Temanggung, Maarifnujateng.or.id – Lomba Jurnalistik Pendidikan Keluarga 2019 yang digelar Dirjen PAUD dan Dikmas Kemdikbud telah diumumkan nominatornya pada Jumat 25 Oktober 2019. Salah satu nominator itu adalah Anisa Rahma Agustina Mahasiswa STAINU Temanggung. Perempuan yang merupakan aktivis PMII Komisariat Trisula STAINU Temanggung ini menjadi nominator pemenang lomba karya jurnalistik pendidikan keluarga Kemendikbud tahun 2019.
Dengan menyodorkan opininya yang berjudul “Membudayakan Literasi Keluarga Lewat Perpustakaan Mini”, ia akan diundang dalam malam penganugerahan pada November 2019 mendatang.
“Media untuk membantu dalam pembelajaran anak sangatlah banyak. Semua itu semata mata demi menumbuhkan karakter yang baik kepada anak didik. Anak didik bisa terampil jika lantaran seorang guru juga terampil pula. Adapun peran keluarga juga tetap dibutuhkan bahkan keluarga yang lebih dominan dalam mengawasi dan mendidik anak karena dari segi waktu yang banyak daripada saat sekolah,” kata Anisa Rahma Agustina, Sabtu (26/10/2019>
Gambaran umum opini tersebut, Anisa menulis sebuah opini berjudul Membudayakan Literasi Keluarga Lewat Perpustakaan Mini. “Opini itu membahas tentang bagaimana kita membudayakan membaca dan menulis di rumah, menyisakan sedikit space kosong dirumah untuk dijadikan area perpustakaan. Dengan adanya perpustakaan mini dirumah diharapkan para anggota keluarga akan gemar membaca, ruang perpustakaan mini juga dapat dijadikan sebagai ruang keluarga untuk berdiskusi satu sama lain,” kata dia.
- Iklan -
Dijelaskan juga, bahwa hasil penelitian PISA yang dikutip Anisa dari media massa, menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini adalah hasil penelitian terhadap 72 negara. Respondennya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540 ribu anak. Indonesia berada pada rangking 62 dari 70 negara karena ada 2 negara yang tidak memenuhi kualifikasi penelitian.
“Hasil penelitan ini menunjukan rendahnya minat baca masyarakat Indonesi, seharusnya ini yang menjadi pacuan untuk kita semua bagaimana kita menghidupkan budaya literasi dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Dalam opini ini juga terdapat tujuh poin tentang bagaimana cara menghidupkan literasi di lingkungan keluarga. Yang pertama kenalkan literasi sedari dini dengan anak, kedua membacakan cerita sebelum anak terlelap, ketiga menempel tulisan doa-doa harian didinding ini dilakukan agar memaksa anak membaca dan menghafal doa-doa,” lanjut dia.
Keempat, kata dia, beri hadiah kepada anak setelah mencapai suatu target tertentu, hadiahnya berupa buku. “Kelima sesekali ajak anak berlibur ke toko buku. Keenam biasakan anak untuk menulis, membuat jadwal untuk dirinya senidri pastinya dengan pendamping orang tua. Ketujuh ajarkan anak menulis diary, menuliskan keluh kesahnya didalam sebuah buku, bukan di media sosial yang dapat dikonsumsi publik. Radiyta Dika seorang penulis buku, youtuber, produser film, mengaku sudah menulis buku harian kelas 4 SD,” lanjut dia.
Menurut dia, dalam artikel itu, kebiasaan menulis sejak dini akan menumbuhkan semangat menulis juga dikala dewasa, dan menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Budayakan berliterasi di lingkungan keluarga untuk menyongsong Indonesia lebih maju.
Motivasi saya menulis, kata Anisa, adalah menghabiskan waktu luang dengan hal yang bermanfaat, dan menghasilkan rupiah. ”Beberapa tulisan saya yang saya kirim ke media cetak belum ada satupun yang di muat, tapi saya selalu bersemangat untuk kembali menulis. Sejak mengenal seorang dosen yang bernama Hamidulloh Ibda saya jadi suka menulis. Tulisan beliau sangat menginspirasi dan pastinya beliau sering bercerita tentang honor menulis,” ujar dia.
Beliau adalah motivator, lanjutnya, sekaligus guru dalam bidang jurnalistik. “Saya juga membeli buku beliau judulnya Sing Penting NUlis Terus poin yang paling membekas dalam diri saya adalah pada halaman 29 dengan judul “galau, lalu menulis” dan salah satu yang memotivasi saya adalah kata-kata ‘jika anda galau, maka menulis lah, jika sibuk menulislah. Jika pusing, meriang, sakit hati, diputus pacar, maka menulis lah. Intinya membaca, menulis, diskusi, debat, menulis dan menulis’,” kata dia.
Dalam petikan buku tersebut, kata dia, memberi motivasi kepada saya bahwa dalam keadaan apapun kita harus tetap menulis. “Pernah saya bergurau bertanya pada beliau tentang obat patah hati, lalu beliau menjawab marah-marah saja lewat tulisanmu, singkat, padat, dan bermakna. Semua hal yang kita alami seharusnya menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati oleh orang lain,” lanjut dia.
Mulailah menulis, kata dia, jangan hanya menulis status di whatsApp yang akan hilang setelah 24 jam. “Abadikan semua momenmu menjadi tulisan, lalu coba kirim ke beerbagai redaksi. Anggap saja iseng-iseng berhadiah. Kalau dimuat bisa ditabung untuk membantu membayar semesteran,” pungkas dia. (admin/Usman)