Oleh Muammar Ramadhan
Idulfitri 1441 H yang jatuh pada hari Ahad, 24 Mei 2020 menyisakan kenangan unik. Hari itu, sehabis shalat id, yang biasanya diiringi dengan saling bersalaman antarumat Islam ditiadakan. Tidak hanya sampai situ, kunjungan silaturahmi yang lebih dikenal dengan halalbihalal (bahasa Jawa: balal) untuk saling memaafkan juga ditiadakan.
Hanya sebatas kerabat dekat saja yang datang, itu pun hanya bersua sebentar. Sejumlah kyai pondok pesantren juga mengumumkan bahwa lebaran kali ini tidak menyelenggarakan ‘open house’ untuk menghambat virus agar tidak menyebar. Begitu juga para perantau atau warga yang berada di luar daerah, sebagian besar tidak mudik karena ada ‘larangan’ dari pemerintah dan mereka pun menaatinya dengan sabar.
Sebagai gantinya, silaturahmi dilakukan secara virtual. Aplikasi di hanphone baik facebook, twitter, instagram, maupun whatsapp penuh dengan ucapan selamat Idulfitri lengkap dengan ungkapan ketulusan hati permohonan maaf lahir batin, seraya mendoakan semoga kembali kepada fitrah. Sebagian dilakukan dengan selipan gambar. Ada pula dengan video pendek dengan alunan takbir, tasbih, dan tahmid. Intinya sekarang ini banyak ‘produser’ dadakan yang kreatif. Meskipun sebagian kita di dalam hati tidak tahan sehingga tanpa sadar terbersit pujian jika kreativitasnya bagus dan timbul celaan jika kreativitasnya kurang bagus.
- Iklan -
Sebagian lagi dengan melalui vidio calling, telpon, dan ada pula yang menggelar halal bi halal virtual dengan aplikasi zoom meeting. Semua dilakukan dengan satu tujuan, momentum Idulfitri tidak boleh kehilangan silaturahmi, meski di tengah pandemi. Bermaaf-maafan sebagai penyempurna ibadah puasa agar benar-benar kembali suci tetap bermakna dan sah menghapus khilaf dan salah.
Terdapat fenomena unik, di mana terdapat sejumlah rumah yang tutup saat lebaran, padahal tahun tahun sebelumnya ramai orang-orang bertandang. Ada pula yang jauh-jauh hari mengumumkan bahwa kalau mau silaturahmi harus memberitahu dulu. Sebagian tetap menerima tamu namun mereka menyiapkan cuci tangan atau handsanitizer.
Sebagian lagi juga dilengkapi dengan alat pengecek suhu dan ketentuan tamu ‘harus’ bermasker. Dan sebagian lagi menerima tamu seperti biasa tanpa ‘embel-embel’ apa pun. Namun fenomena yang umum terjadi, suguhan dan kue lebaran cenderung utuh tidak tersentuh. Semua ini dilakukan karena masing-masing orang mensikapi pandemi berbeda-beda sehingga harus dimaklumi apa pun sikap mereka dalam ‘menyambut’ tamu-tamu yang berkunjung untuk bersilaturahmi.
Sementara di sisi lain, mengiringi gencarnya silaturahmi virtual, muncul di berbagai media tentang kebijakan new normal. Sebuah kebijakan pemerintah untuk memulai tahapan hidup baru ‘bersama’ covid-19. Dikatakan bersama -ada yang mengistilahkan ‘berdamai’ dengan covid-19- karena faktanya virus belum hilang, sementara di sisi lain, aspek ekonomi, pendidikan, maupun aktivitas sosial lainnya harus mulai berjalan.
Siswa-siswi sudah jenuh belajar di rumah via aplikasi; para santri sudah lama tidak mengaji; para pekerja banyak yang terkena PHK; sebagian pengusaha sudah banyak yang menjerit karena terancam pailit; para pedagang kaki lima, buruh, ojek online, dan pekerja harian, sudah banyak kehilangan pemasukan; para petani dan nelayan mengeluh karena hasil pertanian dan tangkapan nelayan harga jualnya tidak menjanjikan; dan ASN maupun pekerja kelas menengah-atas yang work from home semakin tidak produktif karena terlalu lama meninggalkan office.
Sementara kebutuhan hidup berjalan terus sehingga memerlukan upaya serius untuk mencari solusi terbaik agar tidak terjadi resesi ekonomi. Karenanya, kebijakan new normal yang nantinya diputuskan pemerintah harus dilaksanakan dengan penuh persiapan matang. Dan, yang terpenting adalah ketaatan seluruh masyarakat untuk mematuhi peraturan new normal.
Betapa, pandemi ini telah menjungkirbalikkan realitas kehidupan yang selama ini dijalani. Karenanya, momentum silaturahmi virtual kali ini sekaligus mengedukasi masyarakat untuk akrab dengan teknologi informasi sehingga mampu menangkap segala informasi dengan cepat dan tepat. Silaturahmi virtual sekaligus mempererat relasi yang selanjutnya bisa dimanfaatkan untuk saling tukar informasi, sehingga tidak mudah terjerumus informasi hoaks dari para buzzer.
Di tengah persiapan pemberlakukan kebijakan new normal, hendaknya selalu diingatkan pentingnya literasi media agar menjadi pemakai teknologi yang cerdas. Dengan demikian, dapat terhindar dari efek samping pola hidup new normal, yakni kehilangan kesadaran terhadap bahaya covid-19, seakan-akan sudah tidak ada ‘apa-apa’ lagi. Semoga masyarakat yang sudah mengakrabi berbagai aplikasi digital dapat eksis dan produktif dalam menjalani kehidupan baru nantinya.
-Penulis adalah Pengurus LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Kandidat Doktor UIN Walisongo Semarang.