Oleh Hamidulloh Ibda
Pertanyaan pada judul ini serasa “makjleb” ketika senior saya, Bahrul Ulum mengomentari foto saya yang mengenakan kaos “Gerakan Sekolah di Ma’arif” di Facebook.
Ah, ini pertanyaan klasik yang selalu muncul tiap waktu yang repetitif, berulang, dan kadang menjengkelkan. Bisa jadi karena inferior, bisa jadi superior dengan memberontak, ingin menegaskan, bahwa pendidikan dasar dan menengah di bawah LP Ma’arif NU serta pendidikan tinggi di bawah LPTNU memang sudah berkualitas. Sekali lagi, sudah berkualitas.
Dus, apa indikator kelebihan, kualitas, atau mutu pendidikan di bawah LP Ma’arif NU baik itu madrasah/sekolah? Kan harus jelas! Saya pun selalu jengkel ketika pendidikan Ma’arif selalu dibanding-bandingkan dengan standar dan sekolah lain. La wong standar dan indikator, serta arahnya beda kok. Maka harus tepat presisi ukuran sesuatu, ketika kita mau mengukur sesuatu, termasuk pendidikan.
- Iklan -
Akan paradoks, ketika timbangan emas kita gunakan untuk menimbang beras apalagi batu bata. Maka ukuran, indikator, timbangan, presisi nilai yang dilaqabkan pada pendidikan Ma’arif NU harus kompatibel, agar hasilnya tidak paradoks.
Tiga Indikator
Selama ini, indikator madrasah/sekolah bermutu hanya sebatas pada tiga aspek. Pertama, muridnya banyak. Kedua, bangunannya bagus, bertingkat, dan sarpras lengkap. Ketiga, akreditasinya bagus, minimal B. That’s all! Masak sekadar itu?
Kemdikbud melalui rumusan World Economic Forum (WEF) 2016, merumuskan tiga rumusan indikator kemajuan SDM bangsa, yaitu “kompetensi, karakter, dan literasi”. Sedangkan di era Mas Menteri Nadiem Makarim, rumusan indikator kemajuan atau mutu pendidikan itu diubah menjadi “numerasi, literasi, dan karakter”. Intinya hampir sama dengan yang awal. Tampaknya, karakter di era Mas Menteri dinomortigakan. Tak apa. LP Ma’arif, bagi saya punya kelebihan dari rumusan indikator sederhana yang secara umum dirangkai dalam “Merdeka Belajar” yang kemudian dapat diterjemahkan ke 8 (delapan) standar nasional pendidikan.
Melalui program-program yang kami (LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah 2018-2023) suguhkan, kami optimis dan yakin dapat melejitkan atau mengakselerasi kemajuan madrasah/sekolah LP Ma’arif NU di Jawa Tengah.
LP Ma’arif PWNU Jateng sampai 2020 ini, dari data SIMNU memiliki 3.335 satuan pendidikan dari jenjang MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK. Sebarannya, di bawah BHPNU-LP Ma’arif ada 1378, BHPNU-Yayasan ada 344, dan sisanya di bawah Yayasan-LP Ma’arif NU. Data ini terus berkembang karena banyak yang belum melakukan pendataan.
Untuk data madrasah, MI ada 1.697, MTs ada 552, MA ada 197 dengan total 2.446 madrasah. Sedangkan sekolah, SD 23, SMP 116, SMA 41, SMK 159. Dengan rincian sekolah 339 dan SLB 1. Coba kita cermati akreditasinya. Dari total itu, ada 868,00 madrasah/sekolah terakreditasi A, 1489,00 madrasah/sekolah terakreditasi B, 155,00 madrasah/sekolah terakreditasi C, lain-lain 259,00 madrasah/sekolah, dan belum akreditasi ada 15,00 madrasah/sekolah.
Artinya, secara kualitas dari aspek akreditasi yang di dalamnya ada pemenuhan 8 standar nasional pendidikan sudah final. Sebab, angka 15,00 madrasah/sekolah itu dipastikan lembaga baru yang proses akreditasi. Lalu, di mana buruknya madrasah/sekolah Ma’arif di Jateng? Ini berbasis data, bukan “kaleng-kaleng” dan omong doang.
Data lain, yaitu jumlah tenaga pendidikan di Jateng ada 34.389 tanaga pendidikan (guru). Dari data itu, ada 9754 sudah sertifikasi, dan 24670 belum sertifikasi. Variannya, 2833 PNS, 29394 Non-PNS dan 1281 tidak terdata. Ini juga alasan, meski guru-guru di Ma’arif tidak PNS, mereka tetap bekerja dan tidak pernah melahirkan generasi yang radikal apalagi melawan dan berkhianat pada Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Final!
Apakah hanya itu? Tidak.
Di internal LP Ma’arif NU, ada puluhan ribu guru sudah melakukan PKPNU (sebagian MKNU) yang menjadi perkaderan final untuk menjadi generasi moderat. Paling tinggi adalah Kabupaten Demak yaitu 2099 guru, Banyumas 1090 guru, Kudus 1072 guru, Batang 1006 guru, dan paling minim di daerah Kota Tegal, Surakarta, dan Kota Magelang. Hal itu juga didukung adanya Komisariat IPNU-IPPNU di masing-masing sekolah dengan data yang paling tinggi ada di Jepara ada 65 Komisariat dan Banyumas ada 65 Komisariat.
Program-program Bernas
Untuk menjawab pertanyaan di atas, LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah sejak 2018 berikhtiar melakukan akselerasi dengan beberapa formula. Pertama, penguatan kurikulum Aswaja Annahdliyah dengan standar fikrah, standar amaliah, dan standar harakah. Pada jenjang MI/SD menekankan amaliah dan pembiasaan. Jenjang MTs/SMP menekankan pengenalan dalil atau dasar hukum. Jenjang MA/SMA/SMK menekankan cara berpikir filosofis, sistematis, dan kritis. Selain itu, implementasi kurikulum Aswaja juga diintegrasikan dengan kitab-kitab kuning hasil rekomendasi LBM NU yang sudah ditashih.
Kedua, peningkatan mutu tenaga pendidikan dengan sekolah Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Guru Madrasah/Sekolah Ma’arif. Cakupannya ada tiga, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Materi PKB itu secara umum dari perencanaan pembelajaran, pengenalan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran, dan perangkat-penilaian pembelajaran.
Ketiga, Gerakan Literasi Ma’arif (GLM). GLM adalah gerakan atau usaha yang terstruktur, sistematis, terencana dalam meningkatkan kualitas literasi di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran di sekolah dan madrasah LP Ma’arif dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang dikuatkan melalui karakter berprinsip dari PPK dan Aswaja Annahdliyah. Bentuk GLM ada tiga. Pertama, Gerakan Literasi Karya Jurnalistik (penulisan berita, feature, laporan kegiatan, pendidikan dan pelatihan jurnalistik). Kedua, Gerakan Literasi Karya Tulis Ilmiah (penulisan artikel ilmiah, artikel populer (opini/esai), resensi buku ilmiah, pendidikan dan pelatihan KTI, perlombaan LKTI). Ketiga, Gerakan Literasi Karya Sastra (penulisan puisi, cerpen, pendidikan dan pelatihan karya sastra). Semua itu diwadahi dalam Jurnal Asna, Penerbit Dan Percetakan Asna Pustaka, Majalah Mopdik, website Maarifnujateng.or.id, perlombaan, pelatihan-pelatihan, relawan literasi dengan model praktik sinergi dan praktik mandiri.
Keempat, penguatan karakter Aswaja Annahdliyah melalui kurikulum Mopdik, Bintek guru Ke-NU-an, Satuan Komunitas Pramuka Ma’arif NU, IPNU-IPPNU, Pagar Nusa, dan Senam Islam Nusantara.
Kelima, madrasah/sekolah inklusi. Ada 28 madrasah/sekolah inklusi di empat kabupaten piloting program LP Ma’arif PWNU Jateng-UNICEF. Ini merupakan satu-satunya model pendidikan inklusi yang sudah diakui publik dan pemerintah, karena kemarin perwakilan tim inklusi LP Ma’arif PWNU Jateng baru saja bertemu dengan staf kepresidenan di Istana Merdeka Jakarta.
Keenam, program Sistem Informasi Ma’arif NU (SIMNU). SIMNU ini merupakan program bernas karena meneguhkan Ma’arif go to digital dan tidak ketinggalan zaman.
SIMNU tidak sekadar soal data, namun ada 5 fitur. Pertama, SIMNU pendataan. Kedua, SIMNU SMK. Ketiga, SIMNU Ujian Online. Keempat, SIMNU Kelas Online. Kelima, SIMNU Manajemen. SIMNU Manajemen memiliki fitur website terintegrasi, PPDB Online, input nilai online, rapor online, perpustakaan, keuangan online, pembayaran SPP melalui Bank, inventarisir barang atau gedung, alumni, notifikasi ke wali murid melalui SMS dan aplikasi android, dan portal orangtua. Selain itu, data di SIMNU Manajemen akan kami kirimkan ke server Emis. Aplikasi SIMNU Manajemen berbasis website dan android dan sekolah tidak perlu menyiapkan server atau yang lain. Sekolah tinggal pakai!
Tiga Indikator
Dari sisi kompetensi, madrasah/sekolah Ma’arif tidak kalah dengan madrasah/sekolah lain. Meskipun persebaran tiap kabupaten/kota di Jateng berbeda. Indikatornya dilihat dari data akreditasi di atas, data guru bersertifikasi, dan banyaknya pelajar Ma’arif yang menjuarai olimpiade, sains, serta membuat mobil sendiri seperti di Kudus.
Aspek karakter, data LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah sampai 2020, tidak ada pelajar atau guru, tenaga kependidikan Ma’arif terpapar radikalisme. Justru yang ada di sekolah-sekolah umum. Artinya, soal karakter, LP Ma’arif sepuluh langkah lebih maju karena dalam muatan Aswaja Annahdliyah hemat kami sudah “melampaui” program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan pemerintah.
Aspek literasi, ini yang perlu dibuktikan, karena kami melalui website Maarifnujateng.or.id dan sejumlah media siber lain di Jawa Tengah, dua tahun belakangan sudah menggenjot publikasi berbasis siber. Begitu pula tidak hanya karya tulis jurnalistik, namun juga karya tulis ilmiah kami genjot melalui Jurnal Asna dan perlombaan. Sama halnya dengan karya sastra yang tiap minggu selalu tayang karya-karya bernas guru dan pelajar Ma’arif di website yang kami kelola serta kami terbitkan di Penerbit ASNA Pustaka.
Itulah beberapa kelebihan belajar, sekolah, atau sinau di madrasah/sekolah Ma’arif NU. Maka brand “Ma’arif Hebat, NUsantara Kuat” tidak hanya omong kosong, melainkan menjadi nyata ketika program kami di atas didukung dan diimplementasikan semuanya. Dus, apa kelebihan belajar di Ma’arif? Jawab dewe ya!
-Penulis adalah Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah.