Oleh Hamidulloh Ibda
Guru SMA Negeri 7 Rejang Lebong, Bengkulu, Zaharman (58) yang diketapel oleh orang tua siswa menjadi catatan kelam dalam pendidikan. Guru olahraga itu mengalami kebutaan permanen. Penyerangan orang tua siswa itu disebut terjadi saat guru sedang mengajar. Peristiwa tersebut berawal dari Zaharman yang menegur PDM (16) yang kepergok sedang merokok di kantin belakang sekolah pada Selasa pagi, 1 Agustus 2023.
Dari sejumlah berita, Zaharman diduga menendang kepala PDM. Kemudian, PDM mengadu kepada orang tuanya AR (45). Ia tidak terima dan datang ke sekolah dan berusaha menemui guru Zaharman kemudian mengeluarkan pisau dan katapel. Akhirnya, Zaharman diketapel oleh AR, lalu Zaharman dibawa ke Rumah Sakit Ar Bunda Lubuk Linggau. Akibat tindakan itu, mata kanan Zaharman mengalmi buta permanen sesuai keterangan dari dokter.
Setiap orang memang tidak mau menjadi korban kekerasan. Apalagi, hal itu terjadi di lingkungan pendidikan seperti yang dialami Zaharman. Di lingkungan sekolah, sering terjadi kekerasan pada umumnya antarsiswa, bukan guru dengan siswa. Namun sangat ironis ketika kekerasan terjadi antara guru dengan orang tua siswa. Ketika sudah seperti ini, siapa yang disalahkan?
- Iklan -
Akar Kekerasan
Kekerasan apapun memang dihindari di dalam lingkungan. Lebih-lebih, saat ini banyak regulasi yang mengatur dengan ketat. Berbeda dengan zaman saya kecil dulu, yang harus dihukum dengan dipikul guru menggunakan duding (bambu kecil) ketika ada masalah kedisiplinan, atau tidak hafal. Namun sekarang sangat berbeda. Semua sekolah dan madrasah berlomba-lomba meneguhkan diri sebagai “sekolah ramah anak” atau “madrasah ramah anak”. Ketika ada masalah, hukumannya pun berbeda dengan zaman dulu.
Oleh karena itu, kita perlu tahu akar kekerasan di sekolah yang harus diwaspadai oleh siapa saja. Pertama, adanya perundungan atau bullying. Perundungan atau intimidasi oleh siswa lain dapat menyebabkan perasaan tertekan, marah, dan keinginan untuk membalas dendam, yang dapat menyebabkan kekerasan. Kedua, konflik interpersonal. Konflik antara siswa atau kelompok siswa yang tidak terselesaikan dengan baik dapat berujung pada kekerasan.
Ketiga, problem kedisiplinan. Kurangnya disiplin dan pengawasan di sekolah dapat menyebabkan munculnya perilaku yang tidak pantas dan kekerasan di antara siswa. Keempat, pelecehan dan diskriminasi. Pelecehan verbal, fisik, atau diskriminasi terhadap siswa berdasarkan ras, agama, gender, atau orientasi seksual dapat memicu konflik dan kekerasan. Kelima, gangguan mental. Siswa yang mengalami gangguan mental atau masalah psikologis tertentu mungkin lebih rentan terhadap perilaku kekerasan.
Keenam, pengaruh media dan budaya. Konten agresif dalam media atau budaya populer dapat berdampak pada perilaku siswa dan mendorong mereka untuk bertindak dengan kekerasan. Ketujuh, kurangnya kesadaran dan pendidikan. Kurangnya kesadaran tentang dampak negatif kekerasan serta kurangnya pendidikan tentang cara mengatasi konflik dan emosi dengan cara yang positif dapat menjadi faktor penyebab kekerasan di sekolah.
Kedelapan, kurangnya dukungan sosial. Siswa yang merasa terisolasi atau tidak mendapatkan dukungan sosial yang memadai dapat menjadi lebih cenderung untuk menggunakan kekerasan sebagai bentuk ekspresi diri atau penyelesaian masalah. Kesembilan, perangkat keras dan iklim sekolah. Lingkungan fisik yang buruk atau iklim sekolah yang tidak aman dapat menyebabkan ketegangan dan konflik di antara siswa.
Kesepuluh, masalah keluarga. Ketidakstabilan di rumah, seperti kekerasan domestik, ketidakharmonisan keluarga, atau pengabaian, dapat mempengaruhi perilaku anak di sekolah. Kesebelas, pengaruh kelompok dan budaya “geng-gengan” pada siswa juga menjadi pemicu lahirnya kekerasan.
Penyebab kekerasan di sekolah bisa sangat kompleks dan unik untuk setiap situasi. Upaya untuk mengatasi masalah ini harus bersifat holistik dan melibatkan berbagai pihak, termasuk sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa.
Solusi Kekerasan Terhadap Guru
Kekerasan terhadap guru seperti masalah Zaharman merupakan isu serius yang perlu ditangani dengan bijaksana untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan produktif. Dalam upaya mengatasi masalah ini, berikut adalah beberapa solusi yang dapat diimplementasikan. Pertama, pengembangan program pencegahan kekerasan. Sekolah perlu menciptakan program yang berfokus pada pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah. Program-program ini dapat mencakup pelatihan antikekerasan untuk siswa dan kampanye kesadaran bagi seluruh komunitas sekolah.
Kedua, kemitraan dengan orang tua. Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung bagi guru. Sekolah harus membangun kemitraan yang kuat dengan orang tua dan melibatkan mereka dalam mengatasi isu kekerasan. Ketiga, pembentukan tim pemantauan dan penanganan kasus. Mendirikan tim khusus di sekolah yang bertanggung jawab untuk memantau dan menangani kasus kekerasan. Tim ini harus terdiri dari guru, staf sekolah, dan ahli bimbingan yang dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi para korban.
Keempat, pelatihan kepemimpinan dan pengelolaan kelas. Sekolah harus menyediakan pelatihan intensif bagi guru dalam hal manajemen kelas yang efektif dan keahlian kepemimpinan. Hal ini akan membantu guru mengatasi masalah perilaku yang mungkin muncul di kelas dengan cara yang lebih konstruktif. Kelima, penggunaan teknologi untuk keamanan. Mengimplementasikan teknologi keamanan di lingkungan sekolah seperti kamera pengawas dan sistem keamanan lainnya dapat membantu mencegah kekerasan dan memberikan bukti yang kuat jika terjadi kasus kekerasan.
Keenam, mendukung kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru harus menjadi prioritas utama. Dukungan dan perhatian yang diberikan oleh pihak sekolah dan administrasi akan meningkatkan rasa percaya diri dan efikasi diri guru dalam menghadapi situasi yang mungkin memicu kekerasan. Ketujuh, membangun budaya sekolah positif. Budaya sekolah yang positif, inklusif, dan menghargai perbedaan akan menciptakan lingkungan di mana kekerasan tidak dapat berkembang. Peserta didik perlu diajak ziarah kubur, tahlilan, istigatsah, yasinan, agar mereka semakin dekat dengan Allah Swt.
Kedelapan, penyuluhan dan pendidikan masyarakat. Melibatkan masyarakat secara keseluruhan dalam menyadari pentingnya menghormati dan mendukung guru dapat membantu mengubah pola pikir dan perilaku negatif terhadap profesi guru. Kesembilan, penegakan aturan sekolah yang konsisten. Sekolah harus menjalankan aturan dan sanksi yang konsisten terhadap pelaku kekerasan, sehingga memberikan pesan yang jelas bahwa perilaku tersebut tidak akan ditoleransi.
Selain itu, sekolah harus melakukan evaluasi berkala terhadap keberhasilan solusi yang diterapkan dan selalu berupaya untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan. Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara komprehensif, diharapkan kekerasan terhadap guru dapat ditekan dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, inspiratif, dan mendukung bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Dengan langkah di atas, setidaknya menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasi menumbuhkan cinta damai terhadap semua sesama. Jangan sampai tragedi yang menimpa Zaharman terulang kembali. Semoga!