KANG SARKIM DI MALAM KE-18
malam ke-18 Ramadan kang Sarkim tak begitu memikirkan lebaran
ia lebih suka memakai masker saat salat taraweh
dan berdo’a pendemi segera berlalu mendahului Ramadan
di serambi masjid ia tenggelam dalam wirid
mabuk zikir
melepas segala pikiran tentang lebaran yang biasanya dinanti
ijazah sang guru tergenggam erat
ia lupa baju baru untuk anak dan istrinya belum terbeli
ia lupa segala pernik idul fitri
ia tancapkan pantatnya lebih dalam di lantai masjid
do’a kang Sarkim terus melangit
melepas keterbatasan diri di setiap hela napas
deritanya ia putar seirama gerak biji tasbih di sela jemari
lalu ia hempaskan pada biji ke seratus
dan ia putar lagi hingga sesak dadanya terlepas
o, Tuhan aku hanya hamba-Mu yang fakir
aku tak ingin kemiskinan membuatku kafir
- Iklan -
Karanganjog, 29 April 2021
RAMADAN
di malam-malammu aku temani rembulan
mencari jejak-jejak sunyi
sesekali aku duduk di antara bentang waktumu, bertadarus
mengeja alif hingga yaa
di mana kutemukan jejak-jejak masa lalu
hitam dan putih
sesekali aku duduk di bawah langitmu
menatap wajah rembulan yang terus bergeser ke barat
serupa melihat pergerakan usia
dan bayangan tubuhku melukis jejak penuh warna
hitam dan putih
sesekali aku hanya duduk terdiam
melihat tubuhku sendiri
menelisik gemuruh napsu dalam sunyimu
tapa ngrame
mencari titik hening paling hening di riuh pikiran yang tak mau diam
sesekali aku tumpahkan segala rasa dalam sujud
tapi masih saja muncul keluh di antara peluh
o, diri yang terus berlari mengejar keinginan-keinginan
sesekali diamlah duduk di atas sajadah
mewirid suluk para sufi
temukan diri dalam diri
Karanganjog, April 2021
IBUKU SEORANG PENYAIR
ia tulis puisi dengan air susu
di sekujur tubuhku
malam ini kubaca berulang-ulang
sajak-sajak ibu yang sakral
mantra-mantra masa depan
ibu melukis wajahku dengan puisi cinta
do’a-do’a cahaya
tak berjeda
Karanganjog, 2017 – 2019
KENDURI SUNYI
gelap-gelap merubung cahaya
cahaya-cahaya dirubung gelap
dalam mantera yang sama
dalam seribu sastra yang berbeda
cahaya dan gelap
gelap dan cahaya
dalam cahaya gelap itu samar
dalam gelap cahaya amat nyata
kenduri sunyi
melihat cahaya dala gelap
melihat gelap dalam cahaya
Karanganjog, 2021
DI STASIUN PURWOKERTO
senja turun dari kereta
menuju peron
orang-orang menunggu giliran
menuju stasiun berikutnya
gerbong-gerbong yang berbeda
melewati rel yang sama
: adakah gerbong atau rel yang salah?
tanya sahabatku yang amat pendiam
sambil menghitung gerbong-gerbong yang berbaris
tanpa berkata-kata lagi
Stasiun Purwokerto, 161118
*RISWO MULYADI, lahir di Banyumas tahun 1968, aktif menulis puisi dan geguritan bahasa banyumasan. Beberapa Geguritannya pernah dimuat di Majalah Ancas dan antologi Geguritan Banyumasan “Inyong Sapa Rika Sapa” (Aksara Indonesia,2016). Puisinya juga tergabung dalam sejumlah antologi : Mendaras Cahaya (Bengkel Publisher,2014), Jalan Terjal Berliku Menuju-Mu (Bengkel Publisher,2014), Nayanyian Kafilah (Bengkel Publisher,2014), Memo untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta,2014), Metamorfosis (Teras Budaya Jakarta,2014), 1000 HAIKU Indonesia (KKK, 2015), Surau Kampung Gelatik (Sibuku Media,2015), Puisi Sakkarepmu (Sibuku Media,2015), Palagan Sastra (Teras Budaya Jakarta, 2016), Lumbung Puisi Jilid IV Penyair Indonesia (Sibuku Media, 2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2016), Negeri Awan (KKK, 2017), Kembang Glepang 2 (SIP Publisher, 2020), Sajak-sajak Berhamburan di Atas Meja (Satria Publisher, 2021), dll.
Kini aktif sebagai pendidik di MI Ma’arif NU 1 Cilangkap, Tinggal di Karanganjog RT 002 RW 009 Desa Cihonje Kecamatan Gumelar Banyumas, Jawa Tengah, Kode Pos 53165.