaksia, jiwanya merdeka sehingga bebas mengungkapkan apa saja, seperti yang disampaikan Linus Suryadi AG:
PENYAIR
Dia serahkan irama hidup antar desa dan kotanya
Selama menyeberangi arus deras sungai ke hilir
Selama jiwa di dalamnya membuka isyarat rahasia
Bahwa penyair berdiri dan bersaksi di pinggir
Pisis adalah rekaman hidup, saksi dari pengalaman yang menyentuh hati penyairnya. Tentu saja masing-masing penyair bisa merefleksikannya dengan berbagai sudut cara pandang, seperti yang diungkapkan Tjahjono Widarmanto berikut:
SAJAK PARA PENYAIR
sajak-sajak kami menerima segala yang berlangsung dan berlari
: hujan yang tersisa di pepohonan, tikus merayap di langit-langit kamar, kuda-kuda
meringkik di kandang yang bersebelahan dinding kamar losmen murahan
yang di dalamnya terdengar ringkik perempuan di ujung telanjangnya
sajak-sajak kami adalah tidur yang menampung igauan dan mimpi perawan tua
merindu jejaka, tangis gadis muda yang ditinggal lari perawannya saat akil balik,
suara bergemuruh di sepanjang rel kereta api tua atau kering matahari membentuk
bulatan bulatan uap yang membuat bumi keriput seperti usia yang tak putus-putus
meniup isyarat, melambai lambaikan bendera dan menggoncang lonceng-lonceng
sajak-sajak kami adalah bejana di dapur yang terisi air minum dan kali selokan
yang menggenangi lantai ruang tamu mengalir hingga ranjang serupa kolam
untuk mencopot dahaga dan membasuh peluh dan bilur pedih wajah dan mata
sajak-sajak kami adalah radio penuh suara riuh decit dan dengung benda-benda
yang mengabarkan hal-hal tak terduga, suara-suara yang melampaui lengking peluit,
gaung nada melebihi segala makna bahasa dan galau kota yang di bom para teroris,
segala suara cemas para serdadu di medan pertempuran, desah putus asa tahanan
yang dieksekusi pagi nanti, harapan yang kabur dari penumpang yang terikat di kursi
pesawat terbakar dan sekejap nyungsep mengambang di antara hiu yang meringis
sajak-sajak kami adalah juga kata-kata segar sekaligus kata-kata muskil yang aneh
melebihi semua mantra pawang, nyaris melampaui mukjizat para rahib
kami, para penyar melalui kata dan suara menumbuhkan segala
makna yang dicatat zaman!
*) Penulis adalah guru SMA dan penyair yang tinggal di Ngawi