PUISI YANG DIBURU
: Umbu
pada tubuhmu bukan saja kuda putih
berlari kencang di sabana Sumba, tapi
kulihat berpendar puisipuisi. di rambutmu
kilau mengusik mataku, di bibirmu dan
setiap kata meluncur seperti igau yang
sampai padaku adalah sajak. hidup
dan kehidupan yang menggodaku
untuk mencintai. melesat jauh lebih
dari usia. bukan saja kuda putih
yang dilepas di sabana, di malioboro
juga kau berkelindan
pada tubuhmu bukan saja sajak
yang berkejaran dengan waktu. menulis
umur demi umur yang kuikat di sana. jadi
kuda putih bagi penunggang yang ingin
menyeberangi hidup agar lebih kuyup
betapa pun sunyi
alangkah sepi
di kamar kontrakan
bilik kerja bertumpuk katakata
di lembarlembar kertas sajak
kerja?
- Iklan -
tak peduli apakah puisipuisi itu
akan mengantarku ke kedai kopi
warung rokok, rumah makan
“akulah kuda putih
mencintai sabana
yang pasti menghidupi
gairah lelaki tualang
biar pun jejak lengang,” katamu
sampai juga dalam igauku
puisipuisi yang kemudian diburu
aku, anakanak, di sabana itu
berlari di bawah hujan dan matahari
kau matahari, aku memburu cahaya
sebab di seluruh tubuhmu
adalah puisi yang menjelma baju
Lampung, April 2021
REQUIEM UMBU
puisi adalah hidup
hidupkan puisi
lalu. kunyalakan tubuhku
kunanak tiap kata
dari perahan jiwa
maka. kubentang sabana
kuda kulepas
marwahkan ruh
memamah katakata
jadi puisi bermata
kalau. setelah hidup menyudahi
umur tinggal di pintu liang
puisimu kini terbentang
ditulis jadi requiem
kira. puisi turut pada umur
adakah lebih tua
dari perjalananmu
bali. betapa panjang puisi
kembali juga di sini
damai damailah
sebelum semua benarbenar tiada
sajaksajak membuat abadi
Lampung, 2021
AKU RINDU TAUFIQ
tibatiba saja aku rindu taufiq
merindukan penyair yang rindu rasul,
dan selalu teringat umbu justru
saat jauh dari tanah air. sudah lama
aku tak jumpa; terbayang sewaktu
baca puisi di geladak dari priok ke batam,
malam hari. lalu sebagian penonton
menyebut; panggung sandiwara
tibatiba sekali aku merindui taufiq,
seperti ia rindu pada rasulullah
dan tidak lupa umbu saat jauh dari
sumba. aneh!
tibatiba aku rindu menyanyikan lirik pertanyaan
tentang puasa; di ramadan ini, ya taufiq,
pinjamkan aku ‘sajadah panjang’mu,
agar tak cuma bisa kulewati
padangpadang terbentamg. namun
hinggap di arasy-Nya:
beri aku sedekah
kasih aku berkah
KA, 15 April 2021
AKU PULANG KE PUISI
setelah pamit dari-Mu
dari pertemuan agung
menyelami kalam-Mu
aku pulang ke puisi
menggaligali diri
: di mana kuletakkan
wajahku selama ini,
11 bulan berlari
aku pulang ke puisi
setelah pertemuan
agung bersama-Mu
setelah kuselami
segala kata yang terang
yang rahasia
yang kau sematkan
pada kekasihkekasih-Mu
dan aku membaca, kugaligali
— yang terang, yang rahasia —
pada halaman puisi
kutanam cintakasih
semilah semilah
aku menyemai
sisa umur
ENAM PENDATANG MENCIUM TANAH
siapa yang membawaku
ke sini. malam sangat malam
jalan tak lagi memberi huruf
agar bisa kueja; arah menuju
goa atau arah mana ke pasar
(uang di saku saatnya ditukar
apakah sudah kadaluarsa?)
sebelum menemui raja, tapi
apakah nasibnya masih di istana
beberapa hari lalu serombongan
orang – raja menyebut penjahat –
datangi istana, raja disembunyikan
di bawah tanah istana
dan enam pendatang
mencium tanah, berkalang
di bawah langit amat kelam
*Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di berbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.
Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020)
Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, dan Kau Kekasih Aku Kelasi (Siger Publisher, 2021), Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu (Siger Publisher, 2021).
Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), Malaikat Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021).
Isbedy pernah sebulan di Belanda pada 2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali juara lomba cipta puisi dan cerpen.