Oleh Al-Mahfud
Pandemi Covid-19 tak sekadar tentang persoalan kesehatan semata. Selain pentingnya menekankan protokol kesehatan, Covid-19 juga membawa berbagai dampak turunan yang tak kalah penting untuk diatasi. Sebab, Covid-19 telah menjadi wabah yang berdampak luar biasa di berbagai sendi kehidupan. Baik sosial, budaya, politik, dan terutama sektor ekonomi masyarakat.
Ada banyak masyarakat terdampak secara ekonomi akibat pandemi ini. Banyak pedagang mengeluh sepi pembeli akibat pembatasan sosial yang diterapkan. Tak sedikit perusahaan-perusahaan harus memangkas jumlah karyawan, bahkan hingga terpaksa gulung tikar akibat tak sanggup lagi beroperasi sebagai dampak melambatnya perputaran roda ekonomi saat pandemi ini. Akibatnya, banyak masyarakat menjerit karena tak punya penghasilan hingga kehilangan pekerjaan.
Di tengah kondisi sulit karena melemahnya putaran roda ekonomi tersebut, masyarakat sangat rentan terjerumus dalam hasutan, provokasi, dan berbagai pengaruh negatif yang disebarkan kelompok-kelompok atau oknum tertentu. Masyarakat yang sedang berada dalam kepanikan, keresahan, bahkan kebosanan dan frustasi karena terus berada dalam situasi sulit, sangat mungkin terperosok dalam pengaruh pandangan egoisme, individualistis, kekerasan, dan bahkan radikalisme agama.
- Iklan -
Di tengah era internet dan media sosial sekarang, pengaruh negatif tersebut bisa berbentuk pandangan-pandangan atau konten-konten radikal, informasi-informasi negatif, hoaks, hingga provokasi yang mengajak masyarakat bersikap atau melakukan tindakan-tindakan destruktif atau merusak. Melalui media sosial, konten-konten negatif tersebut begitu gampang menyebar dan mendorong masyarakat melakukan tindakan anarki, menyebarkan provokasi, kebencian, vandalisme, kekerasan, hingga penyangkalan terhadap apa pun kebijakan atau himbauan dari pemerintah, otoritas kesehatan, dan ulama.
Misalnya, kebijakan penutupan tempat ibadah seperti masjid, gereja, dan lainnya, sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19. Jika tidak disikapi dengan bijak, hal tersebut bisa dengan mudah menjadi bahan pertikaian di masyarakat. Meskipun kebijakan tersebut sudah mendapatkan dukungan dari para ulama atau ormas-ormas keagamaan moderat sebab merupakan hal darurat untuk menjaga nyawa, namun masih ada saja kelompok-kelompok yang menentang. Terutama, mereka yang berpandangan radikal dalam beragama atau memiliki agenda tertentu yang gemar memprovokasi masyarakat melakukan tindakan anarkis dan kekerasan berdalih agama.
Melihat kondisi tersebut, jelas masyarakat harus mendapatkan perlindungan secara medis sekaligus ketahanan sosial di tengah pandemi Covid-19 ini. Sebab, selain menghadapi bahaya penularan virus, kita juga menghadapi bahaya provokasi atau penularan pandangan-pandangan radikalisme dan kekerasan yang kontraproduktif di tengah situasi saat ini. Dengan kata lain, selain menanti ditemukannya vaksin Covid-19 sembari terus berikhtiar menjaga jarak dan menekankan protokol kesehatan, kita juga perlu vaksin untuk menguatkan imunitas sosial agar masyarakat tak gampang terprovokasi pandangan-pandangan yang merusak perdamaian.
Menangani pandemi Covid-19 memang butuh sinergi dan penanganan yang komprehensif dari lintas dimensi. Sebab, dampak yang ditimbulkannya memang luas. Vaksin medis dan “vaksin sosial” sama pentingnya. Di satu sisi, kerja sama semua pihak untuk terus menekankan pentingnya menjaga jarak fisik dan menerapkan protokol kesehatan adalah kunci untuk menekan dan memutus rantai penularan virus ini. Di sisi lain, dimensi psikologis, mental, bahkan spiritual masyarakat juga harus terus dijaga dan dikuatkan, agar ketahanan sosial masyarakat tidak rapuh dan gampang terjerembab dalam kubangan emosi, provokasi, dan anarki yang kemudian gampang mengusik ketentraman dan perdamaian.
Jika “dua vaksin” tersebut terus dijaga dan dikuatkan di tengah masyarakat, maka masyarakat akan memiliki ketahanan yang baik dalam menghadapi pandemi ini. Baik ketahanan secara kesehatan, maupun ketahanan secara sosial.
Moderasi beragama
Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menguatkan vaksin sosial untuk memperkokoh ketahanan sosial masyarakat? Vaksin untuk menciptakan sistem imun atau ketahanan sosial masyarakat bisa dibangun dengan berbagai hal. Seperti memupuk dan memperkokoh kebersamaan, rasa peduli, gotong royong, saling bentu, atau solidaritas di tengah masyarakat. Hal-hal yang memperkokoh ikatan persaudaraan tersebut ampuh membentengi masyarakat dari berbagai krisis dan ancaman, termasuk dalam menghadapi virus Covid-19 maupun virus provokasi.
Di samping itu, bagi bangsa yang memegang teguh ajaran agama seperti di Indonesia, semangat moderasi beragama juga menjadi satu poin penting yang mesti ditekankan dalam rangka membangun imunitas atau ketahanan sosial di masyarakat. Sebab, berbagai perbedaan dan kemajemukan dalam beragama butuh semangat saling menghargai dan menghormati, agar tercipta tatanan kehidupan yang harmonis dan damai di masyarakat.
Moderasi beragama berarti beragama secara moderat, tidak ekstrem, tapi berimbang, menjunjung tinggi kemanusiaan, persaudaraan, menghargai perbedaan dan berkomitmen pada perdamaian. Sikap moderat dalam beragama tak hanya dilandasi spirit mematuhi ajaran agama, namun juga ilmu, kebijaksanaan, dan kehati-hatian. Seperti diungkapkan Prof. M Quraisy Shihab, ada tiga syarat mewujudkan moderasi. Pertama, harus memiliki pengetahuan. Kedua, harus mampu mengendalikan emosi dan tidak melewati batas. Ketiga, harus terus-menerus beharti-hati (Republika.co.id, 14/6/2019).
Moderasi beragama adalah vaksin penjaga keberagamaan bangsa. Pandangan moderat dalam beragama penting ditumbuhkan untuk membangun imunitas masyarakat agar tak gampang terprovokasi isu-isu agama yang disebarkan dengan berbagai motif dan kepentingan tertentu. Apalagi, di tengah situasi pandemi saat ini, moderasi beragama menjadi benteng penjaga ketahanan sosial di masyarakat. Dengan sikap beragama yang moderat, masyarakat menjadi lebih bijak sekaligus berpikiran terbuka, sehingga mudah bersinergi dan bekerjasama satu sama lain untuk terus berikhtiar meredam dan mengatasi wabah Covid-19 ini.
-Al-Mahfud, Penulis, lulusan STAIN Kudus. Menulis artikel dan ulasan buku di berbagai media massa.