Oleh KH. Mohamad Muzamil
Mendidik adalah tindakan mulia, tidak hanya untuk membuat peserta didik menjadi lebih baik dan cerdas, namun juga dapat menjadi manusia yang seutuhnya, lahir dan batin. Yang mulia bukan hanya para pendidik, namun juga para peserta didik. Mengapa? Karena pendidikan adalah ikhtiar yang diwajibkan dalam Islam, tidak hanya kepada pendidik, tetapi juga kepada peserta didik.
Setiap orang Islam pada dasarnya adalah pendidik dan sekaligus peserta didik, karena menuntut ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat. Sudah masyhur riwayat yang menyebutkan bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi muslimin dan muslimat, dari ayunan hingga akhir hayat.
Bagaimana pendidikan tersebut harus dilakukan? Sebelum menguraikan masalah ini, sebaiknya kita lihat dulu dalam sejarah pendidikan Islam.
- Iklan -
Setidaknya ada beberapa era atau fase, yakni pendidikan salaf, dan kholaf. Pendidikan salaf adalah pendidikan generasi Sahabat dan keluarganya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, pendidikan kepada tabi’in yang dilakukan oleh para Sahabat dan seterusnya hingga akhir abad ketiga Hijriyah. Fase ini adalah model pendidikan yang ideal, meskipun dengan fasilitas yang terbatas, karena masih adanya Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya, yang mengalami secara langsung perjuangan awal penerimaan dan penyampaian Wahyu melalui Malaikat Jibril As. Setelah Rasulullah wafat kemudian dilakukan para Sahabat kepada para Tabi’in.
Sedangkan pendidikan kholaf adalah pendidikan yang dilakukan mulai abad keempat Hijriyah sampai pada abad keemasan peradaban Islam. Pada masa ini mulai muncul banyak disiplin ilmu keislaman sehingga peradaban mulai berkembang pesat.
Kemudian pasca generasi kholaf, yakni era modern dan post modern saat ini. Pada periode ini justru mengalami anti klimaks, karena didominasi peradaban Neo liberal.
Periodesasi pendidikan Islam tersebut menunjukkan era atau waktu semata, namun spirit atau ruhnya adalah tidak jauh beda, yang meliputi akidah, adab, ilmu-ilmu yang manfaat dan keteladanan.
Karena itu pendidik dan peserta didik akan hidup mulia jika interaksi keduanya disertai dengan adab. Hal ini sangat penting karena tujuan akhir diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlaq.
Setelah adab adalah tentang ilmu-ilmu yang dapat bermanfaat di dalam agama, kehidupan dunia dan akhirat. Kemudian ilmu-ilmu tersebut akan menjadi berkah jika dilakukan ketaatan kepada Alloh dan Utusan-Nya serta Ulil Amri.
Model pendidikan yang demikian indah tersebut merupakan pendidikan yang ideal, lebih-lebih jika disertai niat yang baik, semata-mata mencari ridlo illahi Robbi.
Memang tidak mudah melaksanakan pendidikan yang ideal tersebut, namun dengan tawakkal, berserah diri kepada-Nya, akan merupakan ikhtiar yang dimudahkan-Nya. Hasil akhirnya memang tergantung pada ketentuan qadla dan qadar-Nya, sebagai orang mukmin hanya diwajibkan berikhtiar yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang ada, yang disertai dengan do’a dan kepasrahan kepada Alloh Yang Maha Sempurna.
Oleh karena itu pengelolaan pendidikan Islam harus dilakukan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh, mulai sejak perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Proses ini harus dilakukan bersama diantara warga belajar. Bukan semata-mata oleh pendidik, namun juga peserta didik dan masyarakat sebagai satu kesatuan dalam sistem pendidikan Islam.
Yang tak kalah pentingnya dari semua hal tersebut adalah keikhlasan. Bukankah semua akan rusak kecuali orang yang berilmu, orang yang berilmu juga akan rusak, kecuali orang beramal, orang yang beramal juga akan rusak kecuali yang ikhlas?
Wallahu a’lam.
-Penulis adalah Ketua PWNU Jawa Tengah.