Biodata Buku:
Judul : Allah Tidak Cerewet Seperti Kita
Penyunting : Tofik Pram & Ahmad Najib
Penerbit : Noura Books
Terbit : Maret, 2019
Cetakan : Pertama
Tebal : 240 halaman
ISBN : 978-602-385-812-5
Buku yang berjudul “Allah Tidak Cerewet Seperti Kita” ini merupakan sekumpulan ceramah-ceramah Emha Ainun Nadjib di berbagai majelis-majelis maiyah. Adapun tema-tema yang dipilih buku ini terkait hakikat ajaran islam yang luwes dan tidak menyulitkan yakni ajaran agama yang jauh dari kesan yang ditimbulkan oleh sikap dan perilaku sebagian umat Islam saat kini.
Dalam buku setebal 240 halaman ini, buku diawali kisah unik Cak Nun saat menjadi makmum seorang kiai nyentrik. Berikut penggalan kisahnya. Lagi-lagi sang kiai menggaruk-garuk badannya. Sementara Cak Nun yang menjadi makmum di belakangnya merasa terganggu karena tidak bisa khusuk shalatnya.
Saat shalat bersama sang kiai sepengetahuan Cak Nun sudah berkal-kali tangan sang kiai bergerak-gerak. Di dalam hati kecilnya, ia (Cak Nun) berniat untuk mengulang shalatnya karena tidak yakin shalat kiai itu sah.
- Iklan -
Tiba-tiba tidak disangka usai salam, sang kiai membalikkan badan dan dengan tajam menatap Cak Nun. “Gusti Allah iku ora cerewet koyo kowe.” (Gusti Allah itu tidak cerewet seperti kamu). (hlm. 7)
Dari pengalaman spiritual Cak Nun itulah yang menjadi sumber inspirasi judul buku yang diterbitkan Noura Books ini. Nah, lewat ucapan sang kiai “Allah tidak cerewet seperti kamu” ada dua pesan penting yang bisa ditangkap.
Pertama, sang kiai mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah tidak mempersulit dalam beragama. Di dalam buku ini ada kutipan menarik di tulisan berjudul “Menyepakati Kebenaran Bareng-bareng”.
Allah tidak menagih di luar kemampuanmu, di luar kapasitasmu. Maka tidak penting apakah Anda berenang di lautan yang airnya bernajis. Nilainya tidak terletak bahwa Anda kena najis. Yang lebih penting adalah, apakah Anda terus berenang ke tengah lautan najis atau Anda berenang ke pinggir mencoba menghindarinya. Mungkin sampai mati Anda tidak pernah bisa sampai ke pantai yang bebas najis. Tapi Allah melihat usaha Anda menghindari najis. Menurut saya di situlah nilainya. (hlm.102-103)
Kutipan di atas sejalan dengan hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Mudahkanlah, jangan mempersulit, beri kabar gembira, jangan membuat manusia menjauh (dari kebenaran), dan saling membantulah, jangan berselisih.”
Kembali pada poin yang pertama ini yang menyatakan bahwa Allah maha pengasih, maha pemurah, dan rahmatnya mendahului amarahNya. Tapi terkadang manusialah yang mencitrakan Allah menjadi kejam. Seolah-olah Allah selalu siap menghukum hambaNya sekecil apa pun itu kesalahannya.
Padahal di dalam hadis qudsi Allah bersabda,”jika hambaKu datang mendekat kepadaKu dengan berjalan, Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari.” Begitulah welas asihnya Allah swt.
Di samping itu kita sebagai hamba kadang-kadang juga lupa jika berurusan dengan Allah sangatlah mudah. Mudah tentu saja bukan meremehkan. Misalnya, sebesar apa pun kesalahan yang kita lakukan, jika kita bertobat InsyaAllah diampuni.
Bahkan, meskipun kita sudah berbuat salah berkali-kali dan sudah bertaubat berkali-kali Allah swt tetap akan mengampuni selama ruh kita belum sampai kerongkongan (sakaratul maut).
Justru urusan-urusan kita dengan sesama manusia yang belum terselesaikan akan menjadi berat ketika kita menghadap Allah swt. Karena, Allah tidak akan mengampuni dosa sesama manusia kecuali mereka telah saling memaafkan dan ridla.
Kedua, masih sesuai dengan perkataan sang kiai bahwa kita diingatkan agar tidak mengurusi ibadah orang lain. Sebab, kelak kita akan menghadap Allah dengan membawa urusan masing-masing.
Kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat kita, seorang berani menghakimi perbuatan orang lain. Contohnya membid’ahkan, mensyirikkan, mengkafirkan dan sejenisnya marak terjadi karena mereka menganggap ibadah mereka tidak sesuai dengan yang dilakukannya. Jelas ini sangat bertentangan dengan Islam. Di samping itu, tanpa mereka sadari, mereka telah mengambil peran Tuhan.
Dengan membaca gagasan-gagasan Cak Nun yang berjumlah 14 tulisan yang tercantum dalam buku ini Anda akan mengarungi hakikat ajaran islam yang luwes dan tidak menyulitkan. Islam itu agama yang mudah maka jangan dipersulit.
Mengapa buku ini layak Anda baca kemudian ditular-tularkan kepada yang lain? Karena sebagian umat Islam saat ini memberikan stigma pada Islam sebagai agama yang kaku. Dengan gaya yang khas ala budayawan asal Jombang, Jawa Timur ini serta kedalaman ilmunya buku ini penting dan nyaman dibaca. Selamat membaca!
-Peresensi Syaiful Mustaqim, pegiat literasi dan pengelola Rumah Baca “Samudra”.