EDISI HARI GURU TAHUN 2020
Maarifnujateng.or.id – Edi Rohani. Demikian nama yang diberikan H. Muhammad Shidiq dan Jamilah al Impun pada pemuda kelahiran Wonosobo, 15 Juni 1980. Anak keempat dari lima bersaudara yang tinggal di Dusun Sarwodadi Kidul RT. 002, RW. 014 Desa Gadingrejo Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo ini menyelesaikan pendidikan formalnya di MI Ma’arif Gadingrejo (1993), SMP Takhassus al-Qur’an Wonosobo (1996), MA al-Iman Purworejo (2000), Fakultas Tarbiyah Universitas Sains al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo (2004) dan Program Pascasarjana UNSIQ (2012). Pendidikan non formalnya dijalani di PPTQ al-Asy’ariyyah Wonosobo (1993-1996), Pondok Pesantren al-Iman Purworejo (1996-2000), dan PPQ Safinatun Naja Wonosobo (2000-2004).
Suami Ida Kusuma Wardani ini merupakan aktivis muda NU Wonosobo yang berangkat dari desa. Baginya, organisasi ibarat isteri kedua. “Saya besar dalam tradisi NU yang kuat, setidaknya, kedua orang tua saya sejak kecil telah mengajarkan cara-cara beribdah secara nahdliyyin, ditambah pula saya belajar di pesantren dan lembaga pendidikan yang berafiliasi kepada NU. Inilah yang menjadikan saya sangat cinta pada NU dan berusaha sekuat tenaga untuk terus khidmah pada NU,” demikian ujarnya kepada maarifnujateng.or.id, Rabu (25/11/2020).
Persinggungan Edi, demikian ia biasa disapa, dengan organisasi NU, diawali dari tingkat desa. Mula-mula ia pernah diamanahi sebagai Ketua PR IPNU Desa Gadingrejo (2003), Ketua PAC IPNU Kecamatan Kepil (2003-2005), Ketua I PC IPNU Wonosobo (2005-2007), Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Kepil (2011-2014), Wakil Sekretaris PC GP Ansor Wonosobo (2011-2015), Wakil Sekretaris PC Lakpesdam NU Wonosobo (2012-2016), Wakil Ketua PC GP Ansor Wonosobo (2015-2020), Wakil Ketua MWC NU Kepil (2016-2021), dan Sekretaris LP Ma’arif NU Cabang Wonosobo (2017-2021).
- Iklan -
Ketua Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq ini tercatat pernah menjadi guru di MI Ma’arif Bener, MTs Ma’arif As-Sahro, SMA Takhassus As-Sahro, SDN Kapulogo, dan juga dosen luar biasa di UNSIQ Wonosobo dan Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo.
Pada saat menjadi Ketua PAC IPNU Kepil, bersama dengan beberapa aktivis lainnya, Edi pernah menggagas Forum Membaca Menulis Kecamatan Kepil (Formenul Cakep) dan Perpustakaan Komunitas Loka Nusa. Kini, ia tengah merintis Mandala Pustaka di desanya yang dimaksudkan untuk meningkatkan minat baca-tulis bagi warga desa Gadingrejo. Kecintaannya terhadap literasi juga diwujudkan dalam lebih dari 20 buku yang ditulisnya. Kesemua karyanya berkisar pada tema tentang Aswaja, NU, biografi tokoh kyai dan pendidikan. “Aswaja sebagai pondasi aqidah saya, NU ibarat nafas dan laku keseharian, sementara kyai adalah pembentuk karakter dan pendidikan merupakan aktivitas keseharian saya. Inilah yang menjadi alasan kenapa tulisan-tulisan saya tidak lepas dari keempat hal tersebut.” Demikian, ia beralasan mengenai tema-tema tulisan yang dipilihnya.
Dalam keyakinannya, semua orang yang berilmu dan berpendidikan, terlebih bagi seorang pendidik, wajib untuk berkontribusi dalam dunia literasi. Sebab dunia pendidikan tidak bisa lepas dari kegiatan literasi ini. “Niatilah semuanya untuk beribadah dengan menyebarkan ilmu. Sebab sekecil apapun kontribusi kita, jika diawali dengan niat yang baik, Insya Allah akan menjadi nilai ibadah.” Demikian pesannya.
Saat ditanya mengenai tema yang harus ditulis, ayah dari Hafsha Tsaqieba ini menjawab bahwa menulis tidak selalu berkaitan dengan hal-hal yang ‘berat’, namun bisa juga menyampaikan nilai-nilai positif sederhana yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. “Tulislah apapun yang sekiranya bermanfaat dan menginspirasi orang lain. Yakinlah bahwa sependek atau sesedikit apapun tulisan kita, jika memang itu ditulis dari hati yang paling dalam untuk menyebarkan manfaat, maka tulisan itu akan berguna bagi banyak orang. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama?”
Menurut kolektor ribuan buku ini, sebenarnya menulis itu mudah, kuncinya ada pada kemauan dan praktik langsung. “Kunci utama bagi penulis itu ya menulis, menulis dan menulis terus. Tulislah apa yang ada dalam pikiran kita. Nantinya, kita akan terbiasa menjadi penulis.” Pesannya, singkat.
Pada momentum Hari Guru Nasional tahun 2020 yang mengambil tema “Bangkitkan Semangat, Wujudkan Merdeka Belajar” ini, ia berharap agar guru-guru Ma’arif di Jawa Tengah tergugah semangatnya untuk mengembangkan kemampuan literasinya, terlebih setelah adanya program Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) yang dikembangkan LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah. “HGN harus menjadi pemompa semangat literasi guru-guru Ma’arif di Jawa Tengah. Merdeka belajar hanya akan terwujud bila guru-guru kita memiliki semangat nahdlatul afkar, semangat berfikir kritis, dan semangat menuangkannya dalam tulisan yang sistematis.” [adm/hi].