Oleh Laeli Zzakiyah
Pandemi wabah corona yang saat ini terjadi di dunia wabil khusus Indonesia ini sangat meresahkan masyarakat. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa kita tak lagi berperang dengan hal yang terlihat namun dengan musuh yang tak terlihat atau tak kasat mata.
Adapun himbauan pemerintah agar kita menghindari ruang publik yang melarang melibatkan banyak orang entah itu perkumpulan atau apapun, atau biasa dikenal dengan social distancing dikumandangkan ke seluruh negeri ini.
Namun dalam hal ini banyak menimbulkan kesalahpahaman yang fatal bagi masyarakat khususnya umat muslim. Padahal, jika kita tarik benang merahnya hal ini sangat sederhana yang tak lain tak bukan untuk meminimalisir meluasnya wabah covid-19 yang kecil namun penyebaran nya sangat cepat.
- Iklan -
Keputusan pemerintah atas himbauan tersebut sangat merugikan bagi semuanya, terutama negara Indonesia yang mayoritas umatnya beragama islam. Kebijakan social distancing yang sudah ditetapkan pemerintah dan ulama tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan oleh umat muslim, terutama dari sisi keagamaan. Dimana kebijakan tersebut akan memberikan banyak syarat dan perubahan dalam ritual keagamaan.
Sedangkan dalam agama islam banyak sekali ritual keagamaan yang melibatkan banyak orang, seperti sholat jamaah, Istighosah, majelis taklim dan lainnya.
Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar rapat online yang membahas terkait social distancing yang berupaya meminimalisir perjumpaan secara fisik atau langsung guna mengurangi penyebaran virus covid-19.
Rapat yang diselenggarakan ini membahas pelbagai masalah keagamaan, diantaranya produk pangan halal dan tindak lanjut fatwa tentang pelaksanaan ibadah di tengah Pandemi wabah covid-19.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI saat rapat online pada hari rabu, 18 maret 2020 menjelaskan bahwa adanya masalah penting yang dibahas oleh komisi fatwa. Namun kendati demikian mereka tetap concern untuk mencegah peredaran virus covid-19 dengan meminimalisir pergerakan keluar.
Di sisi lain keresahan umat muslim yang belum reda karna himbauan pemerintah dibuat melejit juga sangat terlihat setelah adanya jumhur ulama atau kesepakatan ulama tentang adanya keputusan ditiadakannya sholat jamaah, sholat jumat dan lainnya dan diganti dengan sholat munfarid dirumah.
Namun banyak umat muslim yang acuh dan tidak tunduk terhadap keputusan pemerintah, pihak berwajib bahkan ulama. Mereka tak peduli bahkan cenderung santai dengan himbauan pemerintah atau keputusan MUI dan berdalih bahwa seolah wabah ini hanya ujian dari allah saja.
Belakangan ini banyak sekali akun tweet yang membandingkan wabah corona ini dengan bencana alam seperti tsunami di Aceh. Tsunami di Aceh memang banyak menimbulkan pertanyaan tentang adanya hal yang diluar nalar manusia, mereka semata-mata menjustifikasikan bahwa masjid adalah tempat yang aman dari segala bahaya karena melihat kejadian pada bencana alam yang dialami di Aceh tersebut.
Berkenalan dengan Social Distancing
Lalu bagaimana dengan adanya social distance ini bagi umat muslim? Hal ini menjadi pertanyaan yang selalu memenuhi otak setiap umat muslim di Indonesia.
Menurut penulis hal ini memang selayaknya harus dipatuhi, karna mengingat adanya hal yang banyak disalahfahami oleh masyarakat terutama muslim. Banyak khalayak yang menganggap ini adalah ujian dari allah, ini adalah musuh (setan) yang berusaha menjauhkan kita dari ibadah, ini adalah hal yang bla bla bla. Oke, sekarang kita berfikir logika, seandainya masyarakat baik muslim atau tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri bahkan orang lain seperti tetap bersikukuh melaksanakan ibadah di masjid atau tempat ibadah lainnya padahal daerah itu sudah di label zona merah. Lalu bagaimana nasib yang lain jika terkena virus tersebut?. Alhasil dari semua jemaah pasti terkena virus tersebut, okelah jika kekebalan tubuh mereka kuat. Lah kalau tidak? Bisa mati semua dong umat muslim atau lainnya itu?
Dengan adanya social distance ini kita terutama sebagai generasi intelek harus bisa melek juga dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Kita harus benar-benar mengkaji bagaimana penyebaran virus tersebut, bagaimana cara menangani virus tersebut, dan sebagiannya, jika kita memang memegang kuat apa yang sudah menjadi keinginan kita untuk melakukan hal yang acuh terhadap himbauan pemerintah atau keputusan MUI.
Belajar dari Sejarah
Jika kita melirik sejarah, wabah yang sedang dialami oleh seluruh dunia ini merupakan wabah yang sudah ada sejak masa kanjeng nabi Muhammad SAW. Bahkan wabah ini sudah pernah terjadi sebelum Nabi Muhammad diutus, yaitu pada zaman Bani Israil yang sering disebut wabah tho’un.
Lalu pertanyaannya, apakah covid-19 ini bisa dinamakan tho’un? Melihat definisi para pakar kedokteran penyakit yang dialami sekarang tidak bisa disebut tho’un. Akan tetapi wabah ini memiliki kesamaan yaitu sangat mematikan dan cepat menyebar.
Dalam kitab al-isya’ah li asyrot alsa’ah yang ditulis oleh al-Allamah Muhammad al-Husaini (1040 H. -1103 H.) disebutkan bahwasanya penyakit tho’un yang paling berbahaya dalam islam ada lima, yaitu ; Pertama Tho’un pada masa Nabi Muhammad SAW yang disebut dengan tho’un syirawaih. Kedua, tho’un pada masa Umar bin khottob. Ketiga, tho’un terjadi ketika pada masa Ibnu Zubair. Keempat, tho’un yang terjadi pada tahun 87 H. Dan kelima, tho’un al-asyraf.
Dalam sepanjang sejarah terjadinnya wabah tho’un ini paling dahsyat terjadi ketika zamannya Kholifah Umar bin Khottob pada tahun 17 H. Dalam kasus ini terbilang 25 ribu nyawa umat muslim meinggal dunia. Adapun sahabat yang meninggal disebabkan penyakit tersebut diantaranya; Abu Ubaidah bin jarrah, Mu’adz bin jabal, al-Harits bin hisyam, Abu jandal dan sebagainya.
Lalu jika dikaitkan lagi dengan wabah corona yang sekarang terjadi serta himbauan pemerintah dan keputusan MUI tentang adanya social distancing ini apakah bisa dibenarkan?
Berikut adalah hadist terkait penyakit wabah yang pernah dialami pada zaman Rosululloh SAW.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau berkata: “Jika kalian mendengar adanya tha’un di suatu daerah, maka jangan memasuki daerah tersebut; dan ketika kalian berada di dalamnya (daerah yang terkena tha’un), maka jangan keluar dari daerah tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits diatas sangat jelas akan himbauan dari Nabi Muhammad SAW bagi umat muslim untuk waspada terhadap peyakit tho’un atau wabah yang menular tersebut. Himbauan tersebut tidak hanya sekadar omong kosong belaka, akan tetapi Nabi sangat melarang umatnya untuk mendekati ketika ada area yang terkena penyakit tho’un.
Jadi adanya social distancing ini menurut penulis sangatlah cocok untuk menindak lanjut terkait wabah yang sekarang dialami oleh seluruh belahan dunia. Kita dianjurkan untuk selalu waspada akan sesuatu hal yang membahayakan diri kita. Terlebih adanya keputusan dari pemerintah dan MUI ini. Karena pada saat terjadinya wabah tho’un segala kegiatan yang bersifat masa semuanya juga ditutup.
Ibnu Hajar juga menceritakan bahwasanya pada tahun 833 H. Di mesir terjadi wabah tho’un, pemimpin mereka berinisiatif untuk mengadakan do’a bersama seluruh masyarakat mesir, setelah satu bulan kemudian, tiap satu hari tidak kurang dari 1000 orang wafat dikarenakan dalam majelis tersebut ada orang yang terkena wabah dan akhirnya menular.
Oleh karena itu, kita sebagai orang awam yang tidak terlalu paham dengan ilmu kedokteran pada intinya lebih baik patuh akan kebijakan pemerintah. Terlebih kita tidak menyangkutkan wabah ini dengan musibah apapun, apalagi sampai berkata covid-19 adalah tentara allah yang akan menghancurkan orang kafir dan lain sebagiannya. Kita juga selalu diajarkan oleh para ulama kita bahwasanya “dahulu setiap kali ada musibah dimanapun, para ulama merasa itu adalah adzab dari dosa yang telah mereka lakukan”. Maka dari itu kita juga harus selalu intropeksi diri, berbenah diri, sabar, dan selalu berdoa agar Allah segera mengangkat wabah ini. Amin/
-Penulis adalah santri Ponpes Almahrusiyah Lirboyo Kediri