Oleh Hamidulloh Ibda
“Yang berbeda bukan soal konten, tapi juga penggunaan sejumlah aplikasi.” Demikian yang saya sampaikan kepada rekan dosen saat bertanya soal aplikasi yang mendukung dalam penulisan artikel ilmiah. Mengapa aplikasi dalam penulisan artikel ilmiah penting? Jawaban sederhananya karena menulis artikel ilmiah berbeda dengan artikel populer. Berbeda pula dengan menulis karya sastra.
Dalam konteks ini, perlu didudukkan bersama lagi bahwa artikel ilmiah merupakan salah satu bentuk tulisan yang sangat penting dalam dunia akademik khususnya bagi dosen dan mahasiswa. Menulis artikel ilmiah memerlukan perhatian terhadap detail, analisis mendalam, dan metode penelitian yang tepat. Untuk mendukung penulisan artikel ilmiah yang efektif, sejumlah aplikasi dan perangkat lunak telah menjadi alat yang tak ternilai. Artikel ini akan membahas peran penting aplikasi pendukung dalam menulis artikel ilmiah.
Sejumlah Aplikasi Pendukung
- Iklan -
Pengalaman saya dalam mereview naskah di jurnal internasional bereputasi pada 11 jurnal terindeks Scopus juga demikian. Hampir 80 persen dari artikel tersebut menerapkan aplikasi. Inilah yang harus dipahami bagi akademisi di Indonesia, baik bagi yang pemula atau yang sudah senior. Jika dikumpulkan, maka terdapat sejumlah aplikasi yang sering saya gunakan. Pertama, Publish or Perish (PoP) yang bisa didownload di PoP untuk Windows, macOS, GNU/Linus dengan versi terbaru yang update terus. Selain PoP, masih banyak pula pendukung seperti Open Knowlede Maps, data base Google Scholar, Scopus, Pubmed, Eric, ScienceDirect, dan lainnya yang bereputasi.
Kedua, manajemen referensi. Berbeda dengan zaman dulu, kita bisa menulis referensi secara manual. Namun, saat ini salah satu tahap penting dalam menulis artikel ilmiah adalah merujuk dan mengutip sumber-sumber yang relevan. Aplikasi manajemen referensi seperti Mendeley, Zotero, EndNote, dan lainnya memungkinkan penulis untuk mengatur dan merujuk sumber secara sistematis. Mereka juga dapat menghasilkan daftar pustaka dalam format yang sesuai dengan gaya penulisan yang berbeda.
Ketiga, aplikasi olah data. Pengalaman saya, beragam jenis hasil riset yang dipoles menjadi artikel, aplikasi olah data yang digunakan disampaikan di dalam artikel pada bagian Method. Jika kualitatif biasanya menggunakan Atlas.ti, dan NVIVO. Jika kualitatif, R n D, atau metode campuran menggunakan Lisrel, Jamovi, AMOS, SmartPLS, atau SPSS yang sudah dikatakan jadul oleh dosen saya. Aplikasi atau software analisis data kuantitatif seperti SPSS, dan Python memungkinkan peneliti untuk mengolah data dan menghasilkan grafik yang mendukung temuan mereka. Analisis statistik menjadi lebih mudah dengan alat-alat ini yang juga menarik bagi editor dan reviewer.
Keempat, aplikasi visualisasi penambah cantiknya naskah kita. Ya, aplikasi seperti Adobe Illustrator dan GraphPad Prism membantu dalam pembuatan gambar ilmiah yang menarik dan informatif. Visualisasi data yang baik dapat membantu membantu pembaca memahami hasil penelitian dengan lebih baik.
Kelima, aplikasi pengolahan kata. Aplikasi pengolah kata seperti Microsoft Word, LaTeX, dan Google Docs adalah alat penting dalam menulis artikel ilmiah. Mereka memberikan kontrol atas format, tata letak, dan penulisan yang baik. LaTeX khususnya digunakan dalam publikasi ilmiah karena kemampuannya untuk menghasilkan dokumen yang rapi dan seragam.
Keenam, selain pengolahan kata, perlu juga aplikasi terjemah, kamus dan tatabahasa. Tools ini penting. Meski dia tidak paham konteks, namun setidaknya membantu. Aplikasi seperti Grammarly membantu dalam memeriksa tatabahasa dan ejaan. Mereka dapat mengidentifikasi kesalahan tatabahasa dan memberikan saran perbaikan. Anda bisa menggunakan bantuan Deepl.com/translator, Reverso.net, Yandex.com, Linguee.com, dan jangan gunakan Google Terjemah. Tidak perlu tanya alasannya apa. Saran saya jangan!
Ketujuh, aplikasi cek similarity (kesamaan) atau cek plagiasi meski keduanya beda. Plagiat adalah masalah serius dalam penulisan ilmiah. Aplikasi seperti Turnitin, Grammarly, dan Copyscape membantu penulis untuk memeriksa keaslian tulisan mereka dan memastikan bahwa mereka tidak mengambil dari sumber lain tanpa memberikan kredit yang sesuai.
Kedelapan, aplikasi gabungan seperti Google Drive dan Dropbox memfasilitasi kolaborasi antarpenulis yang berlokasi berjauhan. Mereka dapat bekerja secara bersamaan pada dokumen yang sama dan memberikan masukan satu sama lain.
Kesembilan, perlu juga tambahan aplikasi VOSviewer bagi Anda yang menulis naskah dengan metode SLR, literatur review, scooping review, dan sejenisnya. VOSviewer ini merupakan software yang berguna untuk membangun dan memvisualisasikan jaringan bibliometrik membuat naskah kita semakin ciamik.
Dalam dunia penulisan artikel ilmiah, aplikasi-aplikasi ini telah menjadi teman setia para peneliti. Mereka membantu meningkatkan efisiensi, kualitas, dan akurasi tulisan ilmiah. Namun, penting untuk selalu menggunakan aplikasi dengan bijak dan memahami cara menggunakannya dengan benar agar hasilnya tetap akademis dan orisinal.
Mengapa Naskah Ditolak?
Jika mengacu pengalaman, memang banyak alasan penolakan. Bisa jadi, memang karena tidak menggunakan bantuan aplikasi, software, tools, atau faktor lain yang sangat beragam. Penolakan artikel dalam jurnal Scopus dapat disebabkan oleh berbagai alasan. Pertama, naskah memang welek banget. Alasan utama penolakan di antar alasan lainnya adalah kualitas rendah dari artikel tersebut. Ini bisa mencakup metodologi penelitian yang lemah, data yang tidak memadai, atau analisis yang tidak memadai.
Kedua, tidak nyambung dengan focus and scope jurnal yang kita submit. Alasan tidak relevan sering saya alami waktu awal-awal belajar submit di jurnal Scopus sekira tahun 2021. Artikel penelitian harus relevan dengan ruang lingkup jurnal yang bersangkutan. Artikel yang tidak sesuai dengan topik atau fokus jurnal akan cenderung ditolak. Ketiga, gaya, style, atau bahasa penulisan yang buruk. Artikel yang ditulis dengan buruk, termasuk tata bahasa yang buruk atau struktur yang membingungkan, mungkin ditolak.
Keempat, tidak patuh, dan tidak sesuai dengan panduan jurnal atau author guidelines. Jurnal Scopus memiliki panduan penulisan yang harus diikuti oleh penulis. Artikel yang tidak mematuhi panduan tersebut dapat ditolak. Kelima, diragukan keaslian dan orisinalitas paper yang kita submit. Artikel yang tidak memberikan kontribusi orisinal atau berulang dari penelitian sebelumnya akan cenderung ditolak. Keenam, kesalahan atau ketidakakuratan. Artikel yang berisi kesalahan, kesalahan perhitungan, atau data yang tidak tepat akan cenderung ditolak.
Ketujuh, pelanggaran etika penelitian atau etika publikasi. Pelanggaran etika penelitian, seperti plagiat atau manipulasi data, akan menyebabkan penolakan. Kedelapan, tidak ada kontribusi signifikan baik secara keilmuan, metodologi, maupun praktis. Artikel penelitian harus memberikan kontribusi signifikan terhadap pengetahuan yang ada. Artikel yang dianggap tidak memberikan nilai tambah mungkin akan ditolak. Kesembilan, ada konflik atau rivalitas penulis. Ini jarang saya alami. Namun, perselisihan antara penulis dan jurnal atau antara penulis dalam satu artikel dapat memengaruhi keputusan penolakan.
Selain sembilan faktor di atas sebenarnya terdapat pula faktor lain seperti masalah teknis dengan pengiriman artikel, masalah administratif, atau alasan subjektif oleh para peninjau, juga dapat menyebabkan penolakan. Sebenarnya, penolakan artikel bukan berarti bahwa penelitian tersebut tidak memiliki nilai. Penulis sering dapat memperbaiki artikel mereka dan mengirimkannya ke jurnal lain atau kembali ke jurnal yang sama setelah revisi. Selain itu, penerimaan artikel oleh jurnal Scopus sangat kompetitif, dan banyak artikel berkualitas tinggi juga ditolak. Oleh karena itu, penulis harus menerima penolakan sebagai bagian dari proses penelitian dan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas penelitian mereka.
Namun setiap penulis memiliki pengalaman sendiri-sendiri. Jika Anda ditolak, jangan pusing, apalagi sampai bunuh diri. Pelajari alasan penolakan, karena beberapa kali penolakan yang saya alami, pesan yang terkirim di email adalah otomatis dari sistem OJS, bukan yang diketik sendiri oleh editor. Ini kan jengkelke. Lalu solusinya bagaimana dong?
-Hamidulloh Ibda adalah reviewer di 11 Jurnal Internasional Terindeks Scopus, yaitu Pegem Egitim ve Ogretim Dergisi (Pegem Akademi Yayıncılık Turki, terindeks Scopus Q4), Cogent Education (Taylor & Francis, Britania Raya, terindeks Scopus Q2), Journal of Ethnic and Cultural Studies (Florida Gulf Coast University Amerika Serikat, terindeks Scopus Q1), Journal of Learning for Development (JL4D) terindeks Scopus Q3 yang dikelola Commonwealth of Learning Canada, International Journal of Information and Education Technology (IJIET) Singapura terindeks Scopus Q3, Millah: Journal of Religious Studies Indonesia terindeks Scopus, International Journal of Learning, Teaching and Educational Research (IJLTER) Mauritius terindeks Scopus Q3, International Review of Research in Open and Distance Learning (IRRODL) Canada terindeks Scopus Q1, Journal of Education and Learning (EduLearn), Indonesia, terindeks Scopus, International Journal of Cognitive Research in Science, Engineering and Education (IJCRSEE), Serbia, terindeks Scopus Q3, International Journal of Serious Games (IJSG), Italia, terindeks Scopus Q3, dan jurnal internasional lainnya.