Oleh Hamidulloh Ibda
Tak tahu mengapa, nomenklatur sistem di Open Journal System (OJS) dalam jurnal ilmiah digital serba asing. Meskipun ada beberapa yang menggunakan Bahasa Indonesia, namun yang paling banyak diterapkan adalah nomenklatur-nomenklatur berbahasa Inggris.
Bagi Anda yang ingin mendalami dunia dan akan mengirim artikel ilmiah ke OJS atau jurnal ilmiah digital harus mengenal hal-hal itu. Sebab, pemain di OJS hanya empat di atas, yaitu reader (pembaca), author (penulis), editor (editor / redaksi jurnal), dan reviewer (peninjau).
Saat ini sudah banyak jurnal ilmiah berkonversi OJS. Bahkan hampir semua. Sebab, rata-rata orang menulis jurnal adalah untuk kepangkatan, dan saat ini untuk penilaian angka kredit juga sudah menyasar ke e-journal berbasis OJS. Akreditasi dan indeksasi semuanya juga serba siber. Artinya, OJS menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari.
LIPI juga sudah mengakui bahwa untuk ISSN jurnal ada dua jenis, yaitu P-ISSN untuk cetak dan E-ISSN untuk online. Maka memahami dan menguasai OJS hukumnya wajib ain, bukan kifayah lagi.
Pahami Tupoksi
Kembali pada empat pemain di atas memang memiliki tugas, pokok dan fungsi berbeda. Keempat posisi itu menentukan apa yang dapat kita lakukan dan akses.
Pertama reader atau pembaca. Mereka adalah orang umum, siapa saja bebas atau bisa menjadi pembaca di jurnal online atau OJS. Hak mereka adalah membaca menu atau OJS, mengunduh, dan menyitasi artikel ilmiah pada jurnal yang dibaca.
Kedua adalah author atau penulis. Tugas pokoknya selain membaca adalah mengunduh template dan menulis artikel hasil riset yang dilakukan. Setelah artikel sudah sesuai author guidelines dan template, penulis harus register di OJS itu dan mengisi metadata. Setelah lengkap dan submit artikel, bisa keluar (log out). Setelah keluar, menunggu sampai ada pemberitahuan berikutnya. Ketika sudah direview oleh reviewer atau diminta membenahi oleh editor, tugas penulis adalah memperbaiki naskahnya berdasarkan catatan reviewer. Setelah direview dan disubmit ulang, maka tinggal menunggu naskah terbit.
Ketiga adalah editor. Mereka bisa disebut sebagai tim redaksi di jurnal ilmiah. Tugas utamanya adalah melaksanakan fungsi manajemen dari OJS itu sendiri. Bahkan editor ini menurut saya “paling ribet” daripada author atau reviewer. Sebab ia bagai host dalam sebuah acara. Ada editor yang pernah curhat pada saya karena banyak menerima artikel bagus dari doktor dan profesor, namun naskahnya tidak disubmit lewat OJS, namun lewat email atau WhatsApp. Duh! Ini super repot.
Dilemanya editor jurnal itu ketika menerima naskah bagus. Mau ditolak eman-eman, namun si penulisnya tidak paham OJS dan tidak fast respon ketika proses reviewe. Maka mau tidak mau, editor kadang menjadi penulis. Kadang pula menjadi reviewer karena reviewer tidak jalan.
Keempat adalah reviewer atau peninjau. Kelas reviewer memang dianggap paling tinggi. Sebab, kaliber reviewer itu seorang pakar yang ditentukan dari tulisannya bukan gelar pendidikan formalnya.
Seperti contoh saya, meski belum doktor namun sudah didapuk di beberapa jurnal ilmiah untuk menjadi reviewer. Seperti JRTIE IAIN Pontianak, Jurnal At-turots STITMA, Jurnal At-thullab PGMI Unisla, dan menjadi editor di beberapa jurnal.
Namun dilemanya reviewer itu ketika mereka tidak jalan. Yang dilema maksud saya di sini bukan reviewernya namun editornya. Jadi keempat orang di atas harusnya saling sinergi. Tujuannya agar terbitan berkala tepat waktu, tupoksi jalan dan kualitas artikel ilmiah yang terbit dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika mau menulis artikel ilmiah di jurnal ilmiah harus tahu posisi di atas. Sebab, kaidah selingkung artikel ilmiah ditentukan editor jurnal ilmiah. Jadi jangan menyamakan sistem atau manajemen OJS jurnal ilmiah dengan media populer.
Kebiasaan menulis artikel-esai populer jangan dibawa-bawa ke dalam aktivitas menulis artikel ilmiah. Kecuali teknis parafrasa dan mengungkapkan gagasan orisinil untuk menghindari similarity. Itu kelebihan artikelis dan esais yang jarang bahkan tidak dimiliki akademisi penulis artikel ilmiah.
Sebab, pola menulis para akademisi masih ditentukan teori, menurut dan menurut pendapat tokoh ini, pakar ini, data ini, dan lainnya. Jadi beruntunglah bagi Anda yang terbiasa menulis artikel-esai populer ketika menjadi akademisi yang diwajibkan menulis artikel ilmiah.
Minimal, Anda mengetahui author guidelines, manajemen referensi, OJS, dan aplikasi pendeteksi similarity atau plagiasi. Jadi itu hal-hal yang saya yakin bagi artikelis-esais populer masih asing.
Jika kita mau menulis artikel ilmiah nmaun memaksa seperti menulis artikel-esai populer, itu namanya “bunuh diri”. Kita menulis itu intinya mengungkapkan gagasan, jika artikel ilmiah ya berarti menyajikan hasil penelitian. Masak menyajikan hasil riset malah bunuh diri?
-Penulis adalah reader, author, editor dan reviewer di beberapa jurnal ilmiah.