Oleh: Al-Mahfud
Periode kedua pemerintahan presiden Joko Widodo bakal fokus ke peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini juga tercermin dalam peringatan HUT-RI ke-74 pada 17 Agustus 2019 lalu yang mengangkat tema “SDM Unggul, Indonesia Maju”. Tema tersebut diangkat untuk menegaskan semangat besar dari bangsa ini untuk bisa membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, demi Indonesia yang maju.
Membangun SDM unggul untuk menyongsong kemajuan bukan pekerjaan mudah. Terlebih, bangsa ini masih punya berbagai problem yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah. Di antara berbagai problem bangsa tersebut adalah menguatnya intoleransi, rasisme, juga radikalisme agama, yang sering menciptakan keresahan dan mengancam keharmonisan di tengah masyarakat.
Berbicara kemajuan, tentu hal tersebut hanya bisa dicapai dengan upaya sungguh-sungguh dalam membangun SDM Indonesia yang berkualitas. Dalam upaya peningkatan SDM tersebut, mesti dipastikan terciptanya lingkungan atau kehidupan masyarakat yang kondusif, aman, damai, dan harmonis.
- Iklan -
Logikanya, sulit bisa menyelenggarakan upaya-upaya peningkatan SDM, baik melalui jalur formal pendidikan maupun informal, jika di masyarakat masih sering dibayangi fenomena intoleransi, pertikaian, rasisme, kekerasan, dan bahkan teror. Semua upaya membangun SDM hanya bisa berjalan dengan baik, efektif, dan efisien, jika lingkungan atau kehidupan sosial mendukung atau lingkungan yang kondusif, aman, dan damai.
Lingkungan yang aman dan damai ini hanya bisa tercipta ketika masyarakat hidup saling menghargai, menghormati, menjunjung tinggi persaudaraan dan kemanusiaan. Di samping memastikan terciptanya kehidupan aman dan harmonis penunjang proses pembangunan SDM, di saat bersamaan, mengatasi berkembangnya sikap-sikap intoleran, rasisme, hingga penyebaran paham radikalisme merupakan hal-hal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan SDM unggul itu tersendiri.
Sumber Daya Manusia (SDM) unggul tak lain merupakan SDM yang berkualitas dan bisa bersaing di zamannya. Di era industri 4.0, SDM unggul tak sekadar tentang SDM yang cakap dan cerdas memanfaatkan teknologi serta punya kreativitas dan inovasi. Lebih dari itu, secara garis besar, SDM unggul di era 4.0 adalah manusia-manusia toleran yang punya pandangan dan pemikiran terbuka, serta sanggup berkolaborasi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Aditya Warman, dalam sebuah kuliah umum di ITB mengatakan bahwa di era 4.0 setiap orang penting untuk punya konektivitas. Di dalamnya, ada lima aspek penting, yaitu penghargaan yang tinggi, pengaruh yang kuat, emosi yang otentik, terbuka terhadap pemikiran, dan kemampuan untuk mendengarkan. Lebih lanjut, Aditya menjelaskan bahwa “keterhubungan” tersebut di antaranya dimulai dengan menjadi seseorang yang menjunjung tinggi respek terhadap sesama, hingga menjadi orang yang dapat mendengarkan dengan baik (kompas.com, 20/2/2019).
Era industri 4.0 membawa perubahan yang begitu pesat di pelbagai sendi kehidupan dengan segala tantangan sekaligus peluang yang menyertainya. Ini menuntut setiap orang sanggup membangun konektivitas dengan sesama. Di antaranya dengan menjadi seseorang yang punya pemikiran terbuka dan bisa menjadi pendengar yang baik bagi sesama. Artinya, dalam rangka membangun SDM unggul di era sekarang, penting untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang toleran.
Kita kemudian semakin menyadari bahwa SDM unggul bukan SDM radikal yang berpikiran sempit, gampang menyalahkan pandangan dan sikap orang lain, intoleran, bahkan rasis dan mudah melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap sesama. SDM unggul bukan SDM yang gemar memaksakan pemahaman dan kehendaknya sendiri kepada orang lain atau melakukan hal-hal yang bisa menyakiti sesama.
SDM unggul artinya manusia-manusia cerdas dan bijak yang sanggup berdialog, bertukar pikiran dan pendapat dengan sesama, untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama. SDM unggul adalah manusia-manusia toleran yang penuh empati, yang selalu menebarkan semangat persaudaraan, mencari peluang kerja sama dan relasi positif dengan sesama, bukan pribadi-pribadi radikal yang gemar menyebarkan kebencian dan permusuhan dengan sesama.
Sekarang adalah eranya kolaborasi. Dunia saat ini lebih membutuhkan orang-orang yang bisa membangun konektivitas dan relasi dengan sesama manusia, apa pun warna kulit, agama, maupun asal dan suku bangsanya. Era 4.0 lebih membutuhkan orang-orang yang bisa menciptakan peluang: membuka saluran kerja sama, gotong royong, dan persaudaraan dengan sesama.
*Al-Mahfud, Penulis, dari Pati Jateng.