Oleh M. Dalhar
Virus Corona atau (Covid-19) mulai meresahkan. Dampaknya berpengaruh besar pada tatanan sosial masyarakat. Melalui instruksi Gubernur Jawa Tengah, lembaga pendidikan diimbau untuk meliburkan kegiatan belajar mengajar di kelas selama 14 hari ke depan. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari menjaga jarak (social distancing) yang diharapkan dapat menekan penyebaran virus yang mematikan tersebut.
Sampai 18 Maret 2020, jumlah positif yang terkena virus 227 orang. 197 dalam perawatan, 11 orang sembuh, dan 19 orang meninggal (kawalcovid19.id). Jumlah tersebut masih dinamis sesuai dengan situasi yang berkembang di masyarakat. Sebelumnya Presiden Jokowi mengimbau agar masyarakat bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Himbauan tersebut direspons dengan cepat oleh beragama oleh kalangan, tidak terkecuali lembaga pendidikan.
Madrasah yang berada di bawah naunagan Kementerian Agama (Kemenag) juga merespons himbauan dari pemerintah dengan meliburkan pembelajaran di kelas. Sebenarnya bukan libur dalam arti yang sesungguhnya, tetapi hanya kegiatan belajar mengajar tidak dilakukan di kelas melainkan di rumah masing-masing. Proses pembelajaran digantikan secara daring atau online di rumah. Inilah yang perlu disampaikan kepada siswa agar tetap belajar selama 14 hari yang sudah ditentukan.
- Iklan -
Penentuan waktu 14 hari bukan tanpa alasan. Waktu tersebut adalah masa yang diperlukan untuk mencegah sekaligus mengidentifikasi siswa tertular virus atau tidak. Maknanya, jika selama waktu tersebut kondisi siswa baik-baik saja dapat dikatakan sehat. Dengan catatan tidak melakukan kegiatan di luar lingkungan atau luar kota yang mengakibatkan tertular virus. Inilah maksud dari menjaga jarak (social distancing) yang sedang dijalankan pemerintah. Masa 14 hari adalah masa minimal untuk identifikasi gejala virus. Dan bukan tidak mungkin waktu tersebut dapat diperpanjang karena ketidakpatuhan siswa menjalani “karantina” proses belajar di rumah.
Hal inilah yang perlu disampaikan kepada siswa agar tidak secara sepihak memaknai waktu 14 hari adalah libur sebagaiman biasanya. Bebas beraktivitas atau berpergian untuk berwisata misalnya. Bukan itu maksudnya.
Waktu tersebut dapat dimaksimalkan untuk belajar secara online dengan tugas yang diberikan. Ada juga sejumlah fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah sebagai bahan belajar di rumah secara gratis. Materinya dengan mudah dapat diakses melalui smartphone. Materinya dinilai cukup untuk menggantikan perjumpaan di kelas. Ibaratnya, tiada rotan akar pun jadi.
Kegiatan Positif
Seberapa efektifkah belajar di rumah bagi siswa tanpa pendampingan guru? Tentu jawabannya beragam dan sangat situasional. Bukan bermaksud menggeneralisir, akan tetapi dapat ditebak hasilnya tidak dapat berjalan maksimal. Terlebih lagi bagi sekolah yang belum terbiasa menggunakan media online dalam sistem pembelajaran.
Jawaban penulis didukung sejumlah bukti. Dalam sebuah acara perkumpulan – di desa penulis maupun luar– banyak orang yang menilai kebijakan libur sekolah akibat Corona banyak digunakan anak-anak sekolah untuk keluar rumah, bermain. Meski tidak secara persis menyebutkan jumlah, tetapi kekhawatiran penulis terbukti. Sosialisasi yang diberikan oleh pihak sekolah tidak sepenuhnya diindahkan.
Di samping itu, madrasah dengan fasilitas yang terbatas, juga dengan kondisi siswa yang belum semuanya memiliki media pembelajaran online, pembelajaran daring adalah sebuah permasalahan. Artinya, tidak perlu semuanya harus mengikuti proses pembelajaran secara daring – baik menggunakan whastapp, google classroom, atau aplikasi lainnya. Ada tugas-tugas yang sifatnya adalah edukatif dapat diberikan kepada siswa. Atau tugas-tugas yang tidak selalu berkaitan dengan pelajaran. Misalnya menghafal, mengaji, menulis, membaca buku yang diminati; novel, cerpen, sejarah, atau berkegiatan di rumah yang produktif: membantu orangtua, berkebun, dan masih banyak lainnya. Singkatnya, ada banyak kegiatan positif yang dapat dilakukan di rumah selama 14 hari.
Pembelajaran daring atau pemberian tugas adalah upaya untuk terus belajar dalam situasi yang tidak diharapkan. Dengan kata lain, belajar harus tetap dilakukan dalam kondisi apapun. Kondisi yang terjadi bukan bermaksud menjadikan siswa teraleniasi dengan adanya kebijakan social distance, tetapi hanya untuk sementara waktu guna memastikan terputusnya persebaran virus di negeri ini.
–Penulis adalah Alumnus Pesantren Kulon Banon Pati