Oleh Ririn Setyowati
Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Pojok kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar berdiri pada tahun 2011 dan menjadi lembaga pertama milik PC Ma’arif NU yang berdiri di Kabupaten Karanganyar. Madrasah ini berlokasi di pinggiran desa, dekat dengan makam, kebun dan sungai. Sekilas Nampak dari bangunannya tidak ada yang istimewa, namun madrasah yang mempunyai tenaga pendidik yang notabene masih muda, selalu menghadirkan inovasi baru agar tetap eksis sepanjang waktu.
Di Madrasah yang berlabel NU ini menjabarkan empat aspek dasar kriteria ber NU dalam kegiatan teaching dan non-teaching untuk mempertegas identitas, mengingat madrasah maupun sekolah yang langsung terang-terangan bernama Ma’arif NU baru satu, yaitu MI Ma’arif NU Pojok ini. Adapun empat aspek tersebut ialah, pertama adalah amaliyah, sudah menjadi kegiatan rutin baik siswa maupun asatidz di Madrasah ini melakukan pembiasaan dengan perpegang pada amaliah Aswaja Annahdliyyah diantaranya adalah wirid ba’da sholat, kegiatan rutian pembacaan maulid Al Barzanjiy, pembacaan yasin dan tahlil.
Pembiasannya seperti itu mungkin nampaknya biasa, namun bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah di Karanganyar khususnya hal tersebut menjadi sesuatu yang istimewa, pasalnya jarang dijumpai di sekolah formal yang memasukkan amaliyah tersebut dalam pembiasaan, selain itu pembiasaan amaliyah tersebut sangat penting karena menjadi pondasi serta bekal utama bagi mereka sebelum dewasa dan hidup bersosial dengan masyarakat.
- Iklan -
Kedua adalah fikrah, selain materi pelajaran ke NU an yang bersumber dari Kurikulum ke NU an PW LP Ma’arif Jawa Tengah, siswa di madrasah ini juga dibekali dengan kajian kitab-kitab klasik atau kuning sebagai upaya melestarikan keilmuan dan pemikiran yang berlandaskan kearifan lokal. Sehingga waktu belajar efektif di Madrasah ini hanya sampai pukul 12.30 WIB, setelah jam tersebut siswa mendapatkan pelajaran lokal seperti kitab ngudi susilo karya K.H Bisri Musthofa dan beberapa kitab lainnya.
Selain itu penerapan program ini merupakan aplikasi dari prinsip al-Muhâfazhoh bil Qodîmish Shôlih wal Akhdzu bil Jadîdil Ashlah, bermakna memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang dipandang lebih baik”. Prinsip ini menjadi dasar dalam melakukan perubahan paradigma, kitab kuning identik dengan pesantren sementara pelajaran umum identik dengan sekolah formal saja. Sementara di MI Ma’arif NU Pojok menggabungkan kedua identitas itu. Yang menjadikan nampak spesial adalah ketika program ini menjadikan MI Ma’arif NU, menjadi madrasah ibtidaiyah satu-satunya di Karangnyar yang mengkaji kitab-kitab klasik ditingkat SD/MI.
Ketiga adalah harokah, menjadi NU tentu harus bergerak sesuai dengan cara NU, dalam dunia pendidikan hal ini penting untuk menjadi pegangan bagi para pendidik khususnya di madrasah NU. Sementara dikalangan siswa MI Ma’arif NU Pojok, gerakan ber NU dimulai dari mempertegas identitas dengan memberikan logo NU di peci dan jilbab siswa. Peci NU dan jilbab NU mungkin memang sudah biasa, namun lagi-lagi menjadi tidak biasa ketika yang memakai adalah siswa sekolah formal yang masih nampak lucu dan lugunya seperti siswa kelas satu.
Mereka juga selalu diingatkan, bahwa simbol yang ada di peci dan jilbabnya ialah suatu identitas yang harus selalu dijaga marwahnya karena itu adalah isyarah langit, sehingga dimanapun berada harus senantiasa mengharap Ridho Allah dengan bertutur dengan sopan, berbuat yang baik, menghormati orang, dan selalu mengedepankan husnudzon sebagaimana cara pandang ulama’ NU. Sementara untuk siswa kelas atas kita tekankan, agar usia mengenyam pendidikan di MI Ma’arif NU mereka harus bergabung dengan IPNU IPPNU di masing-masing Ranting dan harus menjadi pegangan bahwa gerakan NU yang baik adalah gerakan yang selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU. Itulah salah satu cara kita menanamkan aspek harokah An Nahdliyyah pada siswa.
Dan keempat adalah ghirah, setiap kali kita melakukan kegiatan tidak lupa para pendidik selalu mengawalinya dengan apersepsi teriakan yel yel siapa kita?? Kemudian siswa menjawab “pelajar NU” dan seterusnya. Hal kecil yang mungkin Nampak sepele, namun ternyata itu dapat membangkitkan semangat siswa.
Bahkan saking seringnya kami sampaikan, siswa kelas satu MI saja ketika ada jadwal menggambar dengan tema bebas, ia yang masih belia menggambar truk, rumah, atau taman yang disertai tulisan aku NU, terkadang pula dengan memberi logo NU di bagian truk yang mereka gambar, atau dengan tulisan NKRI harga mati. Mereka sejatinya belum begitu tau, apa itu ghirah, namun spontanitas karyanya tersebut membuktikan semangatnya untuk menjadi bagian dari NU.
Itulah ikhtiar kami untuk mempertegas identitas sebagai lembaga pendidikan milik NU dan sebagai ikhtiyar untuk memperbaiki kualitas. Bagi kami Madrasah formal ini merupakan ladang dakwah dalam pendidikan sebagaimana tuntutan zaman, juga sebagai ladang untuk beramal jariyah dengan titipan ilmu yang Allah berikan, serta madrasah ini menjadi tempat kami berkhidmah dengan amaliyah, fikrah, harakah, dan Ghirah An Nahdliyyah agar hidup menjadi berkah.
-Penulis adalah Kepala MI Ma’arif NU Pojok