Semarang, Maarifnujateng.or.id – Pengurus Wilayah Fatayat NU Jawa Tengah kembali menggelar pengajian bulanan kitab Mamba’us Sa’adah (Telaga Kebahagiaan untuk Relasi Pernikahan) di aula PWNU Jateng Jl. Dr. Cipto 180, Jum’at (25/01/2019).
Pengajian ini merupakan pengajian kedua yang digelar secara rutin setiap bulan oleh PW Fatayat NU Jawa Tengah. “Edisi kali ini istimewa karena dihadiri oleh muallif kitab dan beberapa peserta dari kaum adam. Dengan hadirnya Kyai Faqih ini harapannya jamaah pengajian akan mengetahui lebih dalam tentang isi yang terkandung dalam kitab serta latar belakang terbitnya karya luar biasa ini. Dan yang terpenting kita mendapatkan ijazah langsung dari muallif kitab,” kata Tazkiyyatul Mutmainnah ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah dalam sambutannya.
Iin berharap pengajian ini harus tetap jalan meskipun misalnya hanya dihadiri oleh 2 atau 3 orang. Harapan yang sama juga disampaikan oleh ketua PWNU Jawa Tengah yang diwakili oleh KH Munif Abdul Muhit. Menurutnya, barokah tidak melihat kuantitas tetapi juga kualitas.
“Jangan berpikir kalau yang ngaji sedikit itu tidak berkah. Kitab ini menurut saya pantas dikaji karena dikarang oleh orang Indonesia sendiri sehingga mengerti betul budaya Indonesia. Oleh karena itu yang sudah datang saya harapkan bisa istiqomah karena manfaatnya besar untuk membangun keluarga yang bahagia berdasarkan relasi yang berkeadilan,” terang Kyai Munif.
- Iklan -
KH Faqihuddin Abdul Kodir, penulis kitab Mamba’us sa’adah sebelum memberikan pengantar membayangkan majlis ini adalah majlis yang ada di jaman sahabat yang dipimpin oleh sayyidah Aisyah RA. Perempuan yang luar biasa yang menjadi rujukan ilmu. Sayyidah Nafisah gurunya imam Syafi’i juga seorang perempuan.
“Saya menimba ilmu juga dari beberapa perempuan termasuk diantaranya bu nyai Sinta Nuriyah dan bu nyai Badriyah Fayumi. Dan tidak diragukan lagi ada beberapa perempuan hebat lainnya disekitar kita. Sehingga saya bisa menuliskan beberapa pemikiran saya dalam kitab ini,” ungkap Kyai Faqihuddin
“Kitab ini saya harapkan menjadi rujukan bagi laki-laki dan perempuan yang ingin hidup bahagia. Dengan perspektif mubadalah (ketersalingan) ini, kita menafsirkan ayat dan hadis menjadi berimbang tidak ada yang dirugikan dan dinomorduakan,” imbuhnya berharap. (adm/Ibda).