Oleh Laila Salma
Korupsi di Indonesia sudah mengakar sejah dahulu, lebih tepatnya sejak zaman pra kemerdekaan yakni sejak Indonesia masih menjadi negara dengan beragam kerajaan. Dikatakan bahwa sejarah adalah guru yang terbaik disini bermakna bahwa adanya sejarah nenek moyang yang sejak dahulu kala telah mengenal korupsi sehingga mengakar hingga zaman kini. Budaya korupsi telah ada dan terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Majapahit hingga masa kerajaan Demak. Lalu korupsi sendiri berkembang pada masa pra kemerdekaan menuju masa kemerdekaan, yang berlanjut mengakar hingga era reformasi kini. Korupsi merupakan virus yang tengah menggerogoti tubuh bangsa Indonesia.
Dalam berbagai literasi dan narasi yang diagungkan, sesungguhnya korupsi merupakan konotasi terhadap sesuatu perbuatan yang dianggap rusak, busuk, tidak bermoral dan tidak jujur sehingga korupsi ini dianggap sebagi perbuatan yang melanggar moral kemanusiaan. Dalam kitab Al-Bayan yang membahas ushul fiqih dijelaskan bahwa maqosidu syar’i atau tujuan-tujuan dari adanya syari’at Islam adalah hifdzu din, hifdzu aql, hifdzu nasl, hifdzu nafsi dan hifdzul mal. Hifdzu din adalah menjaga agama yakni adanya syariat adalah untuk melaksanakan apa yang dperintah oeh agama, seperti solat, puasa dan lain-lain.
Sedangkan hifdzu aql yakni menjaga akal adalah dengan menghindari perkara-perkara yang dapat merusak akal diantaranya adalah minum minuman keras, menonton video yang tidak senonoh dan lain-lain. Sedangkan hifdzu nasl yakni menjaga keturunan adalah dengan cara menghindari zina dan perkara-perkara yang dapat merusak nasab atau keturunan. Kemudian hifdzu nafsi atau menjaga diri yakni dengan adanya pidana pelanggar-pelanggar hukum missal membunuh, melukai dan lain-lain. Kemudian hifzul mall yakni menjaga harta benda seperti larangan mencuri dan adanya pidana bagi pelakunya, larangan mengambil harta yang bukan menjadi hak nya, larangan melakukan korupsi dan pidana bagi pelakunnya, sehingga pelaksanaan syareat dapat sesuai dan tepat dengan tuntutan hukum Islam.
- Iklan -
Akhir-akhir ini virus Covid-19 terus menghatui berbagi belahan bumi termasuk salah satunya di Indonesia. Meskipun demikian Indonesia yang terkenal dengan negerinya yang mempunyai iklim tropis ini ada virus lain yang lebih membahayakan yakni demam berdarah, infeksi saluran pernafasan akut hingga H5NI atau virus flu burung dan nyatanya virus-virus ini sudah mampu direduksi perkembangannya oleh pemerintah dan badan penanggulangan penyakit (badan kesehatan), namun virus yang hampir berabad ini belum mampu ditanggulangi oleh pemerintah bahkan justru semakin mencabang merambah kemana-mana seperti halnya parasit.
Meskipun pemerintah telah mendirikan badan khusus yang menangani virus ini namun virus ini saat ini terus merebak ke berbagai lini masyarakat. Bukan hanya di pemerintah yang berada di pusat bahkan kini telah berada di daerah-daerah yang notabennya adalah daerah terpencil yang jauh dari peradaban teknologi milenial. Virus ini adalah virus korupsi yang mematikan sendi-sendi bangsa bisa dalam segi ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan budaya. Sehingga angka hutang negeri terhadap luar negeri grafiknya akan semakin meningkat signifikan. Dan angka pembangunan daerah pun akan semakin merosot baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Korupsi merupakan antinomi dari kejujuran dan moral.
Dalam konsep filsafat agama menekankan bahwa semua agama memiliki kesamaan persepsi dalam memandang korupsi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan. Islam mengutuk setiap tindakan dan perilaku koruptif dan menekankan arti pentingnya ilmu pengetahuan dalam membentuk karakteristik yang berakhlak mulia. Iqra’ sebagai kunci awal (wahyu yang pertama turun) yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk membuka cakrawala yang integratif antara intelektual dan spriritual. Kedua hal tersebut bertimbal balik membetuk paradigma bernama moralitas. Jadi hakikat ilmu pengetahuan seharusnya tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai spiritualitas yang akan membentuk jiwa-jiwa manusia yang bermoral.
Di sinilah peran dunia pendidikan dalam membangun formula yang tepat bagi perkembangan intelektualitas dan moralitas bangsa ke arah yang lebih baik. Namun, pendidikan hari ini di Indonesia masih berfokus pada pengembangan daya intelektualitas, yakni ilmu-ilmu yang sifatnya saintifik. Memang sudah tepat jika itu ditujukan untuk membangun peradaban bangsa yang lebih maju. Akan tetapi, membangun peradaban tidak cukup hanya dengan menguasai numerik dan ilmu-ilmu yang saintifik, karena para koruptor yang ditangkap bukanlah orang-orang yang berpendidikan rendah.
Dapat dilihat dari beragam jenjang pendidikan mereka yang tidak tanggung-tanggung bahwa mereka ini adalah lulusan universitas akutansi ternama di Indonesia yang menjadi milik pemerintah sehingga lulusannya langsung bisa menjadi anak emas Indonesia yang bernama ASN (Aparatur Sipil Negara) yang setiap bulannya mendapat anggaran dan tunjangan yang semakin bertambah, bahkan hari liburnya pun dihitung sebagai hari kerja sehingga tetap mendapat biaya tunjangan. Namun realitanya mereka tidak cukup dengan tunjangan-tunjangaan mereka semakin membabi buta mencari tambahan tunjangan melalui dana-dana yang dianggapnya boleh digunakan sebagi tujnangan namun sejatinya adalah milik rakyat. Oleh karena itu, dibutuhkan integrasi nilai-nilai keagamaan ke dalam dunia pendidikan untuk membangun peradaban yang beradab bukan hanya peradaban yang menggunggulkan teknologi keilmuan tanpa mempertimbangan adab dalam peradaban.
Pendidikan Agama Islam baik secara langsung maupun tidak langsung terus mencoba menginternalisasi kepada peserta didik agar menghindari tindak korupsi. setidaknya ada sembilan nilai-nilai anti korupsi yang dapat ditanamkan kepada generasi bangsa, yaitu nilai kejujuran, nilai kepedulian, nilai kemandirian, nilai kedisiplinan, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai kesederhanaan, nilai keberanian dan nilai keadilan.
Nilai-nilai tersebut di atas bukanlah nilai-nilai yang sudah final atau tidaklah limitatif, melainkan fleksibel, sehingga dimungkinkan bagi adanya tambahan-tambahan kualifikasi dari nilai-nilai anti korupsi. Pola pencegahan tindak pidana korupsi melalui pendidikan dianggap sebagian besar kalangan jauh lebih efektif. Hal ini dikarenakan pendidikan sejak awal merupakan usaha doktrinasi nilai-nilai moralitas dan sikap mental yang diintegrasikan dengan nilai-nilai keagamaan. Jika sejak awal bibit-bibit anti korupsi ditanamkan kepada peserta didik, maka sikap resistensi terhadap perilaku koruptif akan semakin menguat dan memperkuat gerakan perlawanan terhadap korupsi
Sebagai seorang pendidik ada beragam upaya yang harus dilakukan misal dari penulis sendiri yang notabennya adalah pengajar di salah satu pesantren di kota Temanggung, yang pertama adalah melalui tekstual dengan pemberian pengarahan dan penjelasan mengenai menegapa korupsi diharamkan, mengapa korupsi itu berbaya dan lain-lain melalui berbgai pendapat pakar dan kitab serta buku kajian dalam pesantren. Selanjutnya melalui kontekstual atau mealui penerapan salah satu contohnya adlah melalui kantin kejujuran dan hasilnya untuk mengukur seberapa tingkat kejujuran seorang santri dari kantin tersebut, dan hal ini melatih agar santri dapat bertindak jujur tanpa adanya intervensi dari manapun karna sejatinya Tuhan melihat dan mengetahui setiap gerak gerik manusia. Namun ketika pada akhirnya masih ada saja tindakan korupsi ini meskipun setiap pendidik sudah berusaha dengan sangat maka kewajiban kita pada akhirnya adalah pasrah kepada Allah SWT karena yang mampu memberikan hidayah hanyalah Allah saja.
-Penulis adalah santri Pondok Pesantren Miftakhurrosyidin, Cekelan, Madureso, dan mahasiswi Prodi PAI Temanggung