Oleh Abdul Aziz
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin (menjadi rahmat bagi seluruh alam) yang memberikan kedamaian dan ketentraman bagi seluruh manusia namun sekarang pandangan itu sedikit berubah akibat segelintir orang yang melakukan kekerasan atas nama Islam, terutama setelah tragedi bom di WTC pada 9 November 2001 yang menewaskan banyak korban jiwa sehingga membuat non muslim di barat mulai bertanya-tanya tentang apa itu Islam, apakah Islam itu agama teroris?
Dalam pandangan Karl Marx, seluruh agama baik Islam, Kristen maupun agama lain adalah ideologi semata. Agama sama saja dengan negara, seni, tatanan moral dan hasil karya intelektual lain. Semua itu merupakan superstruktural masyarakat yang sangat bergantung pada pondasi ekonomi. Maka, seandainya terjadi perubahan pada ekonomi, agamapun ikut berubah.
Secara harfiah, Islam bermakna kepasrahan dan ketundukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Islam juga berarti keselamatan dan kedamaian. Nabi bersabda yang artinya “Orang Islam adalah orang yang kehadiranya membuat rasa aman orang lain baik dari ucapan maupun tanganya atau kekuasaanya”.
- Iklan -
Ketika kita mengaku beragama Islam, maka kita harus patuh dan tunduk terhadap ajarannya, Islam mengajarkan kedamaian bukan permusuhan, Islam mengajarkan kasih sayang bukan pertikaian, namun saat ini wajah Islam sedikit mengalami perubahan akibat cara beragama sebagian umatnya yang ekstrem, fanatik dan kaku.
Cara beragama semacam ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu, seperti yang dilakukan oleh kaum Khawarij, yaitu kelompok yang keluar dan membenci Ali bin Abi Thalib dan kelompoknya. Kata Ali bin Abi Thalib, “Mereka dari golongan kami, tapi mereka membangkang terhadap kami”.
Ketika mereka akan mengambil kurma yang jatuh dari pohon, mereka meminta izin kepada pemilik pohonya, mereka tidak mau mengambil yang tidak halal. Tapi, ketika mereka bertemu dengan Abdullah bin Hubbah di pinggir sungai, Abdullah ditanya, Bagaimana pendapat anda tentang Ali? Abdullah menjawab, Ali adalah orang baik-baik.” Seketika itu pula Abdullah dibunuh. Ia dibunuh ketika mengatakan bahwa Ali adalah orang baik-baik, bahkan istrinya yang sedang hamil juga dibunuh. Apa ini yang disebut muslim? Makan kurma yang jatuh minta izin tapi dengan gampangnya membunuh sahabat Nabi.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, radikalisme dalam beragama pada umumnya berujung dengan kegagalan, apalagi jika filosofi yang digunakan adalah kebencian dan fanatisme. Pendukung radikalisme agama tampaknya tidak punya modal untuk menawarkan perdamaian dan kesejahteraan itu. Oleh sebab itu mereka menempuh jalan pintas, berupa self-defeating (menghancurkan diri sendiri) atas nama agama yang dipahami dalam suasana jiwa yang sangat rentan dan tertekan.
Suatu masyarakat yang seluruhnya terdiri dari kaum fanatik yang masing-masing bersedia mengorbankan dirinya tanpa perhitungan demi suatu cita-cita, betapapun luhur dan mulianya cita-cita itu, akan segera kehilangan kesadaranya tentang makna cita-cita itu sendiri, yang pada mulanya cita-cita inilah yang memberikan motivasi untuk bersemangat dalam kegiatanya. Karena sikap fundamentalisme ini, maka kaum fundamentalis selalu menjadi sumber dan pembela tindakan-tindakan anti-sosial.
Ramah Bukan Marah
Menyuguhkan Islam yang ramah merupakan sebuah keharusan bagi pemeluknya, pasalnya saat ini kelompok radikal mulai muncul kembali dengan jargon-jargonya yang terkesan galak dan sangar itu. Mari kita simak ayat Alquran yang menjelaskan tentang bersikap lemah lembut “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(QS. Ali Imran:3:159).
Ayat Alquran di atas benar-benar sangat indah dan puitis. Ia mengajak kita untuk bermusyawarah dengan siapapun yang kita anggap “berbeda” dengan cara yang baik dan lemah lembut, bukan dengan cara menghujat, mencaci maki, apalagi memakai dengan teror dan kekerasan.
Menunjukan sikap ramah baik terhadap sesama pemeluk agama Islam maupun non-muslim adalah sebuah keharusan, hal ini juga dicontohkan oleh Rasulullah dalam bermasyarakat, kita ambil contoh ketika nabi memberi makan pengemis buta dari golongan orang Yahudi, nabi memberi makan kepada pengemis buta itu dengan ketulusan dan keihklasan tanpa membedakan apakah dia orang Islam atau tidak, meskipun pengemis buta tadi selalu menghujat nabi dan menghasut orang di sekelilingnya untuk membenci nabi, namun nabi tetap bersabar dan tetap memberi makan pengemis tersebut. Sampai akhirnya pengemis itu tau bahwa selama ini yang menyuapinya makan adalah Nabi Muhammad saw. dan pada akhirnya pengemis buta itu memeluk Islam.
Dalam konteks ke Indonesiaan, kita mengenal Wali Songo yang terkenal dengan dakwahnya yang lemah lembut dan santun, sehingga membuat simpati orang Indonesia yang kala itu sudah memeluk agama Hindu/Budha berbondong-bondong masuk Islam.
Mengimplementasikan cara nabi dan Walisongo dalam berdakwah dan bersosial merupakan sebuah solusi yang tepat di tengah derasnya arus radikalisme yang menyebarkan kekerasan dalam berdakwah dan bersosial. Karena pada dasarnya radikalisme dalam beragama sangat tidak dianjurkan, bahkan cara tersebut hanya akan membuat wajah Islam akan semakin suram dan menakutkan. Maka dari itu, setop marah-marah demi terciptanya Islam yang ramah!
-Penulis adalah penghafal Alquran, lulusan Pascasarjana PTIQ Jakarta.