KITAB UNDANG-UNDANG DASAR
Pada sebuah kitab undang-undang dasar cetakan terbaru
Tak kutemui
cita-cita
- Iklan -
yang dulu
pernah kita tanam dulu,di lahan kering itu.
Akasia 11CT, 2020
LAPAR
Lapar menarikku ke meja makan; menuntunku untuk merenung sejenak. Kemudian bertanya, “Saudaramu yang mana yang akan kita makan?”
Aku mengguncang-guncang ingatan dalam kepalaku dan menemukan seseorang yang sering kujumpai dalam kelaparan. Lapar sepertinya mengerti yang aku pikirkan. Ditariknya aku menuju ke sebuah tempat yang selalu digunakan seseorang untuk istirahat sejenak dari hiruk-pikuk dunia.
Di sebuah emperan toko seonggok tubuh sedang merebahkan penat yang seharian diajak lapar yang lain berkeliling kota. Lapar yang semayam dalam aku menunjuk-nunjuk seonggok tubuh. Kukeluarkan sebilah pisau yang selalu aku bawa ke mana pergi. Namun saat ingin melampiaskan niat, lapar yang lain memukul tanganku sehingga pisauku terjatuh.
Seonggok tubuh itu terbangun. Ditariknya tanganku untuk menjauh dari laparku. Sebab laparnya sedang bergumul dengan laparku. Kami pun menonton lapar kelahi sampai pagi. Sampai si empunya toko mengusir kami dengan caci maki.
Akasia 11 CT, 2020
MENULIS PUISI
Aku ingin menulis puisi setelah sekian tahun
tidak menulis. Akan tetapi tak satu pun kata berhasil
aku jerat ke dalam kalimat. Hingga tiba-tiba saja
kulihat jam sudah menunjukkan lima puluh tahun
waktu kulalui dan kata-kata tak juga berhasil masuk perangkap.
Lelah menunggu kata lewat, aku tertidur di meja.
Dalam tidur aku bertemu diriku yang masih giat-giatnya
Menulis puisi. Aku bertanya, “Bagaimana caranya kau bisa
Sebegitu lancar menulis puisi seperti kucuran air mancur?”
Ia tersenyum dan berkata, “Karena aku jarang sekali makan dan tidur
Saat Tuhan tengah mengajariku lapar dan kantuk!”
Aku tersentak bangun. Setelah merapikan nafasku yang sungsang
Kujerang air dan kuseduh kopi. Lalu mengutipi lapar dan kantuk
Yang tercecer dari jejak masa lalu.
Akasia 11 CT, 2020
BAYAM
Jika kau berhikmat pasti aku akan gelimang lebat
Meski harus melewati benua dan samudera aku menemuimu (atau mungkin kau sebenarnya yang menemuiku?) dan moyangku yang angkuh seperti tak merelakanku pergi jauh. Tapi aku penuhi juga janjiku padamu: tumbuh subur melimpah ruah di sakit-senangmu. Sehingga tak perlu lagi kau sangsikan hijau tua batangku, merah ungu darahku, atau putih sayu lenganku di meja makan siangmu. Namun kau juga perlu tahu jika di tanah yang asing ini kerabatmu telah pula termakan daun keliru; menyangka si pelaut berseragam putih bertangan bengkak itu adalah jantung hatiku; pujaanku. Sungguh itu semata keliru seperti halnya kau keliru pada saudara kandungku si merah ungu.
Jika darahmu jatuh tersungkur pasti aku yang kan kau tuju
Walau aku ringan belaka dibanding nama yang aku kandung. Aku bersumpah tak kan berkarat termakan usia. Batang berairku dan daun bertangkai bulat telur milikku, tetaplah amat manjur penawar pucatmu. Sedangkan biji-bijiku telah pula menjadi obat keronconganmu tanpa perlu kau mengikat rapat pinggang biolamu nan aduhai itu. Maka rayakanlah kefanaanku semata biasa. Sebagai jodoh lauk-paukmu, sebagai penghilang bosanmu pada si hijau kantuk dan pada si lima pahit, atau pemantik belaka yang mekarkan puisi-puisimu.
Jakarta, 2019
PISANG
Sungguh! Sungguh tak pernah ia menduga
Apalagi meminta agar lunak tubuhnya
Dibungkus kuning sisik ular. Kuning yang
Sering menjadi olok-olok orang banyak
Lantaran terbatasnya umpama mereka
Pada kuning itu sendiri. Ia juga tak pernah
Merasa lebih mulia dari kuning mata sapi
Yang ranum di piring si keroncongan di pagi hari.
Ia hanya tak mengira, tak menyangka
Atau mungkin barangkali tak pernah
Membayangkan jika kuningnya itu kini
Diusut-uraikan si penyair yang sebenarnya
Sedang kepayahan umpama pula. Maka ia
Buka dirinya seluas luasnya luas. Supaya
Terang seluruh rahasia tubuh lunak harum
Semerbak yang kian matang melawan gunjing
Cokelat dan hitam ungu pencibir buta.
Jakarta, 2019
*ILHAM WAHYUDI. Lahir di Medan, Sumatera Utara, 22 November 1983. Beberapa puisinya telah terbit di media massa. Antara lain: Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Merdeka, Bali Pos, Lampung Pos, Jurnal Nasional, SINDO, Haluan, Bangka Pos, dan lain-lain. Saat ini menetap di Jakarta sebagai juru antar masakan di Dapur IBU Timur.