Oleh KH. Mohamad Muzamil
Pemahaman terhadap ajaran agama (tafaquh fi al-diin) dalam Islam dibangun atas dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua sumber ini adalah Wahyu dari Allah yang Maha Benar yang diterima Nabi dan Rasulullah terakhir, Muhammad Saw malalui Malaikat Jibril as. Bedanya, Al-Qur’an, baik makna maupun redaksi kalimatnya dari Allah SWT, sedangkan Al-Hadits, maknanya dari Allah SWT sedangkan kalimatnya dari Nabi Muhammad Saw.
Ulama ahli al-sunnah wa al-jama’ah atau dikenal Aswaja, mengikuti pemahaman dan tindak tanduk Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Karenanya ulama Aswaja adalah bermazhab dengan jalinan sanad yang bersambung hingga Rasulullah Saw dan para Sahabatnya. Untuk itu bagi ulama Aswaja, sanad itu adalah bagian dari ilmu agama. Sangatlah populer, perkataan Ibnu Sirrin sebagaimana dikutip Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asy’ari dalam muqodimah Qanun asasi, “sesungguhnya ilmu adalah bagian dari agama, maka lihat dan telitilah dari mana engkau mengambil ilmu agama mu”.
Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai “kotanya ilmu”, sedangkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib karomallohu wajhah adalah sebagai pintunya. “Barang siapa mengambil ilmu tidak melalui pintunya disebut pencuri”.
- Iklan -
Karena itu mempelajari ilmu agama tidak dapat dilakukan secara otodidak, melainkan wajib melalui guru atau mursyid yang mempunyai sanad yang bersambung hingga Rasulullah Saw dan para Sahabatnya.
Dengan demikian pertemuan murid dengan guru dilakukan secara langsung dalam suatu majelis ilmu. Bisa dilakukan di surau atau di masjid dan pondok pesantren atau tempat lain yang memungkinkan guru dan murid bertemu dalam majelis.
Keutamaan guru dan murid sangat luhur dalam Islam. Jika diniatkan katena Allah SWT semata, merupakan ibadah yang tidak ternilai pahala dan keberkahannya. Jika seseorang mengajar atau mencari ilmu dalam situasi demikian dan kemudian meninggal dunia maka termasuk mati syahid. Maa syaa Allah!
Karena itu sangat dimengerti jika orang tua santri sangat berharap agar pendidikan di pondok pesantren dapat dimulai sebagaimana biasa.
Orang tua yang mengutus putra-putrinya di pondok pesantren guna menuntut ilmu karena Allah SWT semata hanya ingin putra putrinya menjadi orang yang bermanfaat baik di dunia maupun akhirat kelak. Jadi tujuan utamanya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.
Dalam pondok pesantren salafiyah al-nahdhiyah yang kebanyakan berdiri sebelum negara republik ini berdiri, pada prinsipnya mendidik para santri dengan prinsip keseimbangan antara akal dan hati, antara intelektualitas dengan spiritualitas.
Prof Dr Zamakhsari Dhofier seorang antropolog pernah mendiskripsikan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari Kyai sebagai pengasuh, santri, kitab kuning, masjid dan asrama sebagai tempat tinggal santri. Tentu ini adalah unsur-unsur lahiriyah yang bisa dilihat kasat mata. Yang utamanya adalah ritual keagamaan kiai dan santri dalam melakukan tafaquh fi al-diin. Bahkan secara rutin para kiai dan santri tersebut tidak hanya mengajar dan belajar, namun juga ada hubungan batin yang saling menyayangi dan menghormati dalam pengamalan ajaran Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw dan para Sahabatnya.
Akhlaq yang mulia adalah kriteria utama para santri. Khidmat para santri kepada kiai-nya dapat diyakini sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kebaikan-kebaikan para santri ketika kembali dari pondok pesantren atau hidup di tengah-tengah masyarakat.
Kiai Afifuddin Muhadjir, seorang pengasuh pondok pesantren di Asembagus Situbondo dan juga Rais PBNU menjelaskan bahwa materi yang diajarkan para Kyai kepada santri meliputi: pertama, Ilmu-ilmu gama. Yaitu ilmu aqidah, syari’ah dan akhlaq / tashawwuf (علم الإيمان ، علم الإسلام ، علم الإحسان). Kedua, sumber-sumber ilmu Agama. Yaitu al-Qur’an dan al-hadits (الكتاب و السنة). Dan ketiga, ilmu-ilmu alat untuk memahami Agama. Yaitu nahwu, sharf, ushul fiqh, ulumul Qur’an dan seterusnya.
Karena itu dalam pendidikan di pondok pesantren terdapat keseimbangan antara teori dan praktek, antara ilmu alat dan sumber ilmunya, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Semoga kita dan putra-putri kita mendapatkan hidayah, taufiq dan Inayah serta memperoleh ilmu yang bermanfaat dari Allah SWT, amin.
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah.