APHOLOGI HUJAN
Dalam hujan, aku menjajakan kesepian. Sebab tak ada lagi tempat untukku bersandar. Semenjak matahari sungsang dan mengecupkan tanda silang. Pada dadaku yang sempal
Dalam hujan, kenangan silih ganti tandang. Menuang rindu purba pada wajah ayah ibu. Juga basah kembang sepatu. Sebab tiada lagi pelukan, saat badai menghempaskan
Maka pahami, bila kadang ku pilh sembunyi. Menikmati dingin dengan doa tak henti takzim
Sepanjang hujan, aku temui gelisah. Detik-detik mengintip pongah. Serupa jalinan cinta berkali-kali kalah. Aku gagal merumuskan januari dengan tabah. Sementara usia bertambah.
Sementara hati diam-diam patah
Solo, 2020
: Sajak ini di musikalisasikan saat “Festival Hujan” 12 januari 2020 . Merupakan gubahan dari ‘Jembatan campuhan’ yang di tambal sulam demi undangan perform. (Seruni Unie)
LOKAJAYA KEDAI
: bersama Is
1/
Bukan sebab nasi bungkus, kopi dan gorengan berbincang malam itu. Tapi khilaf perhatianmu. Tergeletak di bangku panjang dan ku nikmati spontan. Dengan degup nanar
Di kursi bulat, 2 waktu rokaat meloncat. Masuk ke dalam air mineral, menandai malam kian ndugal. Memaki cemas sate kikil juga sepotong mimpi yang cuwil, pada jantung perempuan
2/
Bukan pula karena wedang mondo, dada ini kacau. Namun sungkan menyambangi. Mengajak henti main spekulasi. Cukup kepada tahu susur, wangi pertemuan aku campur. Ke dalam semangkok mie. Agar saat kilometer menjulur, pagi tak menyisakan elegi
Pula tak ada kaitan nasi bungkus dan jejak sepatu. Hanya renyah sapamu, membuat langkah ingin berwudhu. Takluk sementara. Di kepung witir rasa
3/
Kepadamu, aroma tembalang aku titipkan. Di rangsel hitam. Tempat menasbih doa berulang selama ringkih perjalanan
Solo, Akhir 2019
- Iklan -
PASAR GEDE MENUJU MALAM
1.
Rambut gimbal, tatapan suwung
Adalah jawaban
Atas dekil waktu di garis tangan
Tumpang tindih antara zikir, tawa dan kesedihan
Dari langkah-langkah nggladrah
Pada debu
Ceritamu menderu
Pada sepi, tanpa sungkan kau bernyanyi, menari
Juga bernarasi
Tentang botol bekas dalam karung
Juga keganjilan jiwa yang terus mengaum
2.
Andai kau perkenankan, aku ingin menyelinap ke dalam matamu
Mengusir kesendirian
Sembari menghapus pelanpelan garis lebam saat cinta tak kesampaian
Memeluk takdirmu
Solo, 2019
PEREMPUAN BIARA
Bukan hanya malam
Yang sembunyi di balik kutang
Gairah arloji pun debar almanak
Begitu rapi mendiami lekuk bibir
Bermasmur diri di langkah sakral
Jauh dari aroma adam
Ikhlas di pinang kesepian
Solo, 2012/2020
FRAGMEN
: kepada Angeline
Bersetting kandang ayam, drama kepergianmu berawal … nona kecil.
Di bulan juni, belakang rumah.
Tubuh mungilmu di timbun gundukan tanah.
Dengan luka sekujur sebagai penanda
: episode keji ulah tangan-tangan durjana
Angin pulau dewata anyir
Dunia sontak terisak
Jutaan pemirsa tersedu, menyimak kisah tragismu
Sepilu inikah masa bocah yang kau lewati?
Kekerasan demi kekerasan kau terima
Kau tanggung sendiri pada usia dini
Hingga akhirnya kau benar-benar tutup mata
Membawa sakit segala rupa aniaya
Selamat jalan, nona
Lelaplah dalam rengkuhan semesta
Penuh wangi doa
Solo, 2015
Tentang Penyair
Seruni Unie, penikmat puisi asal solo. Beberapa sajaknya pernah terbit di media. Baik cetak maupun on line. Pula termaktup dalam 60an antologi berjamaah. Sempat terpilih UWRF 2017. Bergiat di sastra pawon.