Oleh : Mohamad Muzamil
Sepertinya bertolak belakang antara ukhuwah atau persaudaraan dengan fastabiqul khoirot atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Memang tidak mudah memadukan antara persaudaraan di satu pihak dengan kompetisi di pihak lain.
Tentu keduanya akan dapat terpadu jika ada komitmen yang kuat pada akhlak yang terpuji, karena dalam akhlak yang mulia terdapat nilai kejujuran, memegang teguh amanat atau menepati janji, serta komitmen pada nilai-nilai keadilan, kearifan, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Tanpa akhlak yang terpuji, tentu kompetisi akan dapat merusak nilai-nilai persaudaraan, keadilan dan kemanusiaan. Hal ini sangat penting karena hampir semua aspek kehidupan ummat dilakukan dengan kompetisi, mulai dari pendidikan di sekolah atau madrasah, olah raga, ekonomi, politik dan bahkan keagamaan.
Kompetisi dalam sektor pendidikan dipraktekkan mulai dari penerimaan siswa baru, hasil ujian, penerimaan guru dan tenaga kependidikan, sampai pada penentuan kelulusan peserta didik. Semua kegiatan tersebut diberikan skor dan ditentukan ranking-nya.
Demikian pula sektor olah raga yang niat awalnya adalah untuk kebugaran dan kesehatan badan, berubah menjadi kompetisi memperebutkan yang terbaik serta diberikan hadiah yang menggiurkan.
Dalam ekonomi juga tidak jauh berbeda dengan sektor lainnya, penuh dengan persaingan. Misalnya produsen kecap, semuanya memberikan branding bahwa kecap produksinya adalah nomer satu. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah pembeli atau konsumen agar barang dagangannya laris terjual. Hal ini juga akan berdampak pada jumlah pendapatan atau keuntungan yang diperoleh produsen. Hukum ekonomi pun telah dirumuskan para ahlinya, “semakin banyak permintaan dan jumlah barang menurun, maka harga komoditas akan semakin naik. Dan sebaliknya, jika barang produksi melimpah di satu sisi dan permintaan konsumen menurun, maka harga komoditas akan turun”.
Dalam sektor politik juga tak mau ketinggalan dalam menerapkan kompetisi melalui sistem demokrasi, bahwa kandidat yang terpilih adalah bakal calon yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam pemilu ditentukan ketentuannya oleh penyelenggara atau di negara kita sekarang disebut KPU.
Dalam sektor keagamaan juga diselenggarakan kompetisi, meskipun para ulama atau tokoh agama, tidak semuanya sependapat diterapkannya kompetisi, seperti musabaqoh tilawatil Qur’an, dan sejenisnya.
Wal hasil, kompetisi seolah tidak bisa dielakkan lagi. Kemudian bagaimana memelihara nilai-nilai persaudaraan, persatuan, keadilan dan kemanusiaan supaya keutuhan masyarakat atau bangsa dapat dipertahankan?
Kiranya perlu adanya kesadaran bersama bahwa, kehendak atau tekad yang baik memang harus dijalankan dengan cara yang baik pula, sebagaimana tersirat dalam sholawat al-fatih, “…nashiri al-haq bi al-haq wa al-hadi…”.
Bukankah ketika bersuci juga diwajibkan menggunakan air yang suci dan mensucikan? Untuk itu kebaikan tidak bisa dilakukan dengan cara yang tidak baik. Maka akhlak yang mulia itulah solusinya.
Wallahu a’lam.
Antara Ukhuwah dan Fastabiqul Khoirot
Leave a comment
Leave a comment