Oleh Abdul Aziz
Covid-19 sepertinya masih betah dan belum mau beranjak pergi dari bumi pertiwi, hal ini terbukti dengan semakin bertambahnya jumlah orang yang positif COVID-19. Hingga saat ini, per 1 Juni 2020 data yang masuk di Hub Ina COVID-19, terhitung ada 26.940 orang yang positif COVID-19, 7.637 sembuh, dan 1.641 meninggal.
Jika melihat data di atas maka wajar saja kurva kasus COVID-19 masih naik dan belum melandai. Ada beberapa faktor yang disinyalir sebagai penyebab kurva kasus COVID-19 belum mau melandai yaitu tingkat kedisiplinan masyarakat yang rendah dan OTG (orang tanpa gejala) yang bebas berkeliaran, terlebih lagi belum ditemukannya vaksin yang mampu menyembuhkan. Selama COVID-19 belum musnah maka tatanan kehidupan belum bisa kembali seperti sediakala.
Menyikapi hal ini, dunia pendidikan harus bersiap dan cekatan dalam menghadapi perubahan ini dengan berbagai macama inovasi dan kreatifitas sehingga pendidikan tetap berlangsung, sebagaimana diketahui bahwa pendidikan itu bersifat minal mahdi ilal lahdi atau juga sering disebut “long life education”, oleh karena itu ada atau tidak adanya pandemic, pendidikan harus tetap berjalan dengan berbagai macam caranya dan sesuai dengan keadaan yang ada.
- Iklan -
Dunia pendidikan selalu berubah menyesuaikan keadaan zaman, dahulu ketika zaman Rasulullah saw. pada saat beliau mendapat wahyu, beliau mengutus sahabatnya untuk menuliskannya di tulang atau di pelepah kurma. Demikian pula pada masa pra revolusi, di mana seluruh kegiatan dilakukan secara manual dengan tangan manusia tanpa bantuan mesin, penulisan kitab masih menggunakan tangan begitu juga dengan transportasi, belum ada transportasi umum yang memadai sehingga ulama terdahulu jika ingn belajar mereka melakukan perjalanan selama berhari-hari.
Baru sekitar abad ke 17 sampai awal abad ke 18 revolusi industri dimulai dengan kemunculan Revolusi Industry 1.0 (mulai hadirnya pabrik-pabrik dan penemuan tenaga uap oleh ilmuwan). Kemudian Revolusi Industri 2.0 pada sekitar pertengahan abad 18 (adanya pemanfaatan tenaga listrik, hadirnya produksi mobil) dan Revolusi Industri 3.0 sejak tahun 1960 (ledakan informasi digital, komputer, dan smartphone).
Seiring dengan kemajuan zaman, maka dunia pendidikan ikut maju pula. Bisa dilihat misalnya, proses menulis sudah menggunakan komputer, proses belajar mengajar sudah menggunakan perangkat elektroni dll. Ini membuktikan bahwa dunia pendidikan berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Saat ini kita memasuki Era Revolusi Industri 4.0, di mana ia sudah banyak mengalami perkembangan sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 di Jerman dalam acara Hannover Trade Fair. Revolusi Industri 4.0 mengintregasikan antara teknologi cyber dan teknologi otomatisasi. Dampak era revolusi industri 4.0 adalah dalam penerapannya tidak lagi memberdayakan tenaga kerja manusia, sebab semuanya sudah menerapkan konsep otomatisasi.
Kemajuan teknologi yang sedemikian rupa, bisa diibaratkan dunia berada di genggaman tangan dan segala aktivitas bisa dilakukan lewat sentuhan jari, maka sudah saatnya teknologi dimaksimalkan dalam menunjang pendidikan, terlebih efek pandemic COVID-19 yang mengharuskan setiap orang menjaga jarak dan memulai kehidupan baru dengan bersanding dengan COVID-19.
Beberapa bulan terakhir, akibat dari anak-anak tidak bisa masuk sekolah karena pandemic yang belum teratasi, dunia pendidikan disibukan dengan WFH (work From Home), kebijakan ini diambil tentunya melihat sisi keselamat anak-anak agar tidak terpapar COVID-19 (dar ul mafasid muqoddamun ala jalbil masolih), untuk itu sekolah memfasilitasi anak agar tetap belajar dengan cara PJJ (pembelajaran jarak jauh).
Berbagai macam metode diterapkan untuk mensukseskan PJJ, mulai dari penggunaan aplikasi, pemberian tugas, penyampaian materi via youtube dll. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara virtual, tidak ada kontak langsung antara guru dan murid demi memutus mata rantai penularan COVID-19. Dari sini kita bisa melihat bahwa disrupsi teknologi benar-benar terjadi di dunia Pendidikan, pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan 100 persen di sekolah, secara tiba-tiba mengalami perubahan yang sangat drastis.
Proses PJJ yang telah dilaksanakan oleh sekolah tidak selamanya berjalan dengan lancar, berbagai macam kendalapun dihadapi namun sejauh ini pelaksanaan PJJ bisa dibilang berhasil dengan segala kekurangannya. Nah, persoalan yang harus dikuliti adalah bagaimana proses pendidikan selanjutnya mengingat sebentar lagi tahun ajaran baru akan dimulai, akankah selama 1 tahun kedepan menggunakan metode yang sama yaitu murid tetap belajar di rumah ataukah masuk sekolah dengan resiko tertular COVID-19?
Pembelajaran dari rumah benar-benar dirasakan berat bagi guru/dosen, para pelajar dan mahasiswa, bahkan orang tua. Semua lini masyarakat dipaksa untuk bertransformasi dan beradaptasi pada kondisi Pandemik ini demi pendidikan terus berjalan.
Jika melihat kondisi saat ini, di mana kurva COVID-19 belum melandai maka opsi pemanfaat teknologi bisa diutamakan. Maka dari itu pendidikan saat ini harus melakukan berbagai cara mengintegritaskan teknologi cyber baik secara fisik maupun non fisik dalam pembelajaran.
Begitu juga dengan kurikulum, penyesuaian kurikulum baru harus sesuai dengan situasi saat ini. Kurikulum tersebut mampu membuka jendela dunia melalui genggaman contohnya memanfaatkan IOT (internet of things). Di sisi lain pengajar juga memperoleh lebih banyak referensi dan metode pengajaran.
Dengan demikian penyesuaian sistem pendidikan dengan keadaan sekarang yang notabene berbasis teknologi/virtual tidak bisa dihindari, bahkan kita dituntut untuk beradaptasi dan menguasainya, namun demikian ada yang harus diperhatikan yaitu sebuah “Al-Muhafadlotu ‘Ala Qodimis Sholih Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah“ (mempertahankan tradisi lama yang masih efektif dan mengambil inovasi baru yang lebih baik).
-Penulis adalah guru dan penulis buku “I am A Teacher”