Oleh Drs. KH. Muhammad Muzammil
Pendidikan Islam merupakan perantara (washilah) untuk mewujudkan generasi yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil dan berbudi pekerti luhur, serta memiliki tanggung jawab terhadap masa depan umat atau bangsanya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan demikian pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan lulusan: insan yang saleh atau salehah, bermanfaat untuk masyarakatnya. Saleh atau salehah adalah sebuah derajat atau kedudukan yang tidak mudah dicapai. Ringkas kata: saleh adalah pribadi seseorang yang cerdas dan berakhlaq al-karimah, mulia. Lawan kata dari saleh adalah tholih, cerdas namun berakhlak madzmumah, buruk.
Jika seorang peserta didik itu cerdas dan berakhlak mulia maka ia akan mampu memberikan manfaat kepada orang lain, yang pada gilirannya ia akan menjadi sebaik-baik manusia. Kalau hanya baik saja tanpa kecerdasan maka ia hanya baik, namun belum tentu mampu memberikan manfaat kepada orang lain.
- Iklan -
Kondisi yang tidak diharapkan oleh pendidik atau pun orang tua atau walinya adalah apabila seseorang itu cerdas namun berakhlaq buruk, maka ia akan berpotensi merusak atau merugikan orang lain.
Jadi ada dua hal sangat penting yang akan dicapai dalam pendidikan Islam, yakni kecerdasan dan akhlaq yang luhur. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan, harus menyatu dalam kepribadian pendidik, sehingga peserta didik juga akan cerdas dan berakhlak baik.
Secara umum kecerdasan dapat diukur dari aspek akademik, seperti kemampuan berbahasa internasional (Arab atau Inggris), kemampuan berhitung (al-jabar dan seterusnya), kemampuan menghafal (dhobit, sangat setia ingatannya), dan kemampuan dalam berpikir secara sehat (logika, ilmu mantiq).
Sedangkan akhlaq al-karimah, dapat diukur dari perilaku keseharian peserta didik dalam menghadapi situasi yang muncul secara tiba-tiba, sehingga akan ada reaksi spontan berupa kata-kata dan sikap atau tindakan. Misalnya seorang yang sedang berjalan lalu ia tersandung suatu benda, kemudian ia akan bereaksi spontan melalui kata-kata atau sikap. Kalau ia seorang yang baik maka ia akan mengatakan Inna lillah… dan tidak menyalahkan orang lain, ia akan introspeksi mungkin kurang hati-hati dalam berjalan. Namun jika ia berakhlak buruk, ia akan mengatakan sesuatu yang menyalahkan orang lain dengan kata dan sikap yang tidak baik, ia tidak mau introspeksi diri.
Kalau kejadian itu menimpa orang lain, maka seorang yang berakhlaq baik itu akan segera menolong. Namun jika ia berakhlaq buruk, maka ia tidak mau menolong, malah berteriak syukur, atau setidaknya menertawakan orang yang tersandung itu.
Akhkaq yang baik muncul dari suasana batin atau jiwa yang bersih, disinari cahaya ketakwaan kepada Allah SWT.
Tentang kecerdasan dan akhlak tersebut dipengaruhi oleh pembawaan atau takdir, namun juga dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan yang kondusif, sehingga diperlukan upaya yang sungguh-sungguh sejak anak didik itu berada dalam kandungan sang ibu hingga ia lahir dan beranjak dewasa dengan konsisten, berkelanjutan (istikamah).
Untuk itu, dalam Islam, ketika seorang ibu sedang mengandung, maka orang tuanya dianjurkan untuk bersikap hati-hati: mulai dari memberikan nutrisi atau makanan yang halal hingga berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT.
Orang tua yang hati-hati, terutama ibunya yang rajin mendoakan putra-putrinya dengan laku batin atau mujahadah dan riyadloh yang kuat, maka dikemudian hari putra-putrinya akan bisa menjadi orang yang saleh dan salehah serta memberikan manfaat kepada orang lain.
Karena itu pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik yang beragama Islam, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut yang terus menerus sepanjang hayat.
Kehidupan seseorang adalah sebuah proses. Pendidik atau orang tua jangan cepat menilai peserta didiknya. Jika sekarang ada anak didik yangbsedang dalam pancaroba dan susah dinasehati, maka hendaknya tidak dovonis dengan kata-kata yang tidak baik dulu, bolih jadi dengan perhatian yang baik dari pendidik, ia akan dapat beradaptasi dan mau berubah menjadi baik. Jadi seyogyanya pendidik lebih bersabar, tidak cepat memvonis.
Sebab pada dasarnya setiap anak didik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tugas pendidik adalah memotivasi agar kelebihannya dapat berkembang maksimal, sehingga kekurangannya dapat ditutupi kelebihannya.
Pendidik yang utama dan pertama dalam Islam adalah orang tua. Kemudian akibat perkembangan jaman karena faktor kesibukan atau lainnya, kemudian orang tua memasrahkan putra-putrinya agar dididik oleh orang yang diyakininya al-alim al-alamah. Hal ini adalah wajar, bahkan dianjurkan dalam Islam, sekiranya orang tuanya merasa tidak mampu mendidik secara langsung.
Faktor lain yang sangat berpengaruh adalah keikhlasan pendidik, baik orang tuanya atau pun gurunya dalam memberikan pendidikan dengan melakukan ikhtiar lahir batin. Doa pendidik dan orang tuanya seringkali dikabulkan Allah SWT. Wallahu a’lam.
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah.