Oleh Syaiful Mustaqim
Saben mampir kulineran di warung, saya biasanya mengamati kotak amal yang tersedia. Saya bungah ketika di warung yang saya ampiri itu menyediakan kotak amal Lazisnu. Sebaliknya, saya merasa susah jika warung yang saya kunjungi dijejer banyak kotak amal tetapi minus kotak koin NU.
Berangkat dari kejadian itu, suatu ketika, saya ketemu dengan pengurus Lazisnu di kampung kelahiran saya di gedung PCNU pada suatu acara. Waktu itu saya tanyakan banyak hal, misalnya terkait gerakan yang sudah dilakukan, program, maupun respon masyarakat. Saat sudah ngobrol ngalor-ngidol, inti dari pembicaraan itu, saya berinisiatif meminta 2 kotak amal (koin NU). Setelah pertemuan tersebut selang beberapa hari kotak amal yang saya request diantarkan ke rumah orang tua.
Setelah menerima ke dua kotak tersebut, saya taruh di dua toko. Satu, di toko yang saya kelola. Kedua, di toko yang dikelola bapak saya. Tentu, sebelum saya taruh di toko bapak saya izin terlebih dahulu. Karena kebetulan bapak hanya warga NU kultural bukan struktural jadi belum pernah jadi pengurus NU di desa. Dan, Alhamdulillah diperbolehkan setelah saya sampaikan maksud dan tujuan.
- Iklan -
Dari Keluarga
Menggerakkan kesadaran warga nahdliyin utamanya untuk memasukkan uang recehan di koin NU bukan perkara yang mudah, apabila jika mengisi kotak itu harian atau katakanlah rutin. Sehingga kesadaran untuk beramal tersebut perlu dimulai dari lingkup keluarga.
Semenjak kedua kotak itu berada di toko, saya memang tidak berharap banyak kepada pembeli memasukkan uang recehannya atau ribuannya ke kotak. Tetapi dengan adanya kotak tersebut kesadaran untuk memasukkan koin semakin meningkat.
Saya sepakat dengan istilah gerakan koin NU. Sehingga setiap saya jajan di warung, uang recehan hasil kembalian itulah yang saya masukkan ke dalam kotak. Di samping itu saya meminta kotak kepada pengurus Lazisnu desa sejatinya mengajak keluarga untuk ikut mengisi di dalamnya meski saya taruh di toko.
Sampai saat ini yang kerap mengisi saya pribadi, dan bapak. Karena jika di kotak sudah terisi biasanya menggerakkan juga para pembeli untuk ikut mengisinya. Itu salah satu strategi.
Gerakan yang saya lakukan bersama keluarga ini memang tidak perlu menunggu pengurus narik koin. Tetapi setiap sudah ngumpul lumayan saya hitung dan saya setorkan kepada pengurus. Sudah tiga kali saya setor. Setoran pertama Rp800.000, setoran kedua Rp300.000, dan setoran ketiga yang baru saya serahkan Sabtu, 18/4/2020 sejumlah Rp234.500.
Satu Keluarga Satu Koin NU
Gerakan Koin NU Nusantara Menuju NU Mandiri bermula dari PCNU Sragen melalui NU Care – Lazisnu Sragen pada akhir 2015 lalu. Gerakannya dilakukan dengan bentuk menaruh kotak yang ditaruh rumah-rumah warga NU. Tujuan dari harakah (gerakan) tersebut adalah mewujudkan kemandirian pada tubuh NU sehingga program-program NU berjalan dengan baik dan kemandirian pun juga terbangun.
Sebagaimana dilansir dari situs resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), nu.or.id 4 Desember 2017 ada beberapa hal yang menarik dari gagasan yang dirintis PCNU bersama NU Care – Lazisnu Sragen itu. Pertama, profesional dalam pengelolaan. NU Care – Lazisnu dari tingkat cabang, MWC, dan ranting sudah dikelola secara profesional dengan undang-undang zakat. Selain itu juga sudah terbentuk unit pelayanan zakat, infak, sedekah Lazisnu di tingkat MWC maupun Ranting.
Kedua, Sistem yang menarik. Saat mengisi koin NU ada anjuran disertai niat. “Ya Allah melalui infak ini semoga bisa naik haji,” begitu salah satu misal doa yang tertuang dalam wawancara khusus di situs PBNU tersebut.
Ketiga, koin tidak diberikan tetapi atas permintaan masyarakat. Dua tahun setelah gerakan dirintis sudah ada sejumlah 41 ribu kotak yang terdistribusikan meski belum secara keseluruhan. Dengan memberlakukan hal tersebut akan tumbuh kesadaran dengan sendirinya. Saat ini kotak koin semakin berkembang, satu rumah bisa terdiri lebih dari satu kotak yakni suami, istri, dan anak punya kotak sendiri-sendiri.
Keempat, jangan meremehkan hal yang kecil, recehan. Dua tahun NU Care – Lazisnu Sragen menggerakkan 41 ribu koin NU bisa mengumpulkan Rp5.200.000.000 (lima miliar dua ratus juta). Hasil donasi tersebut kemudian digunakan untuk membangun gedung NU, sarana penddikan, beasiswa anak-anak Ma’arif kurang mampu, santunan fakir miskin, yatim piatu, penyediaan bus untuk jasa travel dan lain sebagainya.
Sekarang, gerakan koin NU sudah menjalar ke seluruh Indonesia bahkan dunia. Tiap kabupaten tentu memiliki gerakan dan program yang berbeda-beda. Gerakan itu bisa massif karena ada yang memulai yakni NU Care – Lazisnu Sragen. Nah, agar gerakan koin NU semakin massif berikut yang bisa dilaksanakan pengurus Lazisnu utamanya di lingkup ranting.
Pertama, distribusi koin bagi yang belum mendapatkan. Warga NU di kampung atau di naungan ranting perlu didata dan dibagikan koin. Adapun yang belum menerima bisa dengan kesasaran sendiri untuk meminta kepada pengurus.
Kedua, sistem pengambilan koin harus jelas. Apakah diambil sepekan sekali, dua minggu atau sebulan sekali plus tanggal pengambilan. Sehingga memudahkan warga NU untuk mengambilnya. Ingat kita jangan sampai kalah, penulis sering melihat petugas kotak amal dari kelompok lain aktif mengambil hasil koin di warung-warung yang dititipi kotaknya.
Ketiga, transparansi. Sebagai lembaga filantropi yang lahir dan berdiri dari amanat Muktamar NU ke-31 di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah tahun 2004 silam Lazisnu harus mengedepankan transparansi. Pemasukan atau hasil koin perlu dishare di media sosial, dipaparkan dalam majelis Lailatul Ijtima’ dan perkumpulan rutin NU lain serta penggunaan dana sosial tersebut.
Keempat, program utama dan insidental. Selain Lazisnu memiliki program unggulan yang sudah diprogramkan juga perlu merancang program yang sesuai dengan kondisi kekinian. Jika saat ini masih berada di musim pandemi, maka pengurus Lazisnu jangan sampai ketinggalan program dengan lembaga filantropi yang lain missal turut serta dengan edukasi pencegahan Covid-19, bagi-bagi masker, membagikan uang tunai, sembako, dan sebagainya.
Dan, kelima, pentingnya publikasi. Agar program Lazisnu itu mengena maka perlu gerakan-gerakan filantropi NU perlu dipublish di media cetak, online, elektronik, maupun beragam media sosial yang ada. Tujuannya agar menginspirasi NU Care – Lazisnu di daerah yang lain untuk ikut bergerak.
Karena itu, dimulai dari keluarga/ warga NU sudah sepatutnya kita memiliki kesadaran untuk menyalurkan zakat, infak, dan sedekah lewat NU Care – Lazisnu. (*)
– Penulis adalah warga nahdliyin, tinggal di Jepara.