LEKUK PEREMPUAN
1.
Belajar dari simbah
Perempuan harus mengalah
Tak boleh marah, meski hati berdarah
Tak boleh dendam, meski dada pernah lebam
Semua cukup dijalani, tanpa digetuni
Belajar dari ibu
Perempuan kudu tangguh
Tak usah mengeluh, meski banjir peluh
Kudu pintar, agar tak gampang diremehkan
Kudu mandiri, biar punya harga diri
Belajar dari kenyataan
Tetap pamali, perempuan mendahului
: Meski kartini bicara emansipasi
2.
Sementara aku koarkoar
Tak peduli eksistensi kadang mlipir, hanya sebab manspaining terus bergulir
Atau mungkin benar?
Perempuan harus bungkam, diam lestari bila berperan sebagai istri?
Solo, 2021
- Iklan -
JAKARTA 2014
Di sudut Cikini
Rinduku adalah mural
Menghias tembok-tembok malam dengan warna mimpi kaum urban
: pedagang asongan, buruh pabrik dan seniman jalan
Tak lelah memainkan peran sebagai bohemian
Di sudut Cikini
Senja pucat pasi
Bertakzim menyalami tenung waktu
Serupa peron- peron tunggu
Pada stasiun bisu
Maaf, ibu
Kota ini terlalu arogan
Aku tak ingin menetap, karena di sini terlalu pengap
Aku tak mungkin bertahan dalam penantian sempal
Cukup, aku tak ingin semakin jalang
Menjajakan takwil cinta yang kidal
Di sudut Cikini
Aku menggambar kekalahan diri
Solo, 2019
WEDANG MONDO
: mantan
1.
Cukup teh hangat dan sebaris puisi pengganti gula, kulingkari awal juli dengan sahaja. Tak ada legit kangen apalagi renyah cerita
Di kota ini semangkuk kenangan telah basi, jauh sebelum pandemi. Maka lupakan degup untuk kembali. Sebab sejak garis tangan melingkar, sebutir hati pergi dari cawan
2.
Cukup teh hangat, selebihnya biar angin hembus sewajarnya. Kita tak perlu purapura. Kau dan aku sedang menuju renta
Di meja, tak semestinya tersaji dua cinta. Lebih arif, kita sudahi permainan. Masing-masing kembali ke diri. Soal esok atau lusa ada pertemuan, itu sepenuhnya hak Tuhan
Cukup teh hangat untuk bersulang. Tanda cinta yang gagal
3.
Apa lagi yang dibincangkan di meja ini. Wedang mondo memilih rasa sendiri. Tak perlu ditemani shusi juga spagheti. Ia paling bijaksana menghayati pancaroba sekalipun hambar saat dicerna
Solo, 2021
SKETSA UBA N
1.
Rupanya Kau sudah mengirim undangan
Menyelipkan disela legam rambut
Putih
Pertanda kemudaan mulai beringsut
Mungkin saat diri muhasabah
Menghentikan kegenitan yang selama ini nggladrah
Tapi tunggu, mohon jangan datangkan maut dulu
Aku harus les privat
Untuk pembekalan menuju akhirat
2.
Akan kupersiapkan dengan mesra
Ubo rampe sebelum hari H
Puasa lunas, sedekah ikhlas juga hablum minna nas
3.
UndanganMU sudah kubaca, lewat uban dikepala
Kelak ialah cahaya
Selagi jarijari usil tidak memetiknya
Solo, 20216
GRIPTHA HOTEL
1/
Nyuwun pangapunten Gusti, di kota ini puber kedua menghampiri
Di antara keriput diksi-diksi
Rindu menjadi fatwa debu, menempeli dinding-dinding
Mirip remaja sedang bucin
Meminta sekeping perhatian, agar syahdu malam tertinggal di leher jenjang
Pada pagi yang kesepian
2/
Kemudian ingin kutikam, tatapan lurus dari wajahmu tirus
Siang itu di meja makan
Sebab hendak kukekalkan pada tangga darurat, perihal pertemuan singkat
Sebelum pikun mencegat
3.
Di lobby, kemudaan beranjak pergi
Tapi rasa tak henti menari
Justru diamdiam berdoa
: semoga undangan lansia tak pernah tiba
Solo, 2019
* Biopenulis :
penikmat puisi asal Solo. Sejumlah karyanya pernah terbit di media dan antologi bersama. Bergiat di pawon sastra.