Oleh M. Ikhwan Zakaria Al Faris
Di tengah masa pandemi Covid 19 yang belum berakhir ini, beberapa pesantren tengah menyiapkan masa ajaran baru tahun 2020/2021. Skema pendaftaran via online menjadi alternatif penerimaan santri baru untuk mengurangi kunjungan ke pesantren.
Sementara pemerintah menyiapkan peraturan bagi pesantren yang hendak memulai membuka pengajaran ditengah pandemi saat ini. Salah satunya adalah membuat kebijakan setiap pesantren harus membentuk gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 pesantren. hal tersebut menjadi tugas tambahan bagi pesantren untuk mempersiapkan Penerimaan Santri Baru (PSB) sekaligus protokol kesehatan pesantren.
Bagaimana pun kondisinya proses pendidikan harus terus berjalan, meskipun skema belajar di rumah telah ditetapkan akan tetapi proses ini masih banyak hambatan dan efek negatifnya. Salah satu yang menjadi hambatan adalah penggunaan internet. Tidak semua elemen masyarakat dapat mengakses internet secara baik.
- Iklan -
Belum lagi efek negatif penggunaan Smartphone/HP bagi anak. Fakta dilapangan dari 10 walisantri yang coba saya wawancarai mengenai kegiatan anak di rumah 100% mengeluhkan perilaku anaknya yang setiap hari bermainan HP. Mulai dari bermain game, nonton youtube, sampai facebookan.
Selama anak dirumahkan maka proses belajar di pesantren diserahkan sepenuhnya kepada orang tua. Lembaga pendidikan pesantren tidak memberlakukan pembelajaran daring sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga pendidikan formal dibawah naungan Kemendikbud maupun Kemenag. Akan tetapi banyak juga pondok pesantren besar menerapkan pengajian online bagi masyarakat maupun santrinya. Mensiasati supaya semua dapat mengikuti pengajian ditengah pandemi covid-19.
Orang tua mempunyai tanggung jawab penuh kepada pendidikan anaknya, bagaimanapun keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena yang terjadi dalam keluarga akan mempengaruhi kehidupan anak. Sebagai lingkungan awal tumbuh kembang anak keluarga berpotensi membentuk karakter dan kepribadian anak.
Apakah potensi baik anak lebih subur dibandingkan dengan potensi buruk dapat diketahui dari lingkungan dimana anak tersebut berkembang. Kenyataannya banyak orang tua yang belum mampu mendidik secara mandiri terhadap anaknya. Maka mereka cenderung mempercayakan lembaga pendidikan untuk bisa mendidk anaknya.
Pendidikan yang tepat untuk membentuk karakter anak yang agamis adalah pendidikan melalui lembaga pondok pesantren. Muatan kurikulum yang ada di pesantren pada umumnya terdiri dari pembelajaran Fiqih, Akhlak, Tauhid, Al Qur’an, Ilmu Nahwu Shorof, Bahasa Arab, Dll. Untuk menepis anggapan bahwa santri hanya bias di bidang agama saja, maka sekarang sudah banyak pondok pesantren menerapkan system pendidikan formal di dalamnya.
Pendidikan formal seperti SD, SMP, atau SMA Sederajat sebagai sarana penunjang santri supaya menguasai keilmuan secara universal. Maka pembelajaran yang terdapat pada pesantren lebih kompleks dengan penambahan mata pelajaran seperti Matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, dll. Tidak hanya pada fasilitas pendidikan formal saja, tetapi terdapat juga bidang lainnya yang menunjang kebutuhan santri agar berkembang sesuai dengan kondisi zaman. Seperti teknologi dan informasi, kewirausahaan, Bahasa, kesenian, dan olahraga.
Santri milenial sudah tidak bias dipandang sebelah mata sebab ia sudah berkembang dan menguasai disiplin ilmu baik agama maupun umum. Lulusan pesantren mampu bersaing secara global dengan lulusan-lulusan sekolah formal diluar pesantren. Contoh novelis yang terkenal dengan karyanya “Negeri Lima Menara” yaitu Ahmad Fuadi merupakan salah satu santri berprestasi bahkan sampai melanjutkan pendidikan masternya di Royal Holloway, University of London Inggris.
Siapa yang tak kenal dengan Habibyrrahman El Shirazy, yang terkenal dengan novelnya Ayat Ayat Cinta. Beliau juga salah satu santri lulusan Pondok Pesantren Al Anwar Demak, yang kemudian melanjutkan studinya di Universitas Al Azhar Kairo. Itu hanya sebagian kecil yang dapat menggambarkan bahwa santri juga bisa berprestasi dibidang literasi, dengan menjadi sebagai penulis terkenal. Kita juga bisa seperti mereka asalkan ada kemauan dan usaha yang maksimal agar kemampuan yang terdapat didalam diri mampu membawa kita menjadi orang sukses.
Dan pada akhirnya kita semua menyadari bahwa setiap orang terlahir sama, yang membedakan adalah kemampuan untuk berusaha mencapai tujuan dan cita-cita.
–Guru di SMP Ma’arif NU 03 Tarbiyatut Tholibin Bumijawa Kabupaten Tegal, Pendidik di Yayasan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholibin Bumijawa pengasuh Habib Sholeh Bin Tholib Al Attas.