Oleh Hamidulloh Ibda
Indonesia termasuk negara yang sedikit “telat” dalam merespon perubahan zaman, termasuk di dalam pendidikan. Berbagai konsep, teknik, metode, perkembangan teknologi dan sains merajalela dikembangkan di luar negeri. Namun Indonesia baru melakukan respon dan gerakan ketika dimulai ada kebijakan dari pemerintah, gerakan dari ormas, atau dari NGO. Padahal, satuan pendidikan, akademisi maupun guru bisa melakukannya sendiri.
Bagi saya tidak ada masalah, karena “perubahan” yang dimaksud bisa jadi cara berpikir kita kiblatnya dari barat. Namun realitasnya, kita “diam-diam” mengikutinya, menerapakannya, dan berkompromi dengan perubahan tersebut, termasuk konsep keterampilan abad 21 dan Computational Thinking. Hal ini mau tidak mau harus direspon, dikaji, diterapkan, dan dimaksimalkan ke dalam pendidikan, khususnya di jenjang SD/MI sesuai fokus kepakaran saya.
- Iklan -
Keterampilan Abad 21
Secara konseptual, dari beberapa pendapat yang saya kumpulkan, mulai dari World Economic Forum (2015), Syarifuddin (2019), Indriani dkk (2020), Kemdikbudristek (2022), berkembang istilah 4C, 6C, sampai 9C. Namun saya merangkum dari kajian tersebut, bahwa keterampilan abad 21 merupakan seperangkat keterampilan yang penting untuk berhasil dan beradaptasi di era digital dan globalisasi saat ini. Terdapat beberapa contoh keterampilan kunci yang menjadi fokus di abad 21. Pertama, literasi digital. Kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dengan efektif, termasuk kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara online. Termasuk juga kemampuan berkomunikasi melalui media digital dan pemahaman tentang keamanan siber.
Kedua, keterampilan komunikasi. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan, dalam berbagai konteks dan dengan berbagai audiens. Termasuk juga kemampuan berkolaborasi, bernegosiasi, dan beradaptasi dengan berbagai budaya.
Ketiga, keterampilan kerjasama dan kepemimpinan. Kemampuan untuk bekerja sama dalam tim, mengelola konflik, memimpin, dan berkontribusi dalam lingkungan yang beragam. Ini juga melibatkan keterampilan membangun hubungan dan kolaborasi yang kuat dengan orang lain.
Keempat, keterampilan pemecahan masalah. Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, dan mengembangkan solusi yang kreatif. Ini mencakup kemampuan berpikir kritis, logika, analisis data, dan penyelesaian masalah yang inovatif.
Kelima, keterampilan kehidupan sehari-hari. Selain keterampilan akademik dan teknis, keterampilan dasar sehari-hari juga penting dalam Abad 21. Ini termasuk kemampuan manajemen waktu, kemampuan mengelola keuangan pribadi, kemampuan beradaptasi dengan perubahan, dan pemahaman tentang kesehatan fisik dan mental.
Keenam, keterampilan pemrograman dan teknologi. Dalam era digital, pemahaman dasar tentang pemrograman dan teknologi menjadi semakin penting. Keterampilan dalam pemrograman, analisis data, kecerdasan buatan, atau pengembangan aplikasi web dapat memberikan keunggulan kompetitif.
Ketujuh, keterampilan kreativitas. Kemampuan untuk berpikir kreatif, menghasilkan ide-ide baru, dan menerapkan solusi yang inovatif. Ini meliputi kemampuan berimajinasi, berinovasi, dan melihat peluang baru.
Kedelapan, keterampilan berpikir kritis. Kemampuan untuk menganalisis informasi dengan kritis, mengevaluasi argumen, dan membuat kesimpulan yang berdasarkan fakta dan bukti. Ini juga melibatkan kemampuan mempertanyakan asumsi, mengidentifikasi bias, dan mengambil keputusan yang informasi-terbimbing.
Dari sejumlah kompetensi di atas, hakikatnya bergantung pada pekerjaan, industri, dan kebutuhan individu termasuk di dalam pendidikan dan pembelajaran. Fleksibilitas, kemampuan belajar mandiri, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan juga menjadi keterampilan penting di Abad 21. Selain keterampilan abad 21 tersebut, di dalam pendidikan juga dibutuhkan keterampilan yang sudah berkembang lama, namun dalam konteks Indonesia masih disebut “baru”, yaitu Computational Thinking.
Computational Thinking
Dalam tulisan “Computational Thinking“, Jeannette M. Wing (2006) menyebut pemikiran komputasi akan menjadi keterampilan mendasar yang digunakan oleh semua orang di dunia pada pertengahan abad ke-21 termasuk di dalam pendidikan. Berpikir komputasi merupakan proses berpikir yang terlibat dalam merumuskan masalah dan mengekspresikan solusinya dengan metode yang dapat dilakukan oleh komputer-manusia atau mesin secara efektif. Berpikir komputasi merupakan hal yang ada sebelum teknologi-teknologi komputasi yang dipikirkan oleh manusia.
Computational thinking (CT), komputational thinking, pemikiran komputasional, berpikir komputasional atau berpikir komputasi, secara umum saya rangkum sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah yang melibatkan pemikiran yang terstruktur dan logis, seperti yang digunakan dalam komputer. Hal ini melibatkan proses pemecahan masalah yang sistematis, analisis data, representasi informasi dengan cara yang mudah dimengerti oleh komputer, pemodelan masalah, serta pemahaman tentang algoritma dan pengkodean.
Pemikiran komputasional melibatkan kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan strategi yang serupa dengan yang digunakan dalam pemrograman komputer. Ini melibatkan memecah masalah yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, menganalisis masalah secara sistematis, mengidentifikasi pola dan hubungan, serta merancang algoritma dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai solusi.
Pemikiran komputasional tidak terbatas pada pemrograman komputer atau penggunaan teknologi. Ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk dalam ilmu pengetahuan, matematika, bisnis, rekayasa, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Pemikiran ini membantu individu dalam mengembangkan kemampuan analitis, kritis, kreatif, serta pemecahan masalah yang efektif.
Pentingnya komputational thinking dalam dunia modern terletak pada kemampuannya untuk membantu individu memecahkan masalah yang kompleks, menganalisis data secara efisien, dan merancang solusi yang efektif. Ini juga memungkinkan kolaborasi yang lebih baik antara manusia dan mesin, serta mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dalam era digital saat ini.
Memaksimalkan
Pilar computational thinking terbagi empat (Marfuah, 2022). Pertama, decomposition (dekomposisi), yaitu tahapan di mana peserta didik/guru wajib menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga lebih mudah menyelesaikannya satu persatu. Kedua, pattern recognition (pengenalan pola). Pada tahap ini, peserta didik/guru diminta untuk mengenal pola dengan mencari persamaan yang ada di antara masalah tersebut. Ketiga, abstraction (abstraksi). Pada tahap ini peserta didik/guru melakukan beberapa hal seperti melihat permasalahannya, melakukan generalisasi kemudian mengidentifikasi informasi. Dari sini peserta didik/guru bisa mendapatkan informasi yang penting, sedangkan yang kurang penting bisa diabaikan saja. Keempat, algorithm (algoritma). Pada tahap ini, peserta didik/guru harus melakukan proses mengembangkan solusi langkah demi langkah atau urutan yang harus diikuti untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sebagai sopir di dalam kelas, guru perlu melakukan akselerasi kemampuan peserta didik melalui penguatan CT tersebut. Pertama, mengintegrasikan CT ke dalam seluruh mata pelajaran. Kedua, memaksimalkan kemampuan pemecahan masalah, kreativitas, dan pola pikir efektif-efesien ke dalam berbagai masalah kehidupan, baik di rumah, sekolah, maupun kehidupan sehari-hari. Ketiga, mendorong peserta didik melalukan inovasi di semua tugas, sebelum mereka menciptakan hal-hal baru di luar mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Keempat, memberikan tugas kepada siswa untuk menemukenali semua aspek masalah di lapangan dan mencari solusinya. Hal itu bisa dilakukan dengan memaksimalkan tahapan berpikir melalui 4 pilar CT di atas.
Mau tidak mau, tahu tidak tahu, guru harus belajar dan mengkaji CT. Sebab, jangan sampai peserta didik lebih paham masalah, solusi, dan teknologi daripada gurunya. Meski CT bukan segalanya, namun bisa dijadikan sebagai alat dan pisau analisis untuk memaksimalkan potensi peserta didik abad 21.
-Pengajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia MI/SD dan Pembelajaran Sastra Anak Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan INISNU Temanggung.