Oleh M. Dalhar
Pemuda menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Legitimasi tersebut senantiasa diulang setiap tahun dengan peringatan hari Sumpah Pemuda 1928. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan, begitu kira-kira arah penjelasannya.
Negeri ini digerakkan oleh para pemuda. Dalam lembaran sejarah perjalanan bangsa ini, diketahui kesadaran nasional dipelopori para pemuda. Awal abad ke-20 sejumlah pemuda terdidik mendirikan organisasi Budi Utomo yang menjadi embrio awal simbol kebangkitan nasional. Organisasi ini menandai tumbuhnya kesadaran kolektif untuk berbangsa dan pergulatan mencari identitas.
Kebangkitan ini diawali dari gerakan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial dengan kebijakan Politik Etis. Munculnya kaum terpelajar yang tercerahkan di luar skenario pemerintah Belanda yang menghendaki mereka menjadi tenaga kerja dengan upah murah. Dalam perjalanannya, para pemuda yang terdidik menjadi bumerang bagi kekuasaan kolonial. Di belakang organisasi ini lahir beberapa organisasi politik seperti Sarekat Islam, Indish Patij, Indische Sociaal Democratische Vereeninging, Perhimpunan Indonesia, PNI, dan organisasi lainnya yang sebagian besar digerakkan kaum muda.
- Iklan -
Tidak berhenti pada pencarian identitas saja, periode selanjutnya dipelopori oleh pemuda yang berasal dari beragam organisasi kedaerahan. Mereka dikenal dengan generasi 1928. Setelah beberapa kali melakukan pertemuan, puncaknya pada 28 Oktober 1928 terlahir deklarasi Sumpah Pemuda yang berisi semangat persatuan dan pengakuan atas bangsa, tanah air dan bahasa Indonesia. Angkatan 1928 digambarkan tidak terlalu berbeda dengan angkatan 1908, yaitu memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan, penjajahan, dan penguasaan.
Pemuda masa ini para pemuda berjuang untuk memerdekakan diri lepas dari penjajahan kolonial Belanda. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan bentuk sikap akomodatif terhadap pemerintahan Belanda. Kondisi ini berbeda dengan perjuangan selanjutnya, angkatan 1945 yang revolusioner. Sikap ini dipilih karena menjadi pilihan strategis pada masa itu.
Mereka para pemuda yang menjadi penggerak di setiap zamannya adalah mereka yang memiliki pendidikan, pengetahuan, dan tercerahkan (enlightenment). Kenyataan bahwa pemuda sebagai agen perubahan itulah yang juga diyakini oleh Sunario, Kaca Susongo, Sugandi, Tan Malaka, Yamin, Hatta, Sjahrir, dan Soekarno serta beberapa tokoh pergerakan lainnya pada waktu itu.
Sebagian besar pemuda era 1908, 1928 dan 1940-an adalah mereka yang tidak sekadar cerdas, tetapi juga tercerahkan. Dalam bahasa pesantren adalah kemauan untuk berkhidmah. Mereka sadar bahwa negerinya sedang terjajah. Dan dengan kesadaran itu mereka melakukan berbagai strategi agar dapat keluar dari belenggu kolonialisme.
Pendidikan
Zaman telah berubah. Perjuangan para pemuda di masa lalu dapat menjadi semangat pendorong bagi pemuda hari ini untuk senantiasa bergerak, mengupayakan situasi menjadi lebih baik. Para pemuda tidak boleh larut dalam romatisme sejarah yang hanya membanggakan peranan di masa lalu. Toh, pemuda hari ini tidak turut serta berjuang pada masa itu.
Paling tidak legitimasi pemuda sebagai agen perubahan (agen of change) perlu senantiasa dipelihara agar tidak tegilas perubahan zaman. Kemampuan membaca zaman penting dimiliki para pemuda. Mereka selain dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat muda, kritis, dan juga relatif bersih dari berbagai kepentingan. Sehingga, tidak berlebihan jika menyebut gerakan yang dilakukan kaum muda sebagai gerakan moral (moral force).
Momentum Sumpah Pemuda ke-91 para pemuda perlu merefleksikan diri terkait tantangan zaman dewasa ini. Materialisme yang menjadi gejala umum merupakan hal penting yang harus disadari para pemuda Indonesia. Pendidikan – dalam makna yang sebenarnya – menjadi salah satu faktor penting untuk menjadikan para pemuda tidak sekadar cerdas, tetapi tercerahkan atau memiliki semangat untuk berdedikasi, berkhidmah pada bangsa ini.
-Penulis adalah Alumnus Pesantren Kulon Banon Pati.