Oleh Tri Sadono
Sudah banyak dari kalangan tokoh pendidikan atau cendekiawan yang mengomentari tentang Kurikulum Merdeka, baik itu dari segi implementasinya, gurunya sendiri, sampai ke peserta didiknya yang dari beberapa unsur ini belum semuanya siap walaupun embelnya merdeka. Mengutip yang disampaikan bapak wakil presiden ke 10 Jusuf kalla, beliau berpendapat bahwa kurikulum merdeka itu sistem dan sistem ini tidak cocok diterapkan dalam negara Indonesia ini.
- Iklan -
Salah satu kritik utama terhadap Kurikulum Merdeka adalah terkait dengan kesiapan guru. Meskipun pemerintah telah menyelenggarakan berbagai pelatihan, namun banyak guru yang merasa belum sepenuhnya siap untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya waktu pelatihan yang memadai, materi pelatihan yang terlalu padat, dan perbedaan kondisi sekolah yang beragam. Akibatnya, kualitas pembelajaran di kelas menjadi tidak merata dan tujuan Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan mutu pendidikan menjadi sulit tercapai.
Selain itu, Kurikulum Merdeka juga menuai kritik terkait dengan beban kerja guru yang semakin bertambah. Dengan adanya otonomi sekolah dalam menyusun kurikulum, guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam merancang kegiatan pembelajaran. Namun, hal ini justru berpotensi membebani guru, terutama guru-guru yang memiliki banyak tanggung jawab tambahan di luar kegiatan mengajar. Beban kerja yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan guru dan pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pembelajaran.
Terkait dengan siswa, Kurikulum Merdeka juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Meskipun Kurikulum Merdeka dirancang untuk lebih mengakomodasi perbedaan individual siswa, namun tidak semua siswa dapat beradaptasi dengan baik dengan model pembelajaran yang baru. Siswa yang memiliki kesulitan belajar atau berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang mampu mungkin membutuhkan dukungan tambahan yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Negara Indonesia salah satu negara yang di tiap daerah masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, ada tata krama sopan santun etiket, dan kebanyakan masing masing sekolah baik swasta maupun negeri menyesuaikan local wisdom yang ada. Kita bisa mencontoh finlandia ataupun korea selatan yang dari sistem pendidikanya suda berada dalam posisi maju dengan literasi sudah mencapai 100%, jika ingin memajukan pendidikan di Indonesia tentunya literasi perlu mendapatkan perhatian khusus. beberapa sampel data yang sudah dibaca banyak sekali murid seusia SMP/MTs belum lancar dalam literasi membaca atau menulis ini memprihatinkan, jika raport naik atau tidak naik tetap dihilangkan ditakutkan output murid setelah lulus tidak ada yang membekas.
Selain itu, motif slogan Guru Penggerak juga menjadi catatan. banyak guru yang masih kebingungan dengan sistem administrasi yang ada sementara guru wajib mendidik setiap harinya.
Merdeka Muridnya?
Belum lagi guru menjadi ketakutan ketika memberi ketegasan kepada murid jika salah karena dibelakangnya ada HAM. ini sesuatu yang perlu untuk di tinjau ulang kembali, contoh kasus dewasa ini seperti pak sambudi divonis tiga bulan karena mencubit muridnya yang tidak mau salat ditambah lagu kasus Pak Zaharman seorang guru yang matanya buta setelah diketapel orang tua murid karena tidak terima anaknya dimarahu karena merokok. apakah ini dibenarkan? Tentunya tidak, karena guru semata untuk mendidik murid.
Hal lain salah satunya berdampak pada degadrasi moral. Guru merasa serba salah tidak leluasa, seakan takut dengan ancaman, kemudian marwah pendidikan pun menjadi tidak ada esensinya, kurikulumnya merdeka gurunya semakin disibukan membuat dokumen administrasi.
Seyogyanya pendidikan Kembali ke ghiroh pendidikan Ki Hajar Dewantoro “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Pendidikan outputnya ke anak, dan memiliki budi pekerti yang luhur mempunyau nilai karakter, dan dasar sopan santun ialah tata krama Apalagi minimnya literasi yang ada kelas SMP belum bisa membaca dan menulis. Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) lebih cenderung ke dunia vokasi. Meninggalkan ruh dari pendidikan yang riil. Harus disesuaikan dengan kultur yang ada.
Kurikulum Merdeka merupakan sebuah langkah maju dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, implementasi Kurikulum Merdeka masih perlu dilakukan secara lebih hati-hati dan terencana. Pemerintah perlu memberikan dukungan yang lebih besar kepada guru, sekolah, dan siswa dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Selain itu, evaluasi yang berkelanjutan terhadap Kurikulum Merdeka juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar efektif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar dalam membentuk akhlak siswa. Namun, keberhasilannya sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti komitmen guru, dukungan dari sekolah dan masyarakat, serta kesesuaian dengan kondisi masing-masing sekolah. Perlu dilakukan evaluasi secara berkala untuk melihat sejauh mana Kurikulum Merdeka berhasil dalam mencapai tujuannya dalam membentuk karakter siswa
Harapannya kurikulum yang ada seiring dengan kebinet yang baru kurikulumnya juga dibenahi menjadi lebih relevan lagi. kemudian guru yang harapannya menjadi fasilitator bukan menjadi momok bomerang bagi tenaga pendidik.
-Tri Sadono S.IP, Kepala MA D Baito Sunan Plumbon Temanggung