Oleh: Sam Edy Yuswanto*
Menurut saya, setiap manusia berpotensi memiliki sifat yang sangat menjengkelkan sekaligus mengerikan, yakni bermuka dua. Muka dua mengandung makna tak memiliki pendirian atau prinsip yang kuat. Plin-plan begitu istilah lainnya. Muka dua juga identik dengan orang yang gemar menjilat. Artinya, ia memiliki perangai hobi menampakkan muka manis ketika sedang ada maunya, dan ketika apa yang diinginkan telah berhasil diraih mukanya akan berubah menjadi mengerikan.
Manusia bermuka dua memang menyebalkan. Ketika ia sedang berhadapan dengan si A, ia akan bersikap sangat manis dan menampakkan keberpihakan padanya. Namun di belakang si A, ia justru bersikap sangat jahat, misalnya menjelek-jelekkan atau membongkar aibnya kepada orang lain.
Manusia bermuka dua menandakan dirinya sedang terserang virus penyakit. Bukan penyakit yang bersifat fisik melainkan yang berhubungan dengan hati. Hati yang sakit biasanya ditandai dengan sifat tercela misalnya merasa iri hati dan dengki dengan kesuksesan yang telah diraih oleh orang lain. Contoh lain, ketika ada orang yang bersikap baik di depan kita akan tetapi saat bersama orang lain menjelek-jelekkan kita, hal ini menandakan dia iri dan dengki terhadap kita.
- Iklan -
Terlalu sering bergaul dengan orang yang bermuka dua dapat menularkan aura dan energi yang tidak baik (negatif) bagi kita. Sebaiknya bila kita bertemu atau mengenal orang yang memiliki watak buruk, hindari untuk berlama-lama (mengobrol) dengannya, bicara seperlunya saja agar kita tak ikut terkena imbas karakter buruknya.
Penyakit hati meski tak kasat mata tapi berbahaya bila dibiarkan. Bicara tentang hati, Jamal Makmur Asmani dalam buku Agar Hati Tidak Keras menjelaskan bahwa potensi positif dan negatif manusia sangat ditentukan oleh satu organ yang sangat vital dalam diri manusia, yaitu hati. Hati adalah pusat kerajaan manusia yang mempunyai kewenangan mutlak dalam mengambil keputusan dan memerintahkan seluruh organ yang lain untuk melaksanakan perintah tersebut. Terkait hal ini, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya di dalam badan manusia ada daging, jika ia baik maka seluruh badan manusia menjadi baik, dan jika ia rusak maka seluruh badan manusia rusak. Ingatlah, ia adalah hati.”
Golongan Munafik
Saya yakin, tak ada seorang pun di dunia ini yang sudi memiliki teman yang bermuka dua. Ketika sedang bersama kita dia bermuka manis, tapi ketika sedang bersama orang lain, wajah dan mulutnya berubah sangat menjengkelkan; menjelek-jelekkan kita. Dalam ajaran agama, manusia bermuka dua dapat digolongkan ke dalam tanda orang yang munafik.
Definisi munafik sebagaimana ditulis Wikipedia adalah terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, tetapi sebenarnya hati mereka memungkirinya.
Bicara tentang ciri orang munafik, Fajar Kurnianto dalam bukunya, Keutamaan Etika Islam; Menjadi Manusia Berkarakter dan Berkualitas, menguraikan salah satu ciri dari orang munafik seperti digambarkan Nabi adalah bermuka dua. Artinya, tidak konsisten, tidak punya prinsip, gemarnya ikut-ikutan arus yang sedang terjadi. Dalam satu hadis Muttafaq alaih, Nabi bersabda, “Engkau semua akan menemukan seburuk-buruk para manusia ialah orang yang bermuka dua (plin-plan); ia datang di golongan orang-orang yang sini dengan muka yang satunya dan datang kepada golongan orang-orang yang sana dengan muka yang lainnya”.
Bila merenungi hadis tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa manusia bermuka dua termasuk bagian dari kaum munafik, bahkan termasuk seburuk-buruknya manusia. Sungguh mengerikan bukan? Karenanya, kita harus selalu berupaya menjaga diri agar terhindar dari sifat kaum munafik yang dimurkai oleh Tuhan. Seandainya kita pernah memiliki sifat bermuka dua, mulai sekarang berusahalah untuk tidak mengulanginya lagi. Mungkin terasa berat menghindari sifat tercela ini, tapi saya yakin, dengan kesadaran dan selalu merenungi dampak negatif dari sifat tersebut, perlahan tapi pasti kita dapat menghindarinya. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan dapat menjadi introspeksi bersama. Wallahu alam bish-shawaab.
***
*SAM EDY YUSWANTO, Penulis lepas mukim di Kebumen Jateng.