Oleh Ribut Lupiyanto
Pandemi Covid-19 belum berkesudahan dan justru kembali menunjukkan kasus kenaikan. Perekonomian menjadi sektor paling terpukul dan berlum terprediksikan hingga kapan akan bangkit membalikkan keadaan.
Keterpurukan ekonomi makro turut memperburuk ekonomi mikro masyarakat. PHK terus menghantui, pemotongan upah terjadi, pengangguran meningkat pesat, usaha perdagangan masih sepi, dan beragam dampak lain. Akibatnya kemiskinan tidak pelak terus meningkat. Bantuan sosial hingga insentif usaha belum mampu mendongkrak daya beli ke kondisi mendekati normal.
Sebentar lagi, muslim sejagad menyambut hadirnya salah satu hari raya yaitu Idul Adha atau Idul Kurban 1442 H. Harapannya ini menjadi momentum renungan dan pembelajaran bagi pemerintah untuk terus berkomitmen mengentaskan kemiskinan.
- Iklan -
Kondisi Kemiskinan
Perayaan Idul Kurban tahun ini masih dalam suasana keprihatinan dan kewaspadaan lantaran masih mewabahnya Covid-19. Apapun itu hikmah positif penting selalu direfleksikan dan diaktualisasikan. Kondisi pandemi justru menjadikan Idul Kurban sebagai momentum yang baik dalam penguatan spirit kemanusiaan. Salah satu kondisi di saat pandemi yang membutuhkan empati kemanusiaan adalah meningkatnya angka kemiskinan. Pembagian daging kurban yang salah satunya menyasar kaum miskin diharapkan menjadi momentum pembuka partisipasi semua pihak dalam pengentasan kemiskinan.
Umat Islam jadi mayoritas di Indonesia, tetapi penduduk miskin juga didominasi muslim. BAZNAS (2021) mencatat adanya potensi zakat yang besar yaitu sekitar Rp 327,6 triliun atau lebih 10% dari APBN. Sedangkan zakat yang terhimpun baru Rp 71,4 triliun. Indeks literasi zakat nasional pada 2020 juga masih pada tingkat moderat (66,78).
Kemiskinan menjadi dampak kasat mata dari kondisi pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020. Angka ini disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
Menurut data tersebut, persentase penduduk miskin pada September 2020 naik menjadi 10,19 persen, meningkat 0,41 persen pada Maret 2020 dan meningkat 0,97 persen pada September 2019. Jumlah penduduk miskin pada September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019.
Sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja atau 14,28 persen terdampak Covid-19, dengan rincian: 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran 0,76 juta penduduk menjadi bukan angkatan kerja 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja.
Semua agama dan filsafat memiliki perhatian dan terus berusaha mencari solusi atas kemiskinan. Teologi Islam meyakini kemiskinan sebagai penyakit yang dapat disembuhkan. Pengentasan kemiskinan bukan berarti menafikan takdir. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar Ra’d: 11).
Islam lebih mengedepankan langkah aktif-konstruktif serta usaha yang sadar dan realistik. Solusi Islam mewujudkan masyarakat sejahtera antara lain dengan realisasi penciptaan lapangan kerja, jaminan keluarga dekat yang mampu, zakat, jaminan negara, kewajiban material non zakat, serta donasi sukarela.
Refleksi Optimalisasi
Zakat, infaq, sedekah dan sejenisnya termasuk penyembelihan hewan kurban dapat menjadi solusi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi serta peningkatan pembangunan. Sosialisasi dan penyadaran berbasis spiritual penting digalakkan kepada calon muzakki atau donatur. Distribusi juga penting tepat sasaran dan berkonsep pemberdayaan sebagai solusi jangka panjang mengentaskan kemiskinan.
Sosialisasi zakat penting untuk mengoptimalkan penyadaran spiritual berbasis teologi. Zakat adalah termasuk rukun islam yang ke-3. Kata zakat di dalam Alquran terdapat pada 26 ayat yang tersebar pada 15 surat.
Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan pengumpulan zakat. Amil penting memberikan fasilitas ekstra, seperti bantuan penghitungan hingga penjemputan dan pelaporan distribusi. Pembayaran zakat pada level tertentu sudah menjadi kebutuhan, bukan sekadar kewajiban. Hal ini dengan niat ikhlas dan pemahaman akan hikmah besar dari zakat. Antara lain menyucikan harta dan mengembangkannya, menyucikan dan membersihkan orang yang berzakat, orang yang fakir menjadi lapang, menguatkan rasa saling menolong, sebagai wujud syukur, menunjukkan shiddiqul iman (kejujuran iman), serta dapat menjadi sebab mendatangkan keridhaan.
Basis data juga penting dimiliki minimal oleh pengurus atau takmir masjid atau lembaga amil zakat. Data kemiskinan jamaah salah satunya dapat di-update setahun sekali. Perkembangan jamaah miskin mesti terpantau. Kerja sama antar masjid dibutuhkan guna saling tukar data demi kepentingan distribusi.
Selanjutnya, distribusi yang tepat dan visioner. Visi distribusi zakat mestinya tidak sekadar mengentaskan kemiskinan, tetapi mengantarkan yang semula penerima menjadi pembayar zakat. Pendekatan pemberdayaan berbasis kewirausahaan penting dioptimalkan. Informasi dan data dapat menjadi rujukan guna mendapatkan gambaran kemampuan mustahik dan peluang usaha di wilayahnya.
Pemerintah penting mendukung dan memfasilitasi optimalisasi zakat ini. Zakat merupakan komponen yang tidak akan mengganggu penerimaan pajak. Bahkan dapat menambah sumber pengentasan kemiskinan. BAZNAS hingga daerah-daerah dapat berperan sebagai fasilitator membimbing, mengawasi, dan mengeksekusi proses pengumpulan hingga disribusi.
Distribusi hewan kurban dapat dimasukkan dalam masterplan nasional pengentasan kemiskinan. Sinergi dan sinkronisasi program juga penting dilakukan antara ulama, panitia dan pemerintah.
-Penulis adalah Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)