Cerpen Sam Edy Yuswanto
Sejak berpisah dari Rama, kekasihnya, gadis bermata sipit dan berlesung pipit itu kerap ditikam rasa rindu yang begitu dalam padanya. Sejak saat itu pula ia menjadi gadis melankolis. Ia sangat mudah tersentuh saat mendengar lagu-lagu mellow yang diputar di berbagai stasiun televisi dan radio. Bahkan, gadis itu bisa tiba-tiba berhenti dan berdiri mematung lama di pusat perbelanjaan saat mendengar lagu tentang kerinduan mengalun begitu merdu dan menyayat perasaan.
Gadis yang menyukai keindahan biru laut itu pun kerap bertanya pada angin laut yang berembus kencang.
“Wahai angin, seperti apa warna rindu? Apa ia biru seperti langit dan air laut? Atau ia sama sepertimu, ada tapi tak berwujud? Hanya bisa dirasa tapi tak bisa diraba? Kenapa rindu ini begitu menyiksaku?” gadis itu berucap lirih dengan wajah menghadap laut. Rambut hitamnya yang lurus sepunggung tercerai-berai dipermainkan angin.
- Iklan -
Sesekali waktu ia berdiri cukup lama di atas miniatur perahu titanic yang terbuat dari bambu, salah satu wahana yang ada di pantai itu. Kedua tangannya terentang. Bola matanya memejam menikmati embus angin yang kadang semilir dan kadang berubah kencang. Ia membayangkan dirinya sebagai sosok Rose yang tengah merindukan kehadiran Jack. Ia berharap Jack datang dan memberikan kejutan kecil tapi indah; memeluk pinggangnya dari belakang. Dan, ketika ia tersadar bahwa sosok Jack sampai kapan pun tak akan pernah bisa kembali usai tragedi tenggelamnya perahu raksasa itu, kedua tangannya seketika terasa layu, wajahnya langsung tertunduk menahan sedih yang menusuk-nusuk ulu hati.
*
Sejak rasa rindu terasa membelenggu jiwa, gadis yang semula bernama lengkap Dewi Rahayu itu menamai dirinya sendiri dengan Rindu.
“Nama saya Rindu,” begitu ucapnya saat ditanya seseorang di angkutan umum, di bangku-bangku ruang tunggu saat mengantre, atau di mana saja ia bertemu orang-orang baru dalam hidupnya.
Tentu saja mereka tak ada yang menaruh curiga pada gadis itu. Apakah namanya benar-benar Rindu atau ada nama lain yang sengaja disembunyikan karena alasan-alasan tertentu. Kecuali, ya kecuali orang tersebut telah mengenal gadis itu sebelumnya, mungkin ia akan menganggapnya bercanda, atau yang paling ekstrem menganggapnya gadis tak waras karena telah mengubah nama tanpa memberitahu orang-orang.
Sejak menamai dirinya sendiri dengan sebutan Rindu, ia menjadi begitu sensitif dengan hal-hal yang berbau rindu. Saat mendengar ada teman yang bercerita sedang merindukan seseorang, perasaannya akan mudah terbawa dan ikut bersedih. Bahkan ketika melihat tumbuh-tumbuhan, ia tiba-tiba teringat pada sosok Rama yang sangat dirindukannya. Pernah suatu hari gadis itu duduk berlama-lama di halaman depan rumahnya yang sebagiannya ditumbuhi rerumputan liar.
Cukup lama bola mata gadis itu memandangi rumput tersebut, sambil sesekali bergumam, “Apa rindu tercipta dari rumput? Meski berkali-kali dimusnahkan, tapi rumput ini seolah tak pernah mati, selalu tumbuh dan terus tumbuh seperti rindu.”
Saat hujan turun deras nyaris seharian, gadis itu pernah berdiri cukup lama di teras rumah sambil matanya tak henti menatap air hujan yang seolah ditumpahkan begitu saja dari langit. Sesekali, ia melangkah, tangannya terjulur, merasakan air hujan yang seperti anak panah menusuk-nusuk pori kulitnya. Ia curiga kalau rindu bukan tercipta dari rumput tapi dari tetesan air hujan.
“Apa rindu tercipta dari hujan, kenapa rasanya sedingin ini?” gumamnya lirih menahan sedih.
*
Dulu, Rindu bertemu Rama kali pertama saat SMA. Tepatnya saat mereka tengah menjalani MOS. Rama dan Rindu sama-sama terkena hukuman akibat tak menyerahkan tugas ke panitia. Waktu itu panitia memberi tugas membawa tudung bambu lengkap dengan tulisan nama masing-masing peserta. Mereka dikenai hukuman mengitari lapangan sebanyak 10 kali dan sejak saat itulah mereka saling mengenal satu sama lain.
Dari hari ke hari hubungan mereka kian akrab hingga akhirnya perpisahan yang tak pernah diinginkan Rindu pun tiba. Ketika kenaikan kelas XI, Rama bilang pada Rindu bahwa orang tuanya pindah kerja ke kota lain. Artinya, Rama pun akan ikut ke mana orangtuanya pergi.
“Apa nggak bisa kamu tetap sekolah di sini dan mencari tempat kosan?” cecar Rindu dengan rasa sedih dan kecewa yang memancar dari wajahnya.
Rama menggeleng lemah, membuat Rindu tak kuasa menahan tangis.
“Jangan nangis,” Rama berusaha menghibur.
“Kamu melarang aku nangis sementara aku tak bisa mencegahmu pergi?” tangis Rindu kian menjadi. Sementara Rama sampai kapan pun tak bisa mengubah keputusannya.
Sebenarnya, status hubungan Rama dan Rindu masih belum jelas alias menggantung. Setahun menjalani kebersamaan di sekolah, tak pernah ada kata cinta terucap dari bibir keduanya. Yang pasti, dalam diri Rindu telah tumbuh benih-benih suka pada Rama sejak peristiwa MOS yang memalukan sekaligus menjadi kenangan terindah dalam hidupnya. Tapi selama ini, Rindu tak berani mengungkapkan perasaannya karena ia memiliki keyakinan bahwa Rama juga memiliki perasaan yang senada dengannya.
Dan sejak kepergian Rama, Rindu kerap dihunus rasa cemas berlebihan; jangan-jangan rasaku tak berbalas, jangan-jangan Rama tak mencintaiku, jangan-jangan di kota lain dia telah menemukan pengganti diriku? Dari hari ke hari, rasa cemas itu kian bertunas dan membuatnya tersiksa.
Hingga suatu hari ia bertemu remaja pria seusia Rama yang berprofesi pengamen jalanan yang setidaknya mampu membuatnya mampu mengubah persepsinya tentang rindu. Tampilan pria itu cukup kasual; kaus hitam, celana jeans biru muda dan bersepatu kets putih. Benar-benar berbeda dengan kebanyakan pengamen yang pernah ditemuinya. Ia bertemu secara tak sengaja dengan pengamen yang rambutnya dikuncir rapi itu saat naik angkutan umum sepulang sekolah.
Sebelum bernyanyi dengan gitarnya, pria yang dikaruniai suara merdu dan kalau diperhatikan wajahnya cukup tampan itu berbasa-basi sejenak. Basa-basi yang cukup berhasil membuat kedua sudut bibir Rindu mengembang.
“Kalau kamu sedang kangen dan rindu pada seseorang, bernyanyilah. Karena setidaknya itu bisa melegakanmu. Tak perlu kecewa bila yang kamu rindukan ternyata tak pernah merindukanmu. Ikhlaskan dan lepaskanlah. Jangan pernah menyalahkan rindu, karena sampai kapan pun sifat rindu itu suci dan murni. Baiklah, lagu yang akan saya bawakan kali ini berjudul Kangen, lagu lawas dari Dewa 19. Lagu ini saya dedikasikan untuk almarhum kedua orangtua saya yang selalu saya rindukan.
Saat pria itu mengakhiri prolognya, senyum di kedua sudut bibir Rindu lenyap. Dalam hati ia bergumam; betapa beruntungya aku masih memiliki kedua orang tua yang selama ini kerap kuabaikan. Air mata Rindu luruh saat pria itu sampai pada lirik:
“Betapa merindunya dirimu… akan hadirnya diriku….”
*
Puring Kebumen, 15 Juni 2019
*Sam Edy Yuswanto, lahir dan berdomisili di kota Kebumen. Ratusan tulisannya telah tersiar di berbagai media cetak, lokal hingga nasional. Buku kumpulan cerpen solonya yang telah terbit antara lain; Kiai Amplop, Percakapan Kunang-kunang, dan Impian Maya.