Oleh Ali Achmadi
Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan di Indonesia, guru swasta saat ini menghadapi dilema yang tak mudah, terutama di sekolah/madrasah swasta yang bukan merupakan sekolah favorit atau berbiaya tinggi. Mereka bukan hanya pejuang pendidikan yang berjuang di tengah ketidakpastian, tapi juga sering kali berhadapan dengan realitas keras dari sistem yang seolah kurang berpihak kepada mereka. Di satu sisi, honorarium yang diterima masih jauh dari kata layak, bahkan terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, mereka menghadapi risiko hukum saat menegakkan disiplin di kelas, sebuah dilema yang membuat banyak guru merasa serba salah dalam menjalankan tugas mulianya.
Honorarium yang diterima sebagian besar guru swasta lebih menyerupai upah ala kadarnya ketimbang penghargaan atas profesi yang sangat penting bagi masa depan generasi muda. Tidak jarang seorang guru bekerja penuh semangat hanya dengan upah bulanan yang jika dihitung, bahkan jauh lebih rendah dari standar gaji di sektor lain. Kondisi ini kerap membuat guru-guru swasta harus mencari pekerjaan tambahan, mengajar di beberapa tempat, atau bahkan terpaksa mencari profesi lain demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Tantangan tak berhenti di situ. Di kelas, guru sering dihadapkan pada situasi sulit saat harus menegakkan kedisiplinan. Di masa lalu, tindakan tegas seorang guru mungkin dianggap sebagai bagian dari pembentukan karakter. Namun, kini persepsi berubah, dan tindakan yang dimaksudkan untuk mendidik sering kali disalahartikan oleh orang tua sebagai tindakan yang melampaui batas. Banyak guru yang akhirnya merasa was-was saat harus bersikap tegas, takut apabila tindakannya berujung pada laporan polisi atau tindakan hukum lainnya. Ketakutan ini bukanlah hal yang sepele, karena semakin banyak kasus di mana guru dilaporkan oleh orang tua siswa, dan banyak dari kasus ini tidak berujung baik bagi sang guru. Intimidasi, kriminalisasi, bahkan pemerasan bisa saja terjadi dari pihak-pihak yang memanfaatkan situasi.
- Iklan -
Di sinilah dilema terbesar muncul. Di satu sisi, guru merasa bertanggung jawab untuk menanamkan disiplin dan membantu siswa belajar tentang moral, etika, unggah-ungguh dan tanggung jawab, namun di sisi lain, mereka merasa takut pada kemungkinan hukum yang bisa mengancam. Pada akhirnya, sebagian guru mungkin memilih untuk diam apatis, menahan diri dari tindakan yang diperlukan, atau bahkan mengabaikan perilaku siswa yang sebenarnya memerlukan perhatian dan tindakan. Akibatnya, kewibawaan guru di mata siswa pun perlahan memudar, dan kontrol kelas menjadi semakin sulit dijaga.
Dalam kondisi yang kompleks ini, guru swasta membutuhkan perlindungan dan dukungan nyata dari berbagai pihak. Pemerintah bisa berperan dalam menciptakan regulasi yang mendukung kesejahteraan finansial guru swasta, begitu juga pihak yayasan yang menaungi lembaga pendidikan sekolah/madrasah agar berusaha memberikan honorarium yang lebih layak, yang memungkinkan guru fokus pada tugasnya tanpa dibayangi kecemasan finansial.
Selain itu, adanya kebijakan perlindungan hukum yang jelas untuk guru sangatlah penting. Di sinilah peraturan terkait perlindungan terhadap tindakan disiplin yang dilakukan guru harus diperkuat, dengan catatan selama tindakan tersebut masih dalam batas kewajaran dan sesuai dengan aturan yang disepakati bersama. Tanpa adanya perlindungan ini, para guru akan terus dibayang-bayangi ketakutan akan tindakan hukum, yang tak jarang membuat mereka menahan diri dalam menjalankan perannya.
Tidak kalah penting, edukasi bagi orang tua juga perlu terus digalakkan. Orang tua perlu memahami bahwa disiplin bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan bagian penting dari proses pendidikan yang bertujuan membentuk karakter siswa. Sekolah bisa melibatkan orang tua dalam diskusi mengenai pedoman disiplin, sehingga ada pemahaman bersama dan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua. Ketika orang tua memahami tujuan dari tindakan disiplin yang diambil, mereka cenderung lebih mendukung peran guru dan menghindari langkah hukum yang sebenarnya tidak perlu.
Kisah guru-guru swasta ini adalah cerminan nyata dari perjuangan tanpa pamrih yang jarang mendapat perhatian, namun memiliki dampak besar bagi masa depan generasi bangsa. Mereka adalah pahlawan yang diam-diam bekerja dalam keterbatasan, tetap mengabdi dan menjaga semangat meski dihadapkan pada pilihan yang sulit setiap hari. Perbaikan nyata dalam kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi mereka adalah langkah yang harus diambil bersama, agar profesi guru tetap menjadi profesi yang dihormati, dihargai, dan terlindungi.
Dilema yang dihadapi oleh guru swasta ini menunjukkan adanya ketimpangan yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Dengan menciptakan sistem yang mendukung kesejahteraan finansial dan memberikan perlindungan hukum yang memadai, diharapkan guru-guru swasta dapat bekerja lebih nyaman dan aman. Kolaborasi antara pemerintah, yayasan pendidikan, dan masyarakat sangat dibutuhkan agar guru dapat fokus pada tujuan utama mereka: mendidik dan membimbing generasi muda dengan penuh dedikasi dan integritas.
-Kabid Humas dan Usaha Yayasan Ar Raudloh Perguruan Islam Raudlatut Tholibin Pakis-Tayu