WIRID YANG TAK SELESAI
/1/
wirid ini tak juga selesai-selesai sedang malam kian berlari menuju batas
gigil menorehkan sunyi melata di segenap urat nafas angin menjaga setiap derit pintu
yang akan terbuka
- Iklan -
beril aku cahaya itu cukup seberkas saja walau hanya seekor kunang-kunang
meskipun tak sebenderang bintang atau mercu suar yang selalu menjaga gigir pantai
/2/
dan air mata itu rontok juga membasahi jalan-jalan nadi dan ruas tubuhku
embunkah itu namanya, atau cinta yang penuh pesona
obat segala sakit luka luka jiwa dirajam kangenMu
membawa doa sampai ujung subuh dan membuat terus terjaga
menangis dan bersenandung seperti kaki langit yang rindu kesengsem pada fajar
/3/
mimpi adalah masa lalu tempat menuju bilik
yang asyik membincang sorga
: “siapa yang sampai lebih dulu, kabari aku”
sebab aku tak percaya lagi pada kedua mata yang selalu melotot namun buta
(ngawi , ketanggi)
BAU KAMBOJA TERCIUM DI LEMBAR-LEMBAR USIA
butir-butir rindu tercecer di rinai gerimis
Engkau yang pancangkan kangen itu
seperti memahatkan sisik-sisik pada tubuh ikan-ikan
Engkau melambai lewat angin meniup-niup deru
mengirim waktu menjadi sampan yang segera bersauh
memburu jejak-jejak rindu yang masih membayang di gerimis hujan
Engkau telah mengirimkan riak-riak itu
menjadikanku ikan dengan kangen di segenap sisiknya
memaksaku menyelami gelombang, memburu bintang
pelayaran yang menggoncang jiwa, serupa dada dicabik topan
aduhai, kangen ini perih di lambung
layarku tak bisa sibakkan hujan
namun Engkau terus melambai
layarku tercabik dalam pusaran waktu
bilangan matematika yang terus berdetak
sampai kelak berakhir di titiknya.
Engkau terus melambai. terus melambai
aku menangis tersedu tak bisa hentikan sampan
meluncur bersama layar yang telah compang-camping
dengan dada perih dicabik-cabik topan disiram garam
hujanMu menjadi gelombang bersama air mataku yang sia-sia
memburu jejak rindu membuatku terbanting-banting di gigir batu
layarku tinggal sobekan kafan.bilangan matematika makin meluncur jauh
dan tercium bau kamboja di lembar-lembar usia dan sisa-sisa doa
dan Engkau terus melambai juga memaksaku menggelepar sendiri.
Ngawi, klitik
DI AKHIR SUNYI MUSAFIR BISU
di akhir sunyi yang mengendap-endap sepanjang malam
selalu saja gagal mengeja tubuh sendiri
hanya batu-batu resah menumpuk dalam tubuh
tak bisa jadi prasasti sebab huruf tak bisa dipahatkan
jadilah kami musafir bisu yang mengutuki diri sendiri
gagal membaca tubuhnya di setiap malam
gagal menulis catatan-catatan di batunya sendiri
masih juga sibuk bertanya
: kalau tak mampu membaca tubuh sendiri
lantas siapa yang harus membaca tubuh kami?
pertanyaan itu, sia-sia. membentur-bentur dinding-dinding langit
maka, tangis pun berulang-ulang menjadi gema di setiap subuh
dan, tubuh masih saja dijejali batu-batu.
Ngawi
DARI 1 HINGGA 99
dari alif ke ke alif
dari 1 hingga 99 bilanganMu
aku memburu
serupa jejaka
merindu dara
gemuruh rindu
kutabuh berulang-ulang
di tiap ujung malam
air mata mengerang
menerjemahkan luka
hati menjerit
menafsir doa
gemuruh sujud
tak jua bukakan jendela
: biarlah gemuruh ini jadi samuderaMu
akan kutenggelamkan tubuhku di palungnya!
Ngawi
ZIKIR MATAHARI
matahari itu membakar roh
udara berapi membutakan mata
gelombang dzikir melambungkanku
dalam pusat matahari
gemuruh yang sunyi
menyulut jiwa
membakar fana
meleleh menuju kekalMu
inilah api abadi itu
menghanguskan alpa
membakar lupa
: ini zikir matahari
meranggaskan berhala dalam jiwa.
Ngawi-Surabaya
Tjahjono Widarmanto, Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Meraih gelar sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sedangkan studi Pascasarjananya di bidang Linguistik dan Kesusastraan diselesaikan pada tahun 2006, pernah kuliah di program doktoral Unesa.
Buku puisi terbarunya KITAB IBU dan KISAH HUJAN (2019) Bukunya yang terbit terdahulu: PERBINCANGAN TERAKHIR dengan TUAN GURU (2018), : PERCAKAPAN TAN dan RIWAYAT KULDI PARA PEMUJA SAJAK (2016), YUK NULIS PUISI (2018), PENGANTAR JURNALISTIK; Panduan Penulis dan Jurnalis (2016), MARXISME DAN SUMBANGANNYA TERHADAP TEORI SASTRA: Menuju Pengantar Sosiologi Sastra (2014), SEJARAH YANG MERAMBAT DI TEMBOK-TEMBOK SEKOLAH (2014), MATA AIR DI KARANG RINDU (buku puisi, 2013), MASA DEPAN SASTRA: Mozaik Telaah dan Pengajaran Sastra (2013), DI PUSAT PUSARAN ANGIN (buku puisi, 1997), KUBUR PENYAIR (buku puisi:2002), KITAB KELAHIRAN (buku puisI, 2003), NASIONALISME SASTRA (bunga rampai esai, 2011),dan DRAMA: Pengantar & Penyutradaraannya (2012), UMAYI (buku puisi, 2012).
Beberapa kali menerima penghargaan, baik sebagai guru maupun sastrawan. Di antaranya: Anugerah Lima Buku Puisi Terbaik Tk. Nasional (2016), Anugerah Sastrawan Pendidik dari Pusat Pembinaan Bahasa (2013), Penghargaan Guru Sastra Berdedikasi SeJatim dari Balai Bahasa Jatim,(2014), Pemenang Sayembara Penulisan Buku Pengayaan dari Puskurbuk kategori sastra (2007, 2010, 2012, 2013) Penghargaan Seniman Budayawan Jatim (2003), pemenang harapan LKTI Perkoperasiaan 2008, Pemenang LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra) 2002, 2003, 2005. Juara II Guru Berprestasi se-Jatim (2016), dll
Selain menulis juga bekerja sebagai guru SMA 2 Ngawi dan Dosen di STKIP PGRI Ngawi.