EDISI HARI GURU TAHUN 2020
Oleh Supriyono
Kepala MI Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2017
Supriyono, lahir di Kabupaten Semarang pada tanggal 09 Juli 1974, di sebuah kampung kecil di lereng gunung Ungaran tepatnya Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Jawa Tengah dari pasangan suami istri alm Amin Suyitno dan Sunarti yang keduanya berdarah Jawa. Sang ayah, Amin Suyitno sendiri adalah seorang tukang kayu yang banyak menghabiskan waktu hidupnya merantau di Jakarta untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, sedangkan sang ibu adalah seorang ibu rumah tangga. Supri kecil tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang sangat sederhana di kampung halamannya bersama dengan tiga orang saudara kandungnya (Sumiyati, Basuki, dan Uswatun Hasanah). Mamasuki usia sekolah, orang tuanya memilihkan MI Keji Ungaran Semarang sebagai tempat pendidikan dan menimba ilmu. Setelah lulus MI pada tahun 1986, ia melanjutkan ke SMP Islam Ungaran Semarang dan MAN Tegalrejo Salatiga sambil memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren An-Nida Salatiga yang diselesaikannya pada tahun 1992.
- Iklan -
Saat ingin melanjutkan kuliah orang tuanya nyaris tidak mengijinkan karena khawatir tidak mampu membiayai kuliahnya. Tetapi karena tekad yang kuat dan dengan sebuah janji setelah beberapa semester kuliah, ia akan mencari kerja sampingan untuk membantu meringankan biaya kuliah. Akhirnya impian untuk mengenyam bangku kuliah di terwujud pula. Tahun 1992, Supriyono terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Selain kuliah ia mengembangkan bakat dan minatnya dengan bergabung di kegiatan Teater ASA, teater kampus milik Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang bahkan sempat menjadi ketua (lurah ASA) pada tahun 1995, selain itu ia juga menjadi salah satu penggagas terbentuknya UKM Jamiatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Proses belajar, kreatif, berkarya dan pencarian jati diri pun dilaluinya dengan penuh semangat meski kadang karena himpitan ekonomi tak jarang hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum di dapatkan dengan menjadi pengamen jalanan yang melantunkan lagu-lagu apik ciptaannya sendiri di atas bus dan perumahan sekitar kampus.
Situasi semakin sulit saat keputusannya untuk menikah diusia cukup muda yaitu pada usia 23 tahun dengan Komariyah gadis desa asal Desa Tegalwaton Tengaran Kab. Semarang yang juga teman sekelasnya sejak mengenyam pendidikan di MAN Tegalrejo Salatiga, yang akhirnya ia memutuskan untuk berhenti kuliah di semester 12 dan bekerja sebagai pengrajin rotan. Hal yang samapun dilakukan sang istri yang akhirnya juga memutuskan untuk berhenti kuliah dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga.
Mengawali kariernya sebagai GTT madrasah
Juli 1996 meski belum belum lulus kuliah, Supriyono mengawali karirnya sebagai seorang GTT di MTs. Al-Islam Sumurrejo Gunungpati Kota Semarang Jawa Tengah, mengajar mata pelajaran Alquran Hadits dan Kertangkes yang memang merupakan bidang kemampuannya meski dengan honor GTT 50 ribu/bulan. Angka yang sangat kecil dibanding dengan skill dan kebutuhan hidup yang harus ia cukupi. Jalan kaki sejauh 1,5 Km dilaluinya setiap hari mengajar hingga bertahun-tahun. Merasa nyaman dengan dunia pendidikan yang digelutinya, di tahun 1998 sisa waktu yang masih ada, ia gunakan untuk mengajar di MTs. Hasyimiyah Kalisidi Ungaran Semarang, meski jarak tempuh cukup jauh + 3 Km dan ia tempuh dengan jalan kaki setiap hari. Ditengah kesibukannya sebagai guru ia juga melanjutkan studinya dengan menempuh progam D.2 dan kemudian mendapatkan beasiswa S.1 dari Kemenag RI pada program Peningkatan Kualifikasi Guru di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2006.
Genap 9 tahun sudah ia mengajar di MTs dengan tugas tambahan terakhir sebagai wakil kepala madrasah. Nasib baikpun berpihak padanya, tahun 2005 di era kepemimpinan presiden SBY ia diangkat CPNS Kementerian Agama dalam formasi Guru Kelas dan ditugaskan di MI Keji Ungaran Semarang. Merasa sebagai putra asli daerah di Desa Keji dan juga alumni MI Keji, kegelisahan demi kegelisahanpun hadir melihat kondisi madrasah yang juga almamaternya terus mengalami penurunan kualitas pendidikan dan kuantitas jumlah siswa. Dari data yang sempat dikumpulkannya, diperoleh fakta penurunan jumlah siswa yang cukup tajam terjadi antara tahun 2000 sampai 2008 di mana jumlah siswa 103 (jumlah siswa tertinggi sejak madrasah ini berdiri tahun 1973) turun tajam hingga menjadi 58 siswa yang tersebar di 6 kelas. Ditambah kondisi ruang kelas yang sangat terbatas hanya ada 5 ruang kelas dengan ukuran 5X6 meter yang sudah tua bahkan mulai retak-retak, dan 1 ruang guru dengan ukuran 3X2.5 meter. Akibatnya kepercayaan masyarakat terus menurun karena memang nyatanya tidak ada sesuatu yang pantas dibanggakan dari madrasah ini. Gedung dan sarprasnya sangat memprihatinkan ditambah lagi tak ada prestasi terukir baik akademik dan non akademik pada tahun-tahun sulit itu.
Berbekal semangat perjuangan dan doa dari semua guru, pengurus madrasah dan tokoh masyarakat untuk melestarikan madrasah peninggalan para ulama’ sepuh, madrasah ini mulai berbenah dimulai dengan membangun komunikasi yang intensif bersama dengan seluruh guru dan tokoh masyarakat yang peduli pada madrasah, perjuangan mulai membuahkan hasil, berangsur-angsur perbaikan mulai dapat dirasakan. Tahun 2007 saat tengah asyik mengkaji, menganalisis berbagai peluang dan kekuatan dalam memperbaiki sistem pendidikan di madrasah, karena faktor pemerataan guru PNS di madrasah terpaksa ia di mutasikan MI Kalisidi 01 Ungaran meski akhirnya tahun 2012 ia kembali di tugaskan di MI Keji Ungaran Barat dengan tugas tambahan sebagai Kepala Madrasah. Perjuanganpun berlanjut, indikator perbaikan mulai terasa dengan dibangunnya gedung madrasah yang kokoh bertingkat dengan ukuran memadahi dan semakin terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan, prestasi siswa baik di bidang akademik dan non akademik juga lahir. Bahkan pada tahun 2011, madrasah ini memperoleh Akreditasi A dengan nilai 89 dari BAN-S/M. Wujud kerja yang luar biasa dari semua komponen warga madrasah dari hasil akreditasi sebelumnya pada tahun 2005 yang hanya mendapat nilai C dari Dewan Akreditasi Madrasah. Dan terakhir akreditasi tahun 2017 MI Keji mendapatkan nilai 93, peringkat A dengan predikat UNGGUL dari BAN S/M.
Mewujudkan mimpi menuju madrasah bermutu melalui pendidikan inklusif dan tahfidz Alquran
Masa sulit penuh tantangan harus dihadapi dengan semangat berjuang tiada henti. Keterpurukan harus dihadapi dengan lahirnya inovasi, kreatifitas dan komitmen yang tinggi bagi semua warga madrasah. Seiring dengan langkah perbaikan ini, MI Keji Ungaran Barat menghadirkan program pendidikan Inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) yang mulai dirintis sejak tahun Pelajaran 2011/2012 berkat dorongan dan dukungan dari beberapa sahabat ibu Lani Setyadi, ketua Yayasan Yogasmara Semarang dan ketua Pengurus Madrasah Bapak Munawir SH. Bagi MI Keji, melaksanakan pendidikan inklusif adalah sebuah perwujudan dalam melaksanakan ajaran agama Islam bahwa semua manusia adalah sama dihadapan Allah dan hanya ketakwaannyalah yang membuatnya lebih mulia disisi Allah, manusia diciptakan dalam keadaan fithrah dengan potensi yang dimiliki masing-masing. Selain itu semangat untuk mewujudkan kampanye dunia “education for all” serta regulasi nasional yang ada di negara kita sungguh mulai dapat dirasakan oleh mereka saudara kita yang diffable, kebutuhan inovasi dan kreatifitas agar eksistensi madrasah dapat diperjuangkan dan ditingkatkan, serta sebuah keyakinan dengan keseriusan dan keikhlasan semua dewan guru dalam melaksanakan program bimbingan khusus bagi PDBK, maka barakah dan pertolongan Allah Swt. akan diberikan kepada semua warga madrasah, termasuk madrasah secara kelembagaan.
Satu demi satu peserta didik berkebutuhan khusus datang dan menjadi bagian tak terpisahkan di madrasah ini. Berbekal tekad dan kemampuan yang sangat terbatas, bersama para guru kelas, guru mapel dan bermodal seorang guru pembimbing khusus (GPK) yang bahkan bukan dari latar belakang pendidikan luar biasa, mulailah program ini dilaksanakan. Merasa sendiri, berjalan apa adanya, penuh keterbatasan, harus menyiapkan peningkatan kapasitas SDM dengan pelatihan-pelatihan secara mandiri, tanpa bimbingan secara khusus, tapi tak mungkin mundur karena sudah terlanjur menerima PDBK. Ditambah lagi dengan keluhan guru kelas tentang beratnya melaksanakan pembelajaran yang menggabungkan peserta umum dengan peserta didik berkebutuhan khusus, protes dari beberapa orang tua/wali murid yang putranya terkena imbas langsung dari ulah beberapa peserta didik berkebutuhan khusus yang belum teratasi dengan baik, keluhan orang tua/wali murid peserta didik berkebutuhan khusus yang putranya di bully oleh teman-teman dikelasnya, sampai pada kekhawatiran dari pengurus madrasah dan para tokoh akan menurunnya prestasi dan kepercayaan masyarakat terhadap madrasah yang akan mempengaruhi prestasi dan minat masyarakat menyekolahkan di madrasah ini.
Di tengah berbagai himpitan masalah dan kesulitan yang luar biasa, di awal tahun pelajaran 2014/2015 nyaris madrasah ini putus asa dan sempat akan menghentikan kegiatan layanan bagi PDBK ini. Dalam keputus-asaan yang menyelimuti seluruh warga madrasah ini, ternyata Allah Swt. sudah menyiapkan skenario lain yang pasti terbaik untuk keberlangsungan pendididikan inklusif MI Keji pada umumnya. Pasalnya ditahun 2015, madrasah ini ditunjuk oleh Kemenag RI untuk menjadi salah satu dari 8 madrasah se-Indonesia sebagai sasaran penerima bantuan pembangunan ruang sumber (resource room) dan sarana prasarana pendukung pengembangan madrasah Inklusif.
Untuk mengimbangi ketersendatan program pendidikan inklusi ini diluncurkanlah program tahfidz Alqur’an sebagai program unggulan dengan berbekal direkrutnya 3 (tiga) orang guru tahfidz, yang akhirnya program ini menjadi cikal bakal berdirininya pondok pesantren siswa (Islamic Boarding School) di MI Keji dengan nama Pondok Pesantren Bumi Aji Desa Keji.
Proyek Pengembangan Madrasah Inklusif yang dilaksanakan oleh Kemitraan Pendidikan Australia-Indonesia (AUSAID) melalui Sub National Implementation Program (SNIP) LP. M’arif NU Jawa Tengah di tahun 2015 telah turut memperkokoh pondasi dan kepercayaan diri madrasah menjadi madrasah inklusif, dengan hadirnya madrasah sasaran program pengembangan madrasah inklusi dari kabupaten Kebumen dan Banyumas untuk melakukan observasi lapangan di MI Keji, kemudian mengirimkan sang kepala madrasah mengikuti ToT Pengembangan Madrasah Inklusif Tingkat Nasional di Makassar, ikut serta melakukan pendampingan dan mentoring di madrasah sasaran, serta menjadikan MI Keji sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan live in bagi madrasah sasaran yang juga menghadirkan psikolog, terapis, dan para mentor dengan kegiatan pendalaman pemahaman tentang PDBK, teknis layanan kompensatoris bagi PDBK.
Dan buahnya melalui SK Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI No. 3211 Tahun 2016 MI Keji Ungaran Barat di tetapkan sebagai Madrasah Inklusif bersama 22 madrasah lainnya di Indonesia. Di tahun 2017, UNICEF yang bekerjasama dengan LP. Ma’arif NU Wilayah Jawa Tengah turut hadir mewarnai dinamika madrasah dengan menjadikan MI Keji sebagai sasaran pengembangan madrasah inklusif melalui kegiatan Workshop Penjas Education Adaptive and Futbolnet bagi semua gurunya. Dan menjadikan kepala madrasahnya sebagai salah satu trainer pengembangan pendidikan inklusi berbasis Penjaskes Adaptif di Kabupaten Semarang, Kebumen, dan Kabupaten Banyumas.
Kehadiran para volunteer service dari berbagai negara di Eropa, Asia, dan Amerika Sekitat juga mampu meningkatnya eksistensi dan kepercayaan masyarakat, diskusi dan kolaborasi sistem pendidikan, pertukaran budaya, memperkaya pola pembelajaran, semakin menghargai perbedaan, saling tukar pengalaman positif bersama para relawan asing dari berbagai negara maju di dunia. Kehadiran relawan asing dari berbagai negara ini merupakan hasil kerjasama yang dilakukan madrasah sejak tahun 2010 dengan Dejavato Foundation, Member of CCIVS (Coordinating Committee for International Voluntary Service) UNESCO Member of NVDA (Network for Voluntary Development in Asia) Asia Pacific Member of YES (Youth Exchange Service) International Official Partner of ALLIANCE European Organizations. Sejak tahun 2010 telah 6 kali mendatangkang volunteer service: kunjungan 3 hari sembilan pemuda Eropa (2010), Maria Vogelbacher dari Switzerland selama 3 bulan (2010), Marcello Memento dari Italia selama 6 bulan (2011), kunjungan sehari 5 mahasiswa Jepang (2012), Nesya Utsmani dari Amerika Serikat selama 6 bulan (2012), dan Will Batozs dari Polandia selama 6 bulan (2015).
Kegiatan demi kegiatanpun terselenggara, tak luput juga sejak 2015-2020 peran media cetak, online, televisi baik lokal maupun nasional datang meliput dan memberitakan keberhasilan kegiatan pendidikan inklusi di madrasah. Para peneliti pun datang untuk memotret, melihat dan menganalisis secara ilmiah implementasi dan menejamen pendidikan inklusi yang dilakukan oleh para mahasiswa S1, S2 dan S3 termasuk oleh Kemenag RI melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang dan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Secara perlahan namun pasti, MI Keji telah berjuang untuk dapat mempertahankan eksistensinya, dengan program-program unggulan yang dimiliki, dengan kreativitas dan komitmen yang tinggi dari semua guru dan pengurus, madrasah ini dapat keluar dari keterpurukan. Bahkan ketakutan berbagai pihak dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif ini prestasi madrasah akan menurun, kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan di madrasah ini juga menurun dapat mulai tertepis. Kenaikan jumlah siswa sejak tahun 2009-2020 juga cukup signifikan adalah sebuah bukti dari penerimaan masyarakat terhadap madrasah ini. Jumlah siswa 58 di tahun 2009 kini telah menjadi 205 dengan jumlah PDBK sebanyak 26 anak dengan berbagai hambatan seperti Celebral Palsy, tuna grahita, tuli, slow learner, autis, ADHD, talasemia dll. Prestasi akademik dan non akademik juga terus lahir mengiringi prestasi-prestasi yang lain. Tercatat hingga tahun Pelajaran 2020/2021 madrasah ini mendapatkan prestasi akademik dan non akademik dari berbagai lomba siswa dan guru SD/MI hingga tingkat provinsia dan internasional bahkan menghantarkan kepala madrasah, sang pengawal mimpi yang juga ayah dari 3 anak: Asa Nur Rozakany (24 th), Atsna Ats-Tsaqafy (17 th) dan Aghitsna Nayyra Ramadany (4 th) menjadi Juara I Kepala MI Berprestasi tingkat Nasional tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI, dan di tahun 2019 mendapatkan kepercayaan untuk mengikuti kegiatan shortcourse di Seoul National University Korea Selatan oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Kemenag RI.
Saat ini selain menggeluti tugas utamanya sebagai kepala madrasah di MI Keji, Leck Prie (sapaan akrab pak Supriyono) alumnus S2 Megister Manajemen Pendidikan di UKSW tahun 2013 yang juga tengah melanjutkan studinya pada Program Doktor S3 PAI di UNWAHAS Semarang, setumpuk aktifitas dia lakoni dengan penuh semangat dan niat berkhidmah (ngawulo untuk melayani) menebar kemanfaatan dalam berbagai kegiatan social yang diembankan kepadanya antara lain sebagai Ketua BPD Desa Keji, Ketua Yayasan Pesantren Bumi Aji Desa Keji, Ketua KKMI Kab. Semarang, wakil ketua PERGUNU Kab. Semarang, Wakil Ketua LP. Ma’arif PCNU Kab. Semarang, Ketua Umum Pengurus Daerah Al-Khidmah Kab. Semarang, Sekretaris Umum Sako Pramuka Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Pengurus Sako Pramuka Ma’arif PBNU Pusat, dan Ketua Umum Pusat Forum Pendidikan Madrasah Inklusif, Kemenag RI.
SUKSES EDUCATION FOR ALL, SUKSES MADRASAH INKLUSIF, INKLUSIF PENUH BERKAH, KOLABORASI TANPA BATAS.