Oleh Sam Edy Yuswanto
Sebagaimana telah dimaklumi bersama, setiap tahun umat Islam merayakan dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Adha disebut juga dengan hari raya kurban dan hari raya haji. Dalam tulisannya (jabar.nu.or.id, 18/7/2021) K.H. Agus Kurniawan menjelaskan bahwa di samping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan Idul Qurban. Alasannya karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban artinya dekat. Qurban ialah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selanjutnya daging qurban tersebut diberikan kepada fuqara wal masaakin.
Sementara itu, Alhafiz Kurniawan (NU online, 18/8/2018) menjelaskan, sebagian ulama berpendapat bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk orang miskin. Sepertiga untuk orang kaya. Dan sepertiga untuk orang yang berkurban. Tetapi ibadah kurban yang utama adalah menyedekahkan semuanya kecuali memakan sedikit daging itu untuk mendapatkan berkah ibadah kurban.
Penting dipahami bersama bahwa ibadah kurban terbagi dua. Sebagaimana dipaparkan Alhafiz Kurniawan dalam tulisannya tersebut, bahwa ulama membagi ibadah kurban ke dalam dua jenis: ibadah kurban yang dinazarkan (wajib), dan ibadah kurban yang tidak dinazarkan (sunah). Orang yang berkurban nazar tidak boleh mengambil sedikit pun daging kurbannya. Sedangkan orang yang berkurban sunah justru dianjurkan memakan sebagian dari daging kurbannya.
- Iklan -
Setiap Orang Bisa Berkurban
Perihal ibadah berkurban, saya yakin setiap orang bisa mengamalkannya. Yang penting sudah ada niat kuat, lalu berusaha untuk mewujudkannya. Saya pun berusaha untuk mengamalkannya. Meskipun pekerjaan saya hanya penulis lepas di berbagai media massa, dengan honor yang tiada menentu (tak tetap), saya memilih keinginan untuk berkurban, minimal seumur hidup sekali. Syukur-syukur bisa rutin mengamalkannya bila dikaruniai rezeki yang halal dan lapang.
Alhamdulillah, saya akhirnya bisa mewujudkan impian saya, berkurban seekor kambing, hasil dari menyisihkan honor menulis saya. Tentu ada kisah yang melatarbelakanginya. Beberapa tahun silam, tepatnya saat ibu saya masih sehat (kini beliau sudah meninggal dunia), sepulang menunaikan salat Id di masjid, saya langsung menemui beliau dan mengatakan keinginan saya untuk berkurban hari itu. Saya sangat termotivasi saat mendengarkan hikmah atau keutamaan berkurban yang disampaikan oleh khatib. Hati saya terketuk dan ingin berkurban tahun itu juga. Mengingat tabungan saya sudah lebih dari cukup untuk membeli seekor kambing.
Saya berpikir, umur manusia siapa yang tahu? Sementara saya sudah mampu untuk berkurban, kenapa tidak sekarang saja? Kenapa harus ditunda-tunda? Siapa yang menjamin tahun depan saya masih berusia panjang? Namun, keinginan untuk bekurban dengan segera, harus saya tahan dan tunda setahun ke depan. Itu saran dari ibu. Karena pada saat itu ibu juga sedang melaksanakan ibadah kurban, membeli seekor kambing. Jadi maksud ibu, saya berkurbannya tahun depan saja.
Singkat cerita, setahun berselang, saya akhirnya bisa menunaikan impian saya, berkurban, membeli seekor kambing yang cukup gemuk. Saya membeli kambing tersebut dari salah satu saudara saya. Sekalian diniati membantu saudara yang saya pikir sedang membutuhkan uang. Saya juga berpikir, mungkin ini termasuk hikmah ibu meminta saya agar menunda berkurban setahun ke depan. Hikmahnya, membantu saudara saya yang sedang butuh uang dengan cara membeli kambing miliknya.
Penting saya garisbawahi di sini bahwa tujuan saya menulis kisah ini bukan karena ingin pamer atau riya. Insyaallah tujuan saya ingin berbagi kisah yang bisa memotivasi pembaca untuk berkurban, khususnya bagi yang telah mampu untuk menunaikannya.
Hikmah Berkurban
Ada banyak hikmah yang bisa kita petik dari ibadah berkurban. Salah satunya ialah melawan sifat kikir atau bakhil dalam jiwa kita. Bila menuruti hawa nafsu, tentu setiap orang merasa enggan berkurban. Bisa jadi karena terlalu sayang dengan harta benda yang dimilikinya, terlebih bila seseorang merasa sudah bersusah payah mencari harta, masa sih dikeluarkan begitu saja untuk berkurban? Ya, begitulah bila kita menuruti hawa nafsu. Meskipun memiliki harta berlimpah, tak akan terketuk hati untuk berkurban, bersedekah, dan beramal kebajikan lainnya dengan menggunakan harta bendanya.
Bila merunut keterangan di laman ntb.kemenag.go.id (5/7/2021) setidaknya ada tiga hikmah berkurban yang patut direnungi bersama. Pertama, untuk bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Di antara bentuk bersyukur kepada-Nya ialah dengan berkurban. Kedua, untuk menghidupkan ajaran atau sunah Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam. Ketiga, menyembelih hewan kurban termasuk bagian dari perantara untuk melapangkan rezeki kepada diri sendiri, keluarga, tetangga, teman dan orang fakir miskin di hari raya Idul Adha.
Berkurban, membeli dan menyembelih seekor kambing misalnya, memang berat, tapi akan terasa ringan bila kita telah memiliki niat atau iktikad kuat. Cara agar kita termotivasi mau berkurban menurut saya ialah dengan merenungi hikmah-hikmah kurban tersebut. Mungkin bila masih merasa berat, kita bisa memulainya dengan bersedekah rutin kepada orang-orang di sekitar kita. Saya yakin bila sudah terbiasa bersedekah maka kita tak akan merasa sayang atau dalam bahasa Jawa eman-eman menyisihkan uang untuk membantu sesama. Ketika sudah terbiasa itulah maka saya yakin tak akan terlalu berat untuk segera berkurban.
Mudah-mudahan tulisan singkat dan sederhana ini dapat menjadi renungan bersama sekaligus bisa memotivasi pembaca untuk berkurban, terlebih bagi yang telah memiliki harta yang cukup untuk menunaikan ibadah sunnah tersebut. Wallahu a’lam bish-shawaab.
*SAM EDY YUSWANTO, penulis lepas mukim di Kebumen. Ratusan tulisannya tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, , Kompas, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.