Judul Buku: Model Pendidikan Islam Antiradikalisme
Penulis: Abdul Khalim, M.Pd.
Penerbit: CV Asna Pustaka
ISBN: 978-623-91103-2-1
- Iklan -
Cetakan: 2019
Tebal : 31 x 19 cm, viii + 162 Halaman
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan di Indonesia, di mana para peserta didik yang disebut santri menimba ilmu dengan para kiai. Mereka tinggal dalam sebuah asram yang disebut pondok, dan belajar menkaji kitab kuning. Berbagai macam ilmu di pelajari disana. Pesantren juga telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia, membantu melahirkan generasi Islam yang moderat yakni paham keagamaan yang bersandar pada Ahlusunah Waljamaah An-Nadliyah. Meskipun setelah reformasi muncul gerakan Islam radikal peran Pesantren sebagai Islam yang moderat sebagai penopang Islam Aswaja dan pilar NKRI dan Pancasila.
Buku ini merupakan hasil penelitian di Pesantren Al-Hikmah 2 dalam mengembangkan model pendidikan Islam yang anti terhadap radikalisme. Penelitian dalam buku ini menggunakan metode kualintatif dengan pendekatan fenomologi. Adapun tempat penelitian adalah Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 Benda Sirampong Kb. Brebes, dengan sumber data para Kiai dan pengasuh pondok. (Hlm. ix)
Buku ini terdiri dari empat BAB, pertama, Radikalisme di Indonesia. Kedua, pendidikan Islam, Pondok Pesantren, dan Raddikalisme di Indonesia. Ketiga, upaya pesantren membentengi santri dari radikalisme. Keempat, model pengembangan pendidikan Islam di Pesantren. Seiap BAB di jabarkan dalam sub BAB yang akan mengupas tuntas tentang radikalisme dan juga model pendidikan pesantren sebagai benteng dari radikalisme.
Pada BAB pertama, anda akan disuguhkan tentang bagaimana melacak radikalisme. Saat lengsernya orde baru tahun 1999 terjadi perubahan yang signifikan dan diikuti dengan kebebasan pers, aksi dan gerakan sosial lainnya. Lahir berbagai macam organisasi salah satunya Islaam yang bercorak radikal. Corak keislaman golongan ini terkesan fanatik dan eksklusif. Aksi sweeping aribut non-muslim yang dikenakan muslim pada saat peringatan Natal, gerakan anti maksiat yang berbuntut anarkis, “konstitusionalisme Islam”, “perda syari’ah” saling tuduh dan mengkafirkan, membid’ahkan dan seterusnya yang tidak sejalan dengan pikiranmereka, bahkan yang lebih ekstrem yakni pengeboman di berbagai gereja maupun fasilitas umum lainnya atas nama jihad. (Hlm. 2)
Peran pendidikan salah satunya adalah untuk membudayakan damai dan sikap moderat. Salah satu lembaga pendidikan khusus mengajarkan dasar-dasar keislaman (teologi) ialah pesantren. Lembaga pendidikan islam tradisional ini memaparkan karakter Islam yang moderat karena pada hakikatnya pesantren adalah bagian dari masyarakat Sunni. Model pendidikan dalam pesantren menunjukkan sifat fleksibel, terbuka, tidak kaku atau tidak menutup diri. Pengkajian setiap kitap diajarkan untuk menunjukkan kedinamisan dalam pesantren.
Tujuan pendidikan Islam menurut Haidar terdapat dua pandanga teoritis. Pertama, berorientasi masyarakat yakni pendidikan sebagai sarana utama dalam menciptakan rakyat/masyarakat. Kedua, pandang pendidikan yang berorientasi individu, yakni mempersiapkan peserta didik supaya bisa meraih kebahagiaan yang optimal dan peningkatan intelektual, kekayaan dan keseimbangan jiwa peserta didik. (Hlm. 27)
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengarah pada tujuan pendidikan Islam. Pesantren merupakan lingkungan pendidikan yang integral. Keunikan pesantren digolongkan kedalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Unsur pokok dalam pesantren diantaranya: pondok, masjid. Proses pembelajaran dalam pesantren dilakukan sepanjang waktu memungkinkan bersifat aplikatif. Santri selalu dalam bimbingan dan pengawasan kiai, karena mereka tinggal di pondok menyatu dengan kediaman kiai.
Radikalisme merupakan paham atau aliran yang radikal dalam politik yang menginginkan perubahan atau perubahan sosial dan politik dengan kekerasan atau drastis, sikap ekstrem dalam aliran politik. Radikalisme menunjukkan sesuatu penolakan dan perlawanan terhadap kondisi dan sistem yang ada. Lebih dari sekedar menolak, gerakan ini berupaya menggantikan tatanan lama secara mendasar dan menyeluruh. (Hlm. 53)
Radikalisme bertolak belakang dengan Islam yang terkesan damai, dan mengayomi. Fenomena radikalisme dalam Islam muncul sebagai akibat dari krisis identitas. Saat era reformasi Rruang demokrasi terbuka lebar banyak muncul partai politik maupun gerakan organisasi keagamaan. Diantaranya adalah: Majelis Mujahidin Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam, Jundullah. Saat era reformasi gerakan Islam radikal tumbuh subur di temggah kebebasan berkumpul dan berserikat.
Dalam buku ini terdapat jadwal kegiatan para santri dari kegiatan harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Yang menanamkan kedisiplinan dan penanaman nilai-nilai Islam Aswaja An-Nadliyah. Menurut KH. Sholahudin aksi radikal yang terjadi di dalam Islam banyak disebabkan oleh intepretasi umatIslam terhadap kitab suci dan sunah Nabi yang tekstual, skriptural dan kakau. Alquran dan Sunnah tidak ditafsirkan secara kontekstualyang melibatkan historisitas teks dan dimensi kontekstualnya. (Hlm. 92)
Munculnya radikalisme disebabkan oleh pemahaman yang sempit, tekstual. Skriptual, kaku tanpa mempertimbangkan aspek historis dan kultur masyarakat. Pemahaman ini yang memunculkan pandangan keagamaan yang galak dan kaku yang melahirkan kekerasan dan radikalisme. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah berdiri sejak dahulu memainkan peranan strategis yang mempengaruhi pola pikir, pengetahuan maupun pemahaman. Pesantren berperan sebagai alat transformasi kultural dan sosial yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat.
Kelebihan buku, pembahasan di tulis secara mendalam, bahasa yang di gunakan familiar sehingga mudah dipahami. Buku ini layak ada disetiap perpustakaan di perguruan tinggi sebagai media untuk memahami makna radikalisme sesungguhnya supaya tidak banyak lagi mahasiswa yang terjebak dan menganut aliran maupun paham radikalisme.
Kekurangan buku, buku ini merupakan hasil penelitian di PP Al-Hikmah 2 Benda Sirampong Kb. Brebes seharusnya diberikan foto maupun gambaran fisik pondok maupun santri yang tenggah belajar.
-Diresensi oleh: Anisa Rachma Agustina Mahasiswa Prodi PAI, Pegiat Literasi Pena Aswaja STAINU Temanggung.