Keseimbangan Semangat dan Ilmu
Oleh : Mohamad Muzamil
Dalam beragama memang diperlukan semangat yang tinggi, cita-cita yang luhur, tidak bermalas-malasan. Namun semangat saja juga tidak cukup, melainkan juga harus didasarkan pada ilmu. Semangat beragama yang tidak didasarkan pada ilmu, selain tidak akan sempurna juga akan berpotensi salah dalam bersikap dan bertindak. Karenanya setiap muslim dan muslimah, mukminin dan mukminat, fardlu ain hukumnya untuk pergi ke tempat guru mencari ilmu.
Ilmu-ilmu yang termasuk fardlu ain untuk dipelajari setiap orang mukmin adalah tentang iman, Islam dan Ihsan. Prinsipnya, seorang mukmin mampu memahami dasar-dasar tentang ibadah, atau menghambakan diri kepada Alloh SWT, baik secara vertikal hubungannya dengan Sang Maha Pencipta, maupun secara horisontal hubungan sesama makhluk-Nya.
Ilmu yang termasuk fardlu kifayah atau kewajiban yang ditujukan kepada masyarakat dalam suatu wilayah tertentu adalah seperti ilmu pengobatan, dan ilmu-ilmu lain yang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut sesuai bidang-bidang kehidupannya untuk menghindari kerusakan atau mafsadat dan mewujudkan kemaslahatan atau kebaikan-kebaikan dalam masyarakat.
- Iklan -
Karena itu kedudukan ilmu sangat penting, sehingga orang yang mencari ilmu yang bermanfaat tersebut yang diniati karena Alloh, termasuk bernilai ibadah.
Dengan demikian tidak dipisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu yang bermanfaat adalah bagian penting dari agama. Yang prinsip adalah niat dalam mempelajarinya dan penggunaannya dalam kehidupan masyarakat. Sejanjang didasari pada niat yang baik dan dipergunakan untuk kebaikan maka akan bernilai ibadah. Sebab hukum agama itu tergantung pada sebab dan akibatnya.
Memang hukum itu sudah ditentukan oleh Alloh dan Rasul-Nya. Ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.
Misalnya wajib hukumnya bagi setiap mukmin yang akan sholat adalah bersuci dari hadats dan najis. Kemudian bersuci ini tidak akan bisa dilakukan kecuali dengan air yang suci dan mensucikan, maka mengusahakan air yang suci dan mensucikan tersebut adalah termasuk wajib. Maka orang mukmin memerlukan adanya orang mukmin yang ahli dalam mengurus tentang air tersebut. Ya memang bolih tayamum bila tidak ada air, namun syarat dari tayamum adalah apabila memang sudah benar-benar tidak bisa ditemukan air yang suci dan mensucikan, sehingga diperlukan adanya usaha terlebih dulu. Dan usaha ini wajib dilakukan dengan sungguh-sungguh. Nah, berusaha dengan sungguh-sungguh ini artinya harus dilakukan dengan ilmu.
Dengan demikian agama Islam ini diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang sudah mampu menggunakan akalnya untuk berpikir secara sehat, dengan logika yang benar. Orang yang memiliki kesadaran akan dirinya sebagai makhluk ciptaan Alloh, tujuan hidupnya yang harus menuju kepada Alloh, serta mau memikirkan tentang alam semesta ini dan seisinya sebagai bukti bahwa Alloh Maha Agung, Maha Besar, yang tidak ada dzat yang layak disembah kecuali Alloh. Dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Hal ini baru dalam hubungannya manusia sebagai hamba Alloh.
Jika akan memainkan peran manusia sebagai khalifah, maka diperlukan ilmu yang lebih banyak lagi untuk memanfaatkan potensi alam ini dan upaya melestarikannya untuk keadilan dan kemakmuran kehidupan sekarang dan mendatang.
Dengan demikian diperlukan keseimbangan antara semangat beragama dengan semangat mempelajari ilmunya, sehingga terwujud adanya kebaikan dan kebahagiaan.
Bukankah orang-orang yang tidak berakal atau sedang terganggu kesehatan akalnya, tidak berkewajiban menjalankan hukum agama?
Wallahu a’lam.