Cerpen Risda Nur Widia
Seekor paus berenang pelan di langit. Di belakang paus itu terdapat ikan hiu. Di antara dua ikan besar itu, ikan-ikan jenis lainnya dengan tubuh lebih kecil tampak menggerakan kedua sirip serta ekornya tanpa ganguan di antara angin dan awan yang lembut. Seluruh ikan itu seakan berenang di atas permukaan cermin biru yang tenang di atas langit. Tidak ada gelombang. Tidak ada arus. Semuanya terlihat sangat teratur. Tapi seluruh ketertiban ikan-ikan itu menjadikannya terlihat tidak masuk akal untuk dipahami.
Tidak seperti di langit dengan kehidupan barunya yang tertib dan tenang, orang-orang di mana pun mereka berada di bumi kini terlihat kebingungan saat menyadari kejadian aneh tersebut. Mereka seakan tidak pernah menyangka bahwa hari itu pemandangan langit akan berbeda dari seluruh pagi yang pernah dilalui umat manusia. Mereka tak percaya bahwa laut seakan tumpah ke langit, dan membuat sebuah kehidupan magis yang hanya bisa dipahami dalam cerita fiksi terjadi di sana.
“Mengapa ikan-ikan itu berenang di langit?” gumam seorang di tengah kerumunan. “Apakah semua ini mimpi? Aku pasti belum terbangun dari tidurku semalam.”
- Iklan -
Ikan-ikan di atas langit itu terus berenang tanpa memedulikan keributan yang terjadi di bumi. Insang-insang dan sirip-sirip mereka senantiasa basah dengan suatu kelembaban ajaib di langit. Mereka seperti hidup di atas bayangan cerita dongeng yang memantul ke dunia nyata. Bahkan untuk memastikan kejadian itu secara tepat, sekelompok pasukan helikopter ditugaskan untuk melihat lebih dekat.
Helikopter pun diterbangkan di antara ikan-ikan di atas langit itu. Baling-baling helipokter bergerak hati-hati agar tidak mengenai ikan-ikan tersebut. Sedangkan ikan-ikan itu seakan tidak terusik dengan kehadiran pesawat yang melintas. Ikan-ikan itu malah terlihat seperti berjumpa seorang penyelam. Beberapa ikan bahkan dapat ditangkap dengan mudah.
“Mereka benar-benar ikan laut,” kata salah satu pemeriksa. “Mereka masih bernapas dengan insang. Tubuh mereka juga basah. Tapi mengapa mereka terbang?”
“Kita bawa ikan itu,” sahut pemimpin mereka. “Kita pasti membutuhkannya sebagai bahan penelitian.”
Satu regu helikopter yang ditugaskan untuk memeriksa ikan-ikan di langit itu akhirnya membawa hasil tangkapan mereka. Mereka kemudian menyerahkan ikan itu ke laboratorium untuk diteliti secara serius oleh para pakar. Para peneliti yang dianggap paling kompten pun segera ditugaskan memeriksa ikan itu. Para peneliti dituntut untuk menelusuri sebab kejadian tersebut.
Hari itu, berita mengenai ikan-ikan yang terbang di langit menjadi topik pembicaraan utama seluruh umat manusia di bumi. Mereka sama sekali tidak pernah menyangka bahwa rantai kehidupan telah berubah.
***
Hadirnya para ikan di langit ternyata diikuti dengan hilangnya seluruh ikan di laut. Para nelayan di pulau-pulau kecil menceritakan kalau mereka melihat langsung ketika ikan-ikan itu melompat dari permukaan air, kemudian berenang ke atas langit. Bahkan para ikan yang sudah tertangkap dan mati di lambung kapal, tiba-tiba hidup kembali, lalu mengikuti jejak ikan lainnya ke langit.
Sementara itu para peneliti masih berusaha mencari penyebab perubahan hidup ikan-ikan di laut. Laboraturium mereka menjadi sangat sibuk mencari informasi sedekat mungkin untuk menjelaskan seluruh fenomena alam tersebut.
“Pasti ada yang membuat hidup para ikan berubah?” kata seorang peneliti melalui siaran televisi. “Perubahan ekosistem terjadi karena banyak faktor. Tapi kami ingin memastikan dahulu apa yang sebenarnya membuat hal tersebut.”
Beberapa hari kemudian, para peneliti melakukan penyelaman dengan menggunakan alat tercanggih yang berhasil mereka ciptakan. Mereka ingin memastikan isi lautan dan kehidupannya. Setelah melakukan penyelaman berjam-jam, dugaan mereka mengenai ekosistem laut yang rusak akhirnya menjadi kenyataan. Di dalam laut mereka melihat gunung-gunung sampah. Bahkan setelah melakukan penelitian mengenai kadar air di laut, mereka menemukan hasil yang mengejutkan.
“Partikel timbal yang terkandung pada air laut jumlahnya sangat besar,” jelas peneliti melalui siaran televisi yang sama. “Tidak ada ikan yang dapat hidup dengan air kotor tersebut.”
Peneliti itu kemudian menceritakan mengenai limbah sampah dan kimia yang dianggap sebagai penyebab para ikan mengalami perubahan hidup. Semua masalah itu benar-benar dianggap sebagai hal serius yang mengubah pola hidup ikan-ikan.
“Pencemaran lingkungan ini berdampak pada perubahan genetik hormon ikan,” tambah peneliti tersebut. “Rantai kehidupan bahkan bisa berubah dengan kejadian ini. Bisa saja nanti dalam hitungan tahun, kita akan melihat burung yang berenang di laut.”
“Apakah gejala ini akan membuat bumi berakhir seperti kehidupan dinasaurus?” Tanya pembawa acara.
“Kejadian itu mungkin belum akan datang dalam waktu dekat,” peneliti itu ragu dengan ucapannya. “Cuma rantai kehidupan akan berubah dengan kejadian tersebut. Kita akan hidup dalam dimensi baru yang tidak normal.”
“Jadi kita tidak akan pernah bisa menjalani hidup seperti dahulu?” Pembawa acara tampak penasaran.
“Kita akan terus melakukan penelitian dengan fenomena tidak masuk akal ini,” peneliti itu menarik napas.
Orang-orang yang melihat wawancara itu termangu tanpa bisa mengucapkan kalimat apa pun. Mereka seperti di hadapkan pada kenyataan pahit atas seluruh perbuatan mereka.
***
Setelah fenomena ikan-ikan di langit, tidak lama kemudian, muncul seorang pria tua dengan tongkat kayu yang berdiri di punggung paus. Tidak ada yang mengenal sosok dengan kumis dan rambut putih itu. Tidak ada pula yang bisa memprediksi kapan sosok itu terlihat. Sosok itu bisa muncul kapan saja, di belahan bumi mana pun, dengan ikan paus tunggangannya. Setiap mau didekati orang, sosok tersebut akan menghilang.
Selain dengan ikan pausnya, pria tua itu juga selalu diikuti oleh puluhan ikan lumba-lumba yang ada di sisi kanan dan kirinya. Ikan lumba-lumba itu seakan menjadi pasukan pribadinya. Hanya saja yang membuat sosok itu terkenal—bagi orang-orang yang pernah melihatnya—adalah kemampuannya yang dapat mengendalikan ikan. Setiap kali orang itu muncul, ikan-ikan pasti berkerumun untuk mendengarkan sebuah nyanyian yang ditiup dari suling emasnya.
“Udara terasa sejuk ketika suara suling itu terdengar,” kata seorang penduduk. “Tapi yang menakjubkan adalah pemandangan langit. Aku melihat ikan-ikan itu berkumpul seperti mengheningkan cipta.”
Memang, setiap kali suling itu ditiup, selama beberapa menit, para ikan menjadi sangat tenang. Ikan-ikan itu seolah menyimak nada yang keluar dari moncong suling si pria tua. Lalu, yang lebih mengejutkan lagi, seorang profesor musik tersohor sempat melakukan penelitian mengenai fenomena tersebut. Ia kemudian menemukan kalau suara suling itu menghasilkan bahasa.
“Yang keluar dari ujung suling itu tidak hanya nada indah,” jelas si profesor saat diwawancarai. “Nada itu adalah bahasa yang tidak bisa dipahami manusia.”
“Apakah suling itu berbahaya bagi manusia?” seorang wartawan mengajukan pertanyaan.
“Sepertinya tidak,” jawab si profesor. “Karena kau bisa melihat sendiri, ketika suling itu ditiup, udara menjadi sangat sejuk. Yang lebih mengejutkan lagi, terdapat ikan-ikan purba yang hanya bisa kita temukan dalam buku muncul lagi. Suara seruling itu seakan memberikan kehidupan bagi yang telah mati.”
Kejadian misterius sering terjadi setiap suling itu ditiup. Di tengah segala keheningan mahkluk laut yang kusuk mendengarkan nyanyian suling tersebut, ikan-ikan purba seperti shastasaurus, plesiosaurus, styxosaurus, hingga thalassomedon berenang mengelilinginya. Para peneliti—yang juga belum selesai menemukan penyebab ikan-ikan dapat berenang di langit—tercengan menyadari kejadian tidak masuk akal ini.
Demikianlah kejadian misterius itu sedikit memberikan jawaban mengenai peristiwa ikan-ikan mati yang hidup kembali seperti laporan para nelayan. Suara suling itu mampu membangkitkan roh para hewan laut yang telah mati.
“Apa yang terjadi hari ini memang di luar nalar,” jelas para peneliti. “Pengetahuan kita masih sangat terbatas memahami semua ini.”
Para peneliti itu sangat menyesalkan seluruh keputusan yang telah diambil umat manusia selama puluhan tahun dengan menempatkan luar angkasa sebagai objek penelitain. Mereka merasa telah mengabaikan satu dunia penuh pengetahuan yang sangat dekat dengan kehidupan, yaitu laut.
***
Pagi itu sosok pria misterius yang acap berdiri di atas punggung paus tampak bergerak turun ke arah bumi dengan ikan paus tunggangannya. Setelah ikan paus itu sampai di tepi pantai, si pria turun. Orang-orang mulai berkerumun mengawasinya.
Sosok pria tua itu berjalan ke arah pantai. Pria tua itu kemudian melemparkan tongkatnya ke arah laut. Tidak lama kemudian, tongkat pria itu seakan memberikan tekanan angin, sehingga laut terbelah. Orang-orang yang melihatnya pun lekas tercengang.
Pria itu kian berjalan menuju ombak yang terbelah. Ia kemudian memainkan sulingnya dengan hikmat. Para ikan di langit pun turun dan segera memungut seluruh sampah di dasar laut. Sementara si pria melangkah ke arah kerumunan manusia yang menatapnya.
“Lihatlah kehancuran ini,” kata si pria tua. “Kalian tidak pernah bertanggungjawab atas semua perbuatan kalian.”
“Siapa sebenarnya dirimu wahai pria tua?” Tanya seorang penduduk.
“Tidaklah penting siapa aku,” jawab si pria tua. “Yang lebih penting kini adalah bagaimana bumi bisa kembali membaik.”
“Apa yang harus kami lakukan?” Tanya penduduk lainnya.
“Lihatlah ikan-ikan itu,” jelas si pria tua. “Belajarlah dari mereka. Karena waktu kalian tidak banyak.”
Pria tua itu berbalik meninggalkan kerumunan. Paus besar tunggangannya tidak lama datang. Si pria tua segera naik ke punggung ikan paus itu. Mereka segera melayang kembali ke langit. Pria tua itu juga kembali meniup sulingnya seraya diikuti ikan-ikan. Air laut kembali menutup, dan sampah sudah menggunung di pinggir pantai. (*)
Ikan di Langit, judul cerpen ini terinspirasi dari judul novel “Semua Ikan di Langit” karya Zigy Zezsyazeoviennazabrizkie.
****
*Risda Nur Widia. Alumni Pascasarjana PBSI UNY. Karyanya sudah dimuat di media lokal dan nasional. Buku tunggalnya: Berburu Buaya di Hindia Timur.