Oleh Suwanto
Setiap muslim pastinya ingin menyempurnakan rukun Islamnya dengan menunaikan Ibadah Haji. Tapi, apa boleh dikata di kala pandemi Covid-19 belum mereda. Kondisi ini tak memungkinkan untuk melakukan ibadah haji. Pemerintah Indonesia pun terpaksa secara resmi memutuskan menunda keberangkatan haji pada tahun 1441 H/2020 ini guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily (republika.co.id, 2/6/2020) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara muslim terbesar yang memberangkatkan calon jemaah haji ke Arab Saudi. Untuk itu, perlunya persiapan maksimal dalam rangka memastikan kesehatan dan keselamatan calon jemaah. Apalagi, calon jemaah dari Indonesia banyak yang berusia di atas 50 tahun, yang mana sangat rentan terpapar virus Covid-19.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengedepankan prinsip istitho’ah atau kemampuan dalam menjalankan haji yang menjadi kriteria utama bagi kewajiban menjalankan haji bagi setiap muslim. Apakah kekhawatiran penyebaran Covid-19 termasuk di Arab Saudi menjadi pertimbangan dalam konsep istitho’ah tersebut.
- Iklan -
Selain itu, prinsip dar’ul mafasid muqadum ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan harus diutamakan daripada mendapatkan kemashlahatan). Prinsip tersebut harus tetap dijadikan pijakan pemerintah untuk melindungi warga negara dalam rangka memenuhi prinsip menjaga keselamatan diri (hifdzun nafs).
Berbicara soal penundaan ibadah haji, menurut Sejarawan Islam Tiar Anwar Bachtiar (2020) ternyata juga pernah terjadi sebelumnya. Setidaknya sudah 41 kali lebih, ibadah haji pernah ditunda keberangkatannya di tanah air. Terakhir kali pada 1407 H/1987. Kala itu, setidaknya ada 10 ribu lebih yang terinfeksi wabah Meningitis yang mengakibatkan pada pembatalan pemberangkatan ibadah haji. Dan kali ini, ibadah haji akhirnya ditunda demi kemaslahatan bersama.
Meskipun ibadah haji tahun ini ditunda, umat Islam sejatinya tidak perlu resah. Pun demikian bagi orang-orang yang terkendala biaya atau belum mampu secara ekonomi untuk menunaikan ibadah haji tidak perlu risau. Janganlah bersedih bagi yang belum bisa menjalankan ibadah haji. Mengingat ada banyak ibadah di dalam Islam yang terlihat sederhana, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan ganjaran besar. Bahkan, kalau dilakukan dengan ikhlas dan terus menerus, maka pahalanya setara dengan menunaikan ibadah haji.
Amalan-amalan ibadah itu di antaranya pertama salat jama’ah lima waktu di masjid dan salat Dhuha. Telah kita ketahui bersama bahwa salat berjemaah lebih utama dibandingkan dengan salat sendirian. Pahala salat berjemaah ialah 27 derajat. Namun, siapa sangka kalau hal ini dilakukan secara terus menerus (istiqomah) dan dengan ikhlas, maka pahalanya akan setara dengan pahala ibadah haji. Sementara itu, orang yang menunaikan salat Dhuha di masjid juga dihadiahi pahala setara dengan pahala ibadah umrah.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk menunaikan salat fardhu akan diberi pahala ibadah haji. Sementara, orang yang keluar rumah untuk mengerjakan salat Dhuha dan tidak ada tujuan lain selain itu, maka akan diberikan pahala umrah. Dan (melakukan) salat setelah salat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang shalih).” (HR. Abu Daud).
Selain itu juga, dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berjalan menuju salat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju salat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127).
Kedua, melakukan salat Isyraq, yaitu dengan salat Subuh jemaah di masjid dan dilanjutkan berzikir sampai terbit matahari setinggi tombak (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit), serta menyempurnakan dengan salat dua rakaat (bisa disebut dengan salat Isyraq atau salat Dhuha di awal waktu).
Dalilnya yaitu sebagaimana hadits dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mengerjakan salat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan salat Sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. At-Thabrani).
Selain itu juga, riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, yang artinya, “Siapa yang mengerjakan salat Subuh berjemaah, kemudian dia tetap duduk sambil dzikir sampai terbit matahari dan setelah itu mengerjakan salat dua rakaat, maka akan diberikan pahala haji dan umrah.” Beliaupun bersabda, “Pahalanya yang sempurna, sempurna dan sempurna (HR. At-Tirmidzi).
Ali Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menjelaskan bahwasanya yang dimaksud berdzikir dalam hadist tersebut tidak sebatas melafalkan kalimat dzikir saja. Melainkan termasuk juga Thawaf bagi yang sedang berada di Masjidil Haram dan/atau mendatangi majelis ilmu dan agama.
Ketiga, pergi ke masjid untuk menuntut ilmu atau menghadiri majelis atau menjemput kebaikan. Telah kita ketahui bersama bahwa masjid bukan hanya tempat untuk salat semata, akan tetapi juga untuk tempat kajian keislaman. Turut serta hadir dalam majelis ilmu tersebut mampu mendatangkan pahala sebesar pahala haji. Itu artinya, tidak hanya ibadah salat yang mendapatkan pahala haji dan umrah. Melainkan, fastabiqul khoirot menuntut ilmu dan mengajar di masjid pun diberikan pahala setara dengan pahala haji.
Hal tersebut sebagaimana penjelasan dari riwayat Abu Umamah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, yang artinya, “Siapa yang berangkat ke masjid hanya untuk belajar kebaikan atau mengerjakannya, diberikan pahala seperti pahala ibadah haji yang sempurna hajinya,” (HR. At-Thabarani).
Mungkin di era kenormalan baru, dimana pandemi Covid-19 belum surut, point yang pertama dan kedua yakni salat lima waktu di masjid dan salat Isyraq, masih memungkinkan untuk dilaksanakan. Sementara itu, poin ketiga yakni menuntut ilmu di masjid masih sangat dibatasi. Mengingat, di kenormalan baru ini kita masih dianjurkan untuk social distancing atau jaga jarak serta menghindari kerumunan banyak orang. Karenanya, saat ini pengajian umum ataupun majelis akbar masih belum memungkinkan dilakukan di saat pandemi ini.
Kalau sekadar untuk menuntut ilmu atau belajar agama Islam saat ini yang memungkinkan adalah melalui media online atau baca buku di rumah saja. Meskipun demikian, kita harus hati-hati dalam menuntut ilmu atau belajar melalui media online. Kita harus memilih sumber media online yang kredibel (dapat dipercaya) yang konten-konten ilmunya diisi oleh para ulama yang benar-benar ahli di bidangnya. Mengingat dewasa ini banyak kanal-kanal online dakwah Islam yang kredibilitasnya dipertanyakan.
Selain itu juga, janganlah kita belajar lewat media, youtube atau website yang menebar doktrin ekstremisme ataupun radikalisme. Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin untuk itu media yang kita pilih adalah media yang ramah dan rahmah.
Pada intinya, internet atau media online merupakan sarana atau alat saja. Media ini seperti dua mata pisau yang bisa berpotensi baik, juga bisa berpotensi buruk. Tidak ada salahnya kita mencari informasi atau belajar melalui internet. Apalagi, internet cukup membantu kita untuk belajar banyak hal. Namun, khusus persoalan agama sikap ekstra hati-hati penting dijaga. Kredibilitas sumber perlu ditekankan. Konfirmasi perlu diupayakan dan tentu saja tanpa meremehkan pentingnya berguru langsung pada ulama yang kompeten di bidangnya.
Sebagai penutup yang jelas ketiga amalan yang meliputi salat jemaah lima waktu di masjid dan salat Dhuha, melakukan salat Isyraq, dan pergi ke masjid untuk menuntut ilmu atau menghadiri majelis atau menjemput kebaikan ialah diantara ibadah yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala akan mendapatkan pahala setara dengan haji dan umrah. Meskipun begitu, bukan berarti kita lepas dari kewajiban untuk menunaikan haji. Ibadah haji tetap merupakan ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam yang telah mampu. Akhirnya semoga wabah pandemi Covid-19 ini lekas reda, sehingga tahun depan ibadah haji tetap dilaksanakan, amin.
-Pengurus Takmir Masjid Kagungan Dalem, Lempuyangan Yogyakarta dan Pengajar di Ponpes Dompet Dhuafa Jogja.