Oleh Hamidulloh Ibda
Mengawali tulisan ini, saya perlu bertanya pada semua pembaca; Berapa kali Anda menulis dan submit di jurnal terindeks Scopus? Pertanyaan kedua, berapa kali Anda ditolak atau decline? Terakhir, berapa artikel Anda yang sudah accepted dan terbit di jurnal terindeks Scopus?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini penting diajukan guna memetakan posisi Anda sedang di mana? Duduk masalah ketika jelas, maka solusinya juga akan jelas. Sebab, 99 persen orang yang tahu solusi adalah orang yang tahu masalahnya. Jika tahu masalah, insyallah tahu solusinya. Begitu kata teman saya.
Penyebab artikel ditolak di Scopus memang beragam. Jika mengacu pengalaman saya, pertama kali ditolak editor karena ruang lingkup (focus and scope) terlalu jauh. Misal, naskah atau paper saya ditolak karena tema/topiknya tentang stress akademik, namun saya kirim di jurnal pendidikan yang umum (social science). Harusnya sih masuk, namun editor punya pertimbangan sendiri. Berbeda lagi ketika penolakan itu berdasarkan saran dan rekomendasi dari reviewer ketika sudah ditinjau dengans sistem terbuka, maupun tertutup.
- Iklan -
Sejumlah Alasan Penolakan
Selain masalah pribadi di atas, sebenarnya banyak rekan-rekan mengalami problem sama. Jika tidak ditolak di awal, ya bisa di akhir, bahkan bisa sampai 1-2 tahun. Kan kesuwen namanya. Makanya, kita perlu memelajari jurnal yang sudah terindeks Scopus yang menjadi sasaran yang akan kita submit.
Jika merujuk dari sumber bacaan, diskusi dengan kawan, dan hasil rangkuman dari pelatihan yang saya ikuti, ada sejumlah alasan penolakan artikel kita oleh editor atau reviewer di jurnal terindeks Scopus. Pertama, tidak adanya novelty (kebaruan). Ini menjadi syarat mutlak ketika artikel kita akan disubmit di jurnal. Mereka butuh tawaran baru, temuan sangat baru yang akan kita sajikan pada naskah kita. Sebab, ibaratanya, artikel hasil penelitian itu ya sama saja “dodolan ilmu” atau minimal hasil riset kepada para sarjana dan pembaca di dunia. Jika jelek ya, wassalam.
Kedua, buruknya penulisan naskah. Jika menurut salah satu editor jurnal Scopus ya hal itu disebut academic writing-nya jelek. Kira-kira begitu. Sebab, paper yang tidak ditulis dengan baik, termasuk tata bahasa yang buruk, gaya penulisan yang tidak jelas, atau struktur artikel yang kacau, dapat ditolak oleh jurnal-jurnal yang memperhatikan kualitas penulisan. Penyampaian yang efektif dan jelas sangat penting untuk memastikan bahwa informasi penelitian dapat dipahami dengan baik oleh pembaca potensial.
Ketiga, paper atau naskah tidak ditulis sesuai author guidelines atau pedoman penulisan yang benar. Misal, pedoman mengharuskan pakai aplikasi Mendeley/Zotero, namun paper Anda ditulis manual. Jurnal menyarankan menggunakan skema Introduction, Method, Result and Discussion (IMRAD), namun paper Anda misalnya ngawur. Ya, dipastikan 90 persen ditolak tho ya.
Keempat, metodologi yang buruk. Paper yang terdapat kesalahan metodologi yang signifikan atau kelemahan dalam perancangan eksperimen atau analisis data dapat ditolak. Ketika metodologi penelitian tidak memenuhi standar ilmiah yang diakui, atau tidak cukup terperinci dan terdokumentasi dengan baik, maka artikel tersebut cenderung ditolak oleh jurnal-jurnal yang diindeks di Scopus. Apalagi, ini berdasarkan pengalaman saya ketika menjadi reviewer, penyebutan yang salah. Semisal penulisan pendekatan, jenis, teknik pengumpulan data, teknik penentuan sampel, teknik analisis data. Ini harus ditulis rinci.
Kelima, buruknya kualitas penelitian. Jurnal-jurnal yang terindeks di Scopus cenderung memiliki standar kualitas yang tinggi dan menerbitkan penelitian yang inovatif, orisinal, dan berkualitas tinggi. Jika penelitian tidak memenuhi standar tersebut, seperti desain metodologi yang lemah, analisis data yang tidak memadai, atau simpulan yang tidak didukung oleh bukti yang kuat, artikel dapat ditolak dengan cepat tanpa belas kasihan. Hehehe.
Keenam, kepentingan dan keterkaitan dengan bidang penelitian. Sejumlah jurnal yang diindeks di Scopus biasanya memiliki cakupan topik yang spesifik. Jika artikel tidak relevan atau kurang signifikan dalam konteks bidang penelitian yang dituju, atau jika tidak memberikan kontribusi yang substansial terhadap pengetahuan yang ada, maka artikel tersebut mungkin ditolak. Kasus ini sebenarnya mirip kasus saya, antara topik dengan ruang lingkup jurnal memang kadoan (terlalu jauh).
Ketujuh, penulis tidak taat etika. Maksud konteks ini adalah manipulasi data, atau pelanggaran etika lainnya, akan ditolak secara tegas oleh jurnal-jurnal yang diindeks di Scopus. Etika penelitian yang baik dan integritas akademik sangat penting dalam proses penerbitan jurnal ilmiah. Maka, selain menulis di media massa, misalnya, kita dilarang mengirim satu naskah ke media berbeda, di dunia perscopusan juga sama.
Kedelapan, similarity (tingkat kesamaan) artikel kita terlalu tinggi. Bahasa lainnya ya plagiasi meski keduanya berbeda. Biasanya, similarity paper yang kita submit dibatas sekira 10-20 persen saja. Kebanyakan jurnal-jurnal yang saya kirimi sekira 10-20 persen, karena sangat jarang jurnal mentoleransi tingkat kesamaan sampai 25-30 persen.
Kesembilan, artikel atau paper terlalu parah. Parah ini adalah parah semuanya. Ya temuan substansinya, metodologinya, teknik pengutipannya, bahasanya buruk, dan lainnya. Maka saya di mana-mana berpesan, jangan gunakan Google Terjemah. Pasti kacau. Misalnya, kita mau menerjemahkan “SD Negeri 01 Butuh”, jika diterjemah ke dalam Bahasa Inggris lewat Google Terjemah tentu akan menjadi “SD Negeri 01 Need”. Kan parah ini.
Penolakan paper kita dari jurnal terindeks Scopus, sebenanrya bukanlah akhir dari dunia dan merupakan bagian normal dari proses penelitian. Setiap penolakan dapat digunakan sebagai kesempatan untuk memperbaiki dan meningkatkan artikel sebelum mengirimkannya ke jurnal ilmiah lainnya.
Berbagi Pengalaman
Tembus, diterima, atau accept submission di jurnal Scopus bagi akademisi ya menjadi kebanggaan. Saya sekarang sudah memiliki lima dokumen di Scopus, dengan ID Scopus saya 57893638700. Ini terhitung dua tahun kurang, karena dimuat di bulan Oktober 2022 sampai Juli 2023 ini sudah ada lima dokumen. Singkat namun H-Index Scopus saya sudah 3.
Hal ini memang bukan mudah, namun perlu perjuangan. Sebab, capaian peneliti, dosen, akademisi ketika sudah accepted dan terbit papernya di jurnal Scopus ya memiliki H-Index Scopus yang tinggi juga karena membuktikan naskahnya laku, dan memiliki impact factor yang luas biasa bagi perkembangan penelitian di dunia. Tidak bisa dimungkiri, bahwa Scopus merupakan salah satu basis data indeksasi yang terkemuka dalam bidang akademik, yang mencakup berbagai jurnal ilmiah dari berbagai disiplin ilmu. Namun, penting untuk diingat bahwa “tembus” jurnal Scopus tidaklah sesederhana itu. Artikel yang diterima untuk publikasi dalam jurnal Scopus harus melalui proses peninjauan sejawat (peer review) yang ketat dan memenuhi standar-standar yang ditetapkan oleh jurnal tersebut.
Sejumlah tips, atau cara menembus Scopus tentu banyak yang mengkajinya, di website banyak, di Youtube segudang, bahkan ada yang mendirikan Rumah Scopus. Hal ini membuktikan bahwa animo akademisi kita di Scopus sangat tinggi. Selain soal syarat kenaikan jabatan fungsional ke Lektor Kepala dan Guru Besar (Profesor), naskah yang terbit di Scopus juga menjadi syarat kelulusan dan mengambil ijazah bagi mahasiswa S2 (magister) dan S3 (doktor), dan juga menjadi syarat luaran bagi dosen yang mendapatkan hibah riset dan pengabdian. Termasuk juga untuk keperluan akreditasi, dan peringkat kampus dengan berbagai versi lembaga di dunia.
Untuk itu, saya berbagi tips ini hanya berdasarkan pengalaman dan hasil bacaan saya. Pertama, prioritaskan novelty. Bagi saya, semakin unik semakin menarik. Semakin aneh, semakin punya potensi besar diterima. Aneh maksud saya adalah yang jarang dikaji. Berikut beberapa naskah saya yang sudah terbit, Game innovation: a case study using the Kizzugemu visual novel game with Tyranobuilder software in elementary school (Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer, 28 (1) 2022), Professional elementary teachers in the digital era: A systematic literature review (International Journal of Evaluation and Research in Education, 12 (1) 2023), Student academic stress during the COVID-19 pandemic: a systematic literature review (International Journal of Public Health, 12 (1) 2023), Digital learning using Maktabah Syumilah NU 1.0 software and computer application for Islamic moderation in pesantren (International Journal of Electrical and Computer Engineering, 13 (3) 2023), Esports Games in Elementary School: A Systematic Literature Review (International Journal on Informatics Visualization, 7 (2) 2023). Tiga naskah artikel saya tinggal menunggu terbit di bulan Agustus dan September, dan satu sudah accepted tinggal menunggu antrean juga.
Dari naskah-naskah saya tersebut, sebenarnya selain unik juga menegaskan bahwa paper saya merupakan penelitian yang solid dan kuat. Saya berusaha memastikan penelitian yang saya lakukan memang sudah terlaksana dengan baik, dengan metodologi yang kuat, data yang valid, dan hasil yang signifikan. Jurnal Scopus di atas, atau yang lainnya di dunia memang cenderung menerima artikel yang memiliki kontribusi orisinal dan substansial dalam bidangnya.
Ketiga, pastikan dan taati semua pedoman penulisan. Hukum wajib ‘ain kalau ini. Pedoman penulisan ini sudah ada dan tertera di semua OJS pada jurnal yang akan kita tuju. Kita tinggal membaca apa saja ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.
Keempat, pilih jurnal sasaran yang pas. Ketidaktepatan memilih dan submit jurnal sangat berpotensi naskah kita akan ditolak. Sebaliknya, ketika kitab isa melakukan identifikasi jurnal yang pas, sesuai dengan tema dan topik paper kita, tentu akan berpeluang dimuat.
Kelima, gunakan terjemah bahasa yang baik. Jangan gunakan Google Terjemah. Gunakanlah Tools yang relevan dan berkualitas bagus seperti DeepL Translate dan Grammarly yang sering saya gunakan juga. Jika perlu, kita langganan yang preminum. Jangan gratisan.
Keenam, setelah kita terjemahkan, kita perlu melakukan proofreading dengan proofreader yang sudah ahli. Jika perlu, mereka yang kita jadikan proofreader yang memiliki sertifikat proofreader internasional. Hal ini akan membantu kualitas bahasa kita dari aspek ejaan, logika kalimat, dan ketepatan tenses akan semakin bagus. Ibaratnya konten bagus, namun kemasan (bahasa) juga bagus, akan melahirkan peluang besar naskah kita diterima.
Ketujuh, perlu didiskusikan kontennya. Teman sejawat yang ahli, yang sudah terbiasa menulis dan tembus di Scopus perlu kita ajak diskusi. Minimal, rekan penulis kedua, ketiga, perlu kita ajak mendiskusikan naskah kita dari judul sampai referensi. Peninjauan sejawat (peer review) ini penting sebelum artikel kita diseleksi editor dan masuk dalam proses peninjauan sejawat ketika sudah submit. Ahli-ahli terkait akan mengevaluasi paper kita secara kritis, memberikan masukan, saran, dan komentar yang sangat membangun untuk perbaikan naskah kita.
Kedelapan, ceking akhir semua persyaratan. Ada jurnal yang menyaratkan tambahan file selain naskah, seperti hasil cek Turnitin, lampiran instrumen riset, surat riset, dan lainnya. Ini sunnah, namun jika ada lebih bagus.
Kesembilan, silakan kirimkan artikel. Setelah paper kita siap, kirimkan ke jurnal yang dituju melalui sistem pengajuan artikel yang mereka miliki. Pastikan kita telah melengkapi semua persyaratan yang diminta, termasuk abstrak, kata kunci, dan daftar referensi yang sesuai.
Saya kira itu sedikit pengalaman saya. Selamat mencoba dan semoga berhasil. Amin.
-Penulis adalah reviewer di Pegem Egitim ve Ogretim Dergisi (Pegem Akademi Yayıncılık Turki, terindeks Scopus Q4) (2023-sekarang), reviewer Cogent Education (Taylor & Francis, Britania Raya, terindeks Scopus Q2) (2023-sekarang), reviewer Journal of Ethnic and Cultural Studies (Florida Gulf Coast University Amerika Serikat, terindeks Scopus Q1) (2023-sekarang), reviewer Journal of Learning for Development (JL4D) terindeks Scopus Q3 yang dikelola Commonwealth of Learning Canada (2023-sekarang), reviewer International Journal Ihya’ ‘Ulum al-Din (2023-sekarang), dan reviewer IJSL: International Journal of Social Learning (2023-sekarang).