Oleh Kak Ian
“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.” (Ali bin Abi Thalib).
- Iklan -
Tiga tahun yang lalu (awal Maret 2019 sampai tahun 2022) kita khususnya di Indonesia maupun di belahan bumi saat itu sedang diliputi oleh rasa was-was dan ketakutan akan bahaya tertularnya virus mematikan yang datang dari kota Wuhan, Cina bernama Covid 19. Sampai banyak memakan korban jiwa setiap harinya. Bukan hanya memakan korban jiwa saja tapi juga melumpukan di seluruh sektor. Salah satunya dari sektor pendidikan pula termasuk di Indonesia.
Ya, salah satunya urusan dalam sistim Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah. Mau tidaknya semua pun berubah dalam sistim pengajaran. Tidak lain untuk menghindari mata rantai penularan di lingkungan sekolah. Hal ini pun membuat pemerintah bergerak cepat saat itu, salah satunya dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim membuat kebijakan KBM saat itu harus melalui dengan moda daring atau lebih dikenal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadikan solusi terbesar di dunia pendidikan Indonesia. Semata-mata, tidak lain untuk menghindari dan mengurangi penularan Covid-19 di kalangan peserta didik.
Tapi itu dulu di mana pagebluk mewabah di Indonesia. Kini wabah tersebut pun perlahan-lahan menghilang serta sudah tidak ada lagi. Seakan-akan menjadi angin segar terutama di dunia pendidikan tahun ini. Tentu menambah keistimewaan pula, bisa dijalankan dan dilakukan tanpa harus dilema oleh rasa takut karena virus yang membahayakan itu. Semua peserta didik kini bisa kembali tatap muka dalam KBM maupun aktivitas lainnya.
Tentunya, setelah sekolah diberlakukan kembali bertatap muka (offline)—dan tidak ada lagi PJJ. Maka guru sudah kembali lagi berjibaku dengan tugasnya masing-masing di sekolah. Salah satunya setiap guru tentu wajib untuk mengetahui metode pengajaran seperti apa yang dilakukan. Hingga diharapkan mampu menciptakan suasana belajar mengajar dengan baik dan menyenangkan. Tanpa menguasai metode pengajaran yang baik dikhawatirkan peserta didik tidak memiliki kegairahan dalam belajar. Bisa saja menjenuhkan dan bosan dalam pengajaran itu.
Dongeng sebagai Pesan Edukasi dan Literasi
Menurut Roger Wolcott Sperry, otak manusia memiliki dua belahan yakni otak kanan dan otak kiri. Kedua belahan otak ini memiliki cara kerja yang berbeda. Namun, keduanya memiliki tugas yang dibutuhkan untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang cerdas. Kecerdasan manusia itu pun tergantung sejauh mana bisa memanfaatkan kekuatan dan kedahsyatan otak itu sendiri, secara maksimal ke arah yang lebih baik.
Maka tidak salah jika dongeng disebut sebagai salah satu metode yang tepat untuk dijadikan message (pesan) moral yang efektif. Bukan hanya itu saja dongeng juga sebagai wadah yang tepat dan terbaik juga untuk media dakwah. Dengan kata lain menyisipkan dongeng yang berkaitan erat sesuai pembelajaran yang disampaikan terlebih dalam dongeng menciptakan sebuah pendidikan karakter bagi peserta didik.
Salah satunya dongeng tersebut diisi dengan tema kehumanisan (kemanusiaan) dan penuh inspiratif. Tidak lain yang mengarah dan mengandung dakwah agar peserta didik bisa terkontempelasi apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan. Tidak lain agar peserta didik memiliki kepribadian yang berkarakter.
Begitupun dongeng juga merupakan salah satu sebagai sarana literasi yang sangatlah baik. Ada teori yang menyatakan bahwa dongeng muasalnya dari satu sumber dan menyebar dari satu budaya ke budaya yang lain dari waktu ke waktu. Tradisi tutur yang disampaikan secara turun menurun oleh nenek moyang dari abad ke abad.
Ternyata jika ditelisik lebih lanjut jadi mengingatkan pada cerita-cerita para wali dari Tanah Jawa yang dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan)?
Ya, salah satunya adalah yang dilakukan Raden Sahid atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga. Ia juga bisa dikatakan sebagai “Pendongeng Ulung” pada saat itu. Bagaimana tidak, saat ia menyampaikan cerita-cerita yang penuh dengan sarat hikmah dan inspiratif melalui wayang kulit. Dengan begitu apik dan asyik pada saat itu ia bisa ‘menghipnotis’ para penonton dalam pertunjukannya. Wayang kulit sebagai medianya untuk bercerita di depan masyarakat (anak-anak maupun dewasa) agar bisa tersampaikan message (pesan) itu sendiri. Walaupun sebenarnya nyata-nyatanya ia sedang menyiarkan dakwah menurut versi terbaiknya.
Bukankah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga merupakan salah satu bentuk dari tradisi tutur yang disampaikan secara turun menurun. Dalam berdakwah pun, ia juga menggunakan metode yang lekat dengan kehidupan masyarakat.
Dalam buku Atlas Wali Songo (2012) pula sejarawan Agus Sunyoto mengungkapkan jika Sunan Kalijaga adalah senimah sejati. Karena ia pula berkreasi sebagai seniman, penari topeng, perancang pakaian, perajin alat-alat pertanian sampai menjadi penasihat sultan dan kepala-kepala daerah pada masa itu.
Tradisi masyarakat itulah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga sebagai jalan dakwahnya. Ia memasukkan ajaran-ajaran Islam melalui lakon (kisah) pewayangan yang diiringi gamelan Jawa. Beberapa kisah dalam pewayangan berhasil digubahnya agar mudah diterima oleh masyarakat Jawa. Ia pula juga memadukan naskah kuno dengan ajaran ketahuidan (meng-Esa-kan Tuhan) dalam pertunjukan wayangnya.
Dalam naskah kuno itu juga ada yang sudah Sunan Kalijaga pentaskan seperti lakon Dewa Ruci, Layang Kalimasada, Lakon Petruk menjadi Raja, dan lain sebagainya. Nanti di dalamnya akan disisipkan ajaran-ajaran kebaikkan dan budi pekerti. Selain itu juga, ia menambahkan karakter-karakter baru yang hingga saat ini masih sangat populer seperti Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.
Hal ini pulalah mungkin yang menginspirasi para pendongeng, masih dilakukan oleh mereka pada umumnya. Akhirnya menggunakan alat peraga modern. Salah satunya adalah boneka tangan, boneka jemari, boneka kaus kaki, dan boneka ventrolukuis sebagai medianya.
Manfaat Dongeng
Salah satu tujuan terciptanya pendidikan berkarakter pada peserta didik adalah memperbaiki moral mereka. Bukankah itu yang sangat diinginkan oleh guru terutama dan pada umumnya orangtua. Lalu Bagaimana caranya?
Tidak lain adalah dengan melalui dongeng. Dongeng merupakan representasi moral dan kumpulan budi pekerti yang tersaji dengan plot memesona dan terencana. Tentu saja peserta didik akan menyerap segala isi cerita dan cenderung ingin meniru sikap serta perilaku di setiap tokoh-tokoh dalam cerita itu.
Lalu dongeng seperti apa yang membangkitkan daya dorong peserta didik menjadi lebih baik dan berkarakter. Tidak lain, tentunya dengan dongeng berkualitas yang di dalamnya terdiri dari banyaknya pesona positif yang memancar baik dari tokoh, alur, cerita, maupun latar di mana para tokoh dalam dongeng itu hidup dan berkembang. Seperti contoh tokoh pahlawan pemberani dan pembela kebenaran yang sudah berhasil memusnahkan sebuah pasukan bernama kebatilan. Akhirnya bisa membawa pada sebuah kedamaian dan kenyaman yang abadi. Itulah salah satu dari ciri dongeng yang makin lebih baik dan menarik.
Jadi tidak salahkan dan tidak keliru jika dongeng bisa dijadikan media dakwah di sekolah-sekolah untuk para peserta didik. Maka makin bertambah mantapkan jika memakai dongeng seperti itu. Hitung-hitung sebagai media dakwah di sekolah-sekolah yang ada.[]
Profil Penulis
Kak Ian, penulis, pengajar dan penikmat sastra. Aktif dan bergiat di Komunitas Pembatas Buku Jakarta. Karya-karyanya berupa cerpen, cerita anak, cerita remaja, opini dan puisi, sudah termaktub di koran nasional dan lokal serta media online lainnya di antaranya; Majalah Zakat Sukses, Majalah Kelasa Balai Bahasa Lampung, Majalah Utusan, Majalah Ummi, Koran Tempo, Kompas Nusantara Bertutur, Solopos, Pontianak Pos, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Bangka Pos, Satelit Pos, Malang Pos, Analisa, Suara Merdeka, Radar Surabaya, Radar Bromo, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Mojokerto, Padang Ekspres, Haluan, Rakyat Sumbar, Singgalang, magrib.id, litera.co.id, merawai.com dll. Bukunya yang telah terbit “Kumpulan Cerita Remaja: Malaikat yang Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama” Penerbit Mecca, Desember 2019. “Kumpulan Cerpen: Hikayat Kota Lockdown”, Penerbit Sinar Pena Amala, Agustus 2020.