• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan
LP Maarif NU Jateng
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
  • Beranda
  • BeritaTerkini
  • Artikel
  • Sastra
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Jurnal
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Madrasah dan Sekolah Unggulan
  • UNDUH
  • Kirim Tulisan!
No Result
View All Result
LP Maarif NU Jateng
ADVERTISEMENT
Home Sastra Pustaka

Secangkir Kopi, Sepahit Kolonialisme

25/12/2020
in Pustaka
Reading Time: 4min read
0 0
0
Secangkir Kopi, Sepahit Kolonialisme
0
SHARES
58
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke Whatsapp

Oleh Setyaningsih

Judul        : Babad Kopi Parahyangan
Penulis    : Evi Sri Rezeki
Penerbit    : Marjin Kiri
Cetak        : Pertama, Februari 2020
Tebal        : x+348 halaman
ISBN        : 978-979-1260-96-1

Seni yang beberapa tahun terakhir terdefinisi pada secangkir kopi, juga secangkir kepahitan dari sejarah masa lalu kolonialisme di Nusantara. Kopi mengepulkan asap dan memetakan keuntungan di atas geografi imperial yang digdaya. Penjajah merampok kemakmuran dari petani-petani yang dipaksa menanam tanaman dagang. Mereka tidak menikmati kopi tapi turut menanggung pekat penderitaan sepekat ampas kopi.

Sejak 1790-an, kopi diperebutkan dunia. Termasuk di pegunungan Minangkabau, penanaman kopi melonjak. “Seperti akasia, kopi ditanam hampir di semua daerah yang mempunyai tradisi perkebunan tanaman dagang yang berhasil,” tulis pakar sejarah Christine Dobbin (2008). Kopi adalah tanaman yang cukup adaptif, gambir dan akasia bisa turut ditanam di antaranya. Sekalipun menguntungkan, penanaman kopi mengakibatkan kelaparan, sengketa tanah, ataupun pola perubahan tanam.

Bacajuga:

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11
Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

10/06/2022
8
Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

03/06/2022
69
Salat Sebagai Terapi dan Transformasi Diri

Salat Sebagai Terapi dan Transformasi Diri

20/05/2022
11

Novel Evi Sri Rezeki berjudul Babad Kopi Parahyangan(2020) ini sekalipun bertungkus lumus pada sejarah kopi dan kolonialisme, tetaplah cara ngepop menanggapi kopi yang sedang tren belakangan. Evi memusat pada tokoh Karim, pemuda dari tanah Minangkabau yang berambisi menyeberang laut menuju Parahyangan dan meneguk kemakmuran dari “mutiara hitam” alias kopi. Karim digoda tentang cerita pesona mutiara hitam oleh pelaut yang memiliki dendam pada kolonialisme. “Parahyangan, ibarat laut berbatu karang, ombak gelombang lancar mengalir. Bertumbuh tiram-tiram bermutiara. Yang ini berwarna hitam. Parahyangan itu sarangnya mutiara hitam. Dari sana, Kompeni sebarkan ke penjuru Nusantara” (hlm. 13).

Si pelaut mewakili seorang tua yang bijak dan punya segudang kenangan nostalgis di kepala, “Kopi selalu mengingatkanku pada Bapak dan kampung halamanku di Parahyangan sana.” Tentu, pelaut tidak ingin menghabiskan masa hidupnya di kampung halaman. Ia ingin mati di laut seolah ingin menghindar dari nasib malang petani daratan penanam kopi yang tidak pernah menikmati kopi karena semua hasil diangkut ke gudang kompeni. Termasuk, yang pernah dialami keluarganya. Pelaut ingin kembali ke laut secara merdeka, padahal laut pun menjadi teritorial paling utama terkuasai untuk memulai kolonialisme.

Koffie Stelsel

Parahyangan memang wilayah penting koffie stelsel atau tanam (paksa) kopi selain teh. Pemerintah memanfaatkan pejabat pribumi sebagai perpanjangan ambisi keuntungan. Cerap, “Kompeni meyakinkan para pembesar bahwa tanaman dan tanah telah diselidiki, perkawinan ini bakal melahirkan anak-pinak kemakmuran bertumpah-ruah. Barang tentu keuntungan sama-sama dibagi. Para bupati menyanggupi. Segenap rakyat menyambut tunduk. Begitulah kampung halaman Ujang di Cianjoer berganti wajah” (hlm. 100).

Di Parahyangan, kentara kuasa pemerintah kolonial berefek pada derita petani kopi. Karim yang semula memikirkan kemakmuran bagi diri, merasa prihatin juga melihat nasib para buruh kopi: miskin, lapar, dan tidak merdeka. Buruh yang memberontak atau tertangkap dalam pelarian, dihukum berat tanpa ampun oleh mandor. Mereka pihak paling bawah yang menopang keuntungan bagi pemerintah kolonial, bahkan sangat jarang bisa makan nasi dengan layak apalagi menikmati kopi.

Karim bekerja sebagai buruh di perkebunan kopi milik Raden Arya Kusumah Jaya. Di sini, Evi menampilkan dilema Raden Arya antara mengontrol buruh dengan tegas atau memilih memikirkan kesejahteraan buruh. Karim merasakan ambiguitas Raden Arya sebagai bangsawan pribumi sekaligus perpanjangan kuasa dari pemerintah kolonial. Raden Arya mendapat didikan modern dan sebenarnya sadar kesejahteraan para buruh seharusnya diperjuangkan.

Di sini, kita tidak kaget bahwa perasaan dilematis ini dipicu oleh buku-buku yang mengguncang kolonialisme,“Membaca Roman hidup Max Havelaar membikin mata batin Raden Arya Kusumah Jaya teraniaya. Di satu sisi, ia menyukai buah pikiran Multatuli untuk membela kaum kecil. Di sisi lain, ia sungguh merasa diludahi, didakwa, tanpa bisa membela. Seolah dalam pandangan seorang Multatuli semua penguasa pribumi berlaku sewenang-wenang. Tudingan Max Havelaar terhadap Bupati Lebak terasa menuding hidungnya pula!” (hlm. 239). Raden Arya memiliki impian mendirikan sekolah seperti perintis perkebunan teh priangan, Karel Frederick Holle atau pesantren yang dirintis seorang pribumi nasionalis Raden Hadji Moehamad Moesa.

Karim yang semula menjadi pemuda lugu pragmatis, tentu bertransformasi secara kritis mengalami dan melihat langsung penderitaan para buruh. Justru dari Karim, Raden Arya semakin sadar pada impian dilematisnya. Daripada mandor perkebunan yang kejam, Karim lebih tahu apa yang dibutuhkan para buruh, misalnya lahan untuk kebutuhan pangan para pekerja dan pondokan serta perlindungan bagi buruh perempuan.

Sekarang, menikmati kopi di Indonesia seperti merayakan situasi poskolonial. Kopi begitu tenar dan digemari. Bahkan, negara lewat Kementerian Pariwisata menerbitkan buku mewah berjudul Coffe United, Brewing for Harmony (2016). Buku resmi dengan percaya diri memetakan posisi Indonesia dalam geografi kopi dunia. Kopi masuk ke Indonesia pada 1696, dibawa oleh komandan Belanda Andrian van Ommen dari Malabar, India. Dari Batavia, biji kopi pun menyebar ke Jawa Barat, Sumatra, dan wilayah Nusantara lainnya. Indonesia terus menjadi pengekspor kopi dan meletakkannya dalam peta destinasi wisata (dunia).

Dulu, kepahitan kopi memantulkan kepahitan hidup rakyat, kini kepahitan dinikmati dan menandai geografi hasil perkebunan yang mengangkat citra negara. Kopi tentu masih pahit sepahit para tokoh fiktif garapan Evi Sri Rezeki. Dengan begitu kita (mesti) tidak melupakan pahit kolonialisme di setiap cangkirnya. 


*Setyaningsih    
Esais dan penulis Kitab Cerita (2020)

Tags: Babad Kopi ParahyanganEvi Sri RezekiMarjin KiriSetyaningsih
ShareSendTweet
Previous Post

Osis Peduli SMK Al Fatah Banjarnegara Gelar Baksos Bencana Longsor

Next Post

Surga Ada di Rumah

Related Posts

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan
Pustaka

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11
Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia
Pustaka

Mutiara Nusantara yang Mengilaukan Dunia

10/06/2022
8
Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya
Pustaka

Menjadi orangtua yang Dirindukan Anak-anaknya

03/06/2022
69
Next Post
Surga Ada di Rumah

Surga Ada di Rumah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKUTI KAMI

  • 2.1k Fans
  • 1.5k Followers
  • 1.7k Subscribers
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

Hasil Survei: Hanya 11 Persen Masyarakat Jateng Setuju PJJ Dipermanenkan

26/07/2020
Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

Panduan Memahami Akidah Aswaja dan Tauhid Wahabi

20/03/2020
Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

Pendapat Bapak Kedokteran Dunia yang Belum Dipahami

28/10/2019
Urgensi Statistika dalam Pendidikan

Urgensi Statistika dalam Pendidikan

24/07/2020
Urgensi Berpuasa dari Media Sosial

Membebaskan Pikiran dari Terorisme Digital

40
Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

Muslim Wajib Peduli Alam dan Lingkungan

33
Penyakit Kronis Penulis Pemula

Membangkitkan Media Sosial PTKIS

31
Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

Kebijakan Berbasis Maqasid Syariah Era Pandemi

29
Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022

Hidup Harus Pandai Mengambil Hikmah

23/06/2022
Pendeta, Santri dan Pesantren

Pembentukan Karakter Anak Lewat Praktik Ibadah

26/06/2022
Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

26/06/2022

Tulisan Terbaru

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

Melindungi Anak dari Aksi Perundungan

25/06/2022
11

Hidup Harus Pandai Mengambil Hikmah

23/06/2022
3
Pendeta, Santri dan Pesantren

Pembentukan Karakter Anak Lewat Praktik Ibadah

26/06/2022
2
Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

Mewaspadai Gerakan Khilafatul Muslimin

26/06/2022
3
LP Maarif NU Jateng

Maarifnujateng.or.id merupakan media siber resmi milik Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah. Platform ini merupakan media penerbitan multisegmen yang memfasilitasi dan memotivasi pendidik, peserta didik LP Ma’arif NU serta masyarakat umum untuk memahami, menjiwai dan mencintai Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah serta mengembangkan kemampuan literasi.

Instagram

  • Pengumuman daftar pemenang 10 terbaik Lomba Best Practice Madrasah/Sekolah Unggulan LP Ma
  • #harlahansor #harlahansor88
  • #harlahfatayatnu #harlahfatayatnu72
  • #maarifnujateng #maarifnu #maarif #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng
  • Marhaban ya Ramadhan..
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #pergunupusat #harlahpergunu #harlahpergunu70
  • Selamat 70th Harlah PERGUNU, Guru Mulia Membangun Peradaban Bangsa.

#pergunu #pergunujateng #harlahpergunu70 #harlahpergunu
  • #pwnujateng #pwnu #pwnujawatengah #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu
  • #pwnujateng #pwnujawatengah #pwnu #nujateng #lpmaarif #lpmaarifnu #lpmaarifnujateng #maarifnujateng #maarifnu

Alamat Redaksi

Jalan dr. Cipto No. 180 Karangtempel, Kota Semarang, Jawa Tengah 50124

Email:
asnapustaka@gmail.com
HP: 0821-3761-3404

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Cara Kirim Tulisan

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

No Result
View All Result
  • Berita
  • Artikel
    • Opini
    • Esai
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
    • Pustaka
  • Keislaman
    • Hikmah
    • Fikih
    • Tokoh
  • Program
    • LSP P2
    • Ma’arif Career
  • Lomba
    • Lomba Sekolah dan Madrasah Unggulan
  • Unduh
  • Kirim Tulisan!

© 2020 Maarifnujateng.or.id - Hak cipta terpelihara Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Jawa Tengah.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Go to mobile version