Oleh: Al-Mahfud
Sejarah kejayaan masa silam selalu menggoda untuk dikenang. Terlebih, ketika orang merasa hidupnya saat ini dibelenggu berbagai macam himpitan dan kesulitan. Ketika kejayaan dan kemakmuran hidup masa silam terus dinarasikan, diangankan, sembari dibandingkan dengan keadaan hidup seseorang secara pribadi—yang sedang dalam kesusahan, maka bakal mudah terbangun kerinduan semu yang membuat orang kehilangan nalar kritisnya. Akhirnya, orang tersebut gampang terjerumus bujuk rayu gerakan, perkumpulan, atau kelompok tak bertanggung jawab.
Banyaknya orang yang bergabung dengan perkumpulan atau kerajaan fiktif seperti Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire yang heboh beberapa waktu lalu menggambarkan hal tersebut. Kita tahu, bangsa Indonesia punya sejarah panjang tentang kejayaan masa kerajaan. Misalnya masa kerajaan Majapahit, Sriwijaya, hingga Mataram. Kerajaan-kerajaan besar tersebut pernah berjaya di masanya dan menjadi bukti hebatnya peradaban masyarakat Nusantara di masa lalu.
Sebagian masyarakat kita mungkin masih begitu lekat dengan budaya dan tradisi sisa-sisa kerajaan tersebut, atau bahkan mungkin masih mendambakan keagungan peradaban di masa lalu tersebut. Sayangnya, kecenderungan tersebut kadang tanpa diiringi nalar kritis, sehingga “kerinduan” terhadap kejayaan masa silam tersebut menjadi mudah dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk mendulang keuntungan atau motif-motif menyebarkan ideologi tertentu.
- Iklan -
Kita juga bisa melihatnya dalam fenomena gerakan kelompok ekstremis atau radikalisme agama (Islam) penganut ideologi politik khilafah. Dalam pola dokrin yang mereka gunakan untuk “mencuci otak” orang yang akan direkrut, misalnya, kerap kali cara yang digunakan pertama-tama adalah dengan membangkitkan nostalgia kejayaan Islam di era kekhalifahan. Mereka meyakinkan bahwa untuk mengembalikan masa kejayaan tersebut, segalanya harus ditata seperti zaman tersebut, termasuk mengembalikan sistem negara khilafah. Sehingga orang harus berjuang untuk kembali menegakkan hal tersebut, termasuk jika harus angkat senjata dan berperang.
Untuk Keadaban Bangsa
Sejarah selalu menyimpan hikmah. Begitu pula dengan sejarah kegemilangan zaman kerajaan di Nusantara. Dari sejarah, kita belajar untuk berbenah. Namun, kita tidak bisa begitu saja mencomot kondisi atau apa-apa yang terjadi di masa lalu untuk dijalankan di masa sekarang. Di samping zaman sudah jauh berubah dan berkembang, sejarah pada dasarnya tak selalu hitam putih. Akan selalu ada sisi-sisi lain dalam sejarah yang mungkin selama ini luput kita ketahui, sehingga kita mesti lebih bijak untuk memaknainya. Artinya, segemilang apa pun suatu zaman, tidak menutup kemungkinan di dalamnya tetap menyimpan berbagai kekurangan.
Cara bijak untuk menyikapi sejarah kejayaan di masa lalu adalah dengan mengambil semangat atau spirit untuk membangun kemajuan dan keadaban bangsa di saat ini dan di masa depan. Semangat tersebut penting untuk menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri, bahwa di masa lalu, kita pernah berjaya dan memiliki peradaban yang besar. Sehingga, menjadi sangat mungkin jika di masa sekarang dan di masa depan, kita pun bisa menuju kemajuan dan membangun peradaban yang besar pula, tentu dengan konteks zaman yang sudah berbeda. Melihat kejayaan di masa silam, kita ambil percikan semangatnya, nyala optimismenya, untuk dijadikan pemantik spirit membangun kemajuan dan keadaban bangsa.
Misalnya, dalam konteks sejarah kejayaan masa kerajaan Nusantara, kita bisa belajar tentang nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, persatuan, hingga keselarasan hidup bersama alam yang dijunjung tinggi oleh masyarakat di zaman dahulu. Untuk kembali menanamkan dan menguatkan nilai-nilai positif tersebut, kita tak harus kembali ke masa kerajaan; mengangkat seorang raja dan berdandan laiknya prajurit kerajaan. Nilai-nilai tersebut bisa kita tanamkan dan kembangkan di tengah kehidupan demokrasi kita sebagai sebuah bangsa dan negara, dalam rangka membangun keadaban dan kemajuan bersama.
Kemudian, terkait nostalgia kejayaan Islam yang terus dimanfaatkan kelompok radikalisme penganut ideologi politik khilafah dalam melakukan perekrutan, sebenarnya kita bisa menjadikan sejarah kejayaan Islam di awal Abad Pertengahan tersebut sebagai renungan dan refleksi untuk memajukan dunia Islam di masa sekarang dan di masa depan. Berbagai kemajuan peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, seni, kedokteran, dan sebagainya, semua bisa kita jadikan pelajaran berharga tentang bagaimana membangun umat agar maju, makmur, sejahtera, dan berperadaban.
Salah satu nilai dan hikmah yang bisa dipetik dari masa kejayaan Islam misalnya, bahwa kemajuan suatu umat atau bangsa akan sulit tercapai tanpa adanya keluasan akal dan ilmu pengetahuan yang terus dikembangkan. Artinya, antara agama dan ilmu pengetahuan dipandang sebagai satu kesatuan yang berjalan beriringan. Semangat beragama melandasi semangat membangun peradaban. Untuk bisa menjalankan peran sebagai khalifah fil ard yang memakmurkan bumi, manusia mesti mengembangkan potensi akal dan ilmu pengetahuannya. Dari sanalah, kejayaan, kemakmuran, dan peradaban tercipta.
Setiap zaman memiliki karakter dan tantangan masing-masing. Kita tak bisa begitu saja tergiur untuk kembali ke masa lalu dengan cara menghadirkan berbagai artafek lama di masa sekarang. Sejarah bukanlah barang yang bisa ditempelkan di mana saja. Sejarah juga bukan makanan yang bisa ditelan begitu saja. Sejarah adalah kisah dan cerita yang kadang penuh dinamika, sehingga mesti kita kunyah, kita analisa, kita cerap sari-sarinya, untuk kita temukan makna dan hikmahnya sebagai pelajaran berharga untuk membangun peradaban dan menuju kemajuan bangsa.
-Al-Mahfud, penulis, bergiat di Paradigma Institute.Menulis artikel, esai, dan ulasan buku di berbagai media.