Oleh: Fathorrozi
Judul Buku: Rahasia Kejeniusan Para Ulama Salaf
Penulis: Ishmatul Maula dan M. Kamalul Fikri
Penerbit: Laksana
Cetakan: I, 2022
Tebal: 208 halaman
ISBN: 978-623-327-248-3
Buku Rahasia Kejeniusan Para Ulama Salaf ini mengungkap dengan detail pengembaraan intelektual para ulama salaf. Tidak hanya itu, pada buku terbitan Laksana (2022) ini, juga membuka lebar pintu rahasia para ulama salaf dalam memperoleh kejeniusan atau kecerdasan. Yang mana rahasia tersebut tidak luput dari upaya lahiriah dan batiniah. Selain merantau mencari ilmu ke berbagai belahan daerah, mereka juga selalu mengasah pikiran dan hati dengan berbagai ibadah, amalan, salat, bahkan kebiasan-kebiasan tertentu.
Para ulama salaf yang namanya harum sampai sekarang, tidak lepas dari jerih payah lahir-batin ketika mengusahakan sesuatu. Terlebih soal keilmuan, mereka mengusung aspek keseimbangan lahir dan batin. Banyak pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisah-kisah perjalanan hidup para ulama salaf dalam buku ini. Salah satunya pembahasan rahasia kejeniusan para ulama di bidang tafsir, hadis, fikih, akidah, dan tasawuf.
- Iklan -
Di antara ulama di bidang tafsir yang dikuak rahasia kejeniusannya adalah Ibnu Jarir at-Thabri, Ibnu Katsir, ats-Tsa’labi, Fakhruddin ar-Razi, al-Baidhawi, dan al-Baghawi. Sementara dari kalangan ulama hadis, antara lain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah. Sedangkan di kalangan ulama fikih, terdapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Mayoritas ulama yang hidup sezaman dengan Imam Syafi’i menaruh hormat kepadanya dan mengakui kehebatannya. Bahkan, pengakuan akan kehebatan Imam Syafi’i juga disampaikan oleh ulama dari masa setelahnya. Salah satu gurunya, Sufyan bin Uyainah, juga Amr bin Hammad at-Tamimi, Mus’ab bin Abdullah, salah satu muridnya, Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Suraij, al-Mubarid, dan Abdul Ghani memberi pernyataan bahwa Imam Syafi’i memang sangat cemerlang, jenius, dan banyak memberikan manfaat untuk umat manusia di berbagai belahan dunia. Ia juga diakui sebagai sosok yang mengungguli ulama-ulama lain pada zamannya, padahal pada masa tersebut sangat banyak ulama kawakan dan berpengaruh (hlm. 120).
Imam Ahmad bin Hanbal memutuskan melakukan rihlah mencari ilmu ke Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Syam, hingga ke beberapa daerah Hijaz. Selain usaha lahiriah itu, kesuksesan pendiri Mazhab Hanbali ini juga tidak lepas dari amalan dan kebiasaan yang ia langgengkan dalam hidupnya. Salah satu anak Imam Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Ahmad, menceritakan bahwa sang ayah setiap hari melaksanakan salat sunnah 300 rakaat, sementara ketika sakit ia salat sebanyak 150 rakaat. Di samping itu, ia setiap seminggu sekali menghatamkan Alquran (hlm. 133).
Menyusul berikutnya ulama di bidang akidah, yaitu Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. Dan pada bab enam, buku ini mengungkap kejeniusan para ulama di bidang tasawuf, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah, Abu Yazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, dan Imam al-Ghazali.
Junaid al-Baghdadi adalah orang yang begitu cemerlang penguasaannya akan berbagai ilmu. Konon, Junaid al-Baghdadi sangat jenius. Hal ini dibuktikan dengan diberinya kepercayaan untuk berfatwa di majelis gurunya ketika berusia masih dua puluhan tahun. Tentunya, hal tersebut ia raih tidak secara instan, tetapi butuh proses yang panjang. Di antaranya dengan dukungan ketekunan serta kesungguhan. Jika melihat kehidupan dan ibadah Junaid al-Bahgdadi, di samping semangatnya dalam menimba ilmu, jelas ia pantas mendapatkan pencapaian-pencapaian yang istimewa.
Disebutkan dalam buku ini, sebagaimana dalam Siyar A’lam an-Nubala’, dikatakan bahwa wirid Junaid al-Baghdadi setiap hari ialah 100 rakaat dan membaca tasbih 1.000 kali. Di samping itu, Junaid al-Baghdadi juga selama tiga puluhan tahun selalu melakukan ibadah salat semalam suntuk (hlm. 176).
Dalam tradisi Islam, untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan dua jalur ikhtiar, yakni upaya lahiriah dan upaya batin. Keduanya harus berjalan beriringan, serta tidak dapat dikesampingkan. Umat Islam di seluruh dunia tidak ada yang menyangkal hal ini, sebab pada dasarnya ikhtiar batin juga menjadi bagian dari ikhtiar. Maka, bagi umat Islam yang memahami konsep ikhtiar ini tidak akan mencukupkan diri dengan upaya lahiriah saja.
Islam sangat menekankan agar manusia senantiasa berusaha keras untuk menggapai sesuatu. Usaha yang dimaksud tidak hanya fokus pada usaha lahiriah atau fisik saja, tetapi juga usaha batin. Sebagaimana dalam Alquran, Allah memandang pentingnya upaya manusia untuk mewujudkan sesuatu. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).
Selain upaya lahiriah, penting juga bagi kita untuk meminta karunia Allah berupa upaya batin dalam berjuang meraih keberhasilan. Jalur batin ini erat kaitannya dengan amalan ibadah atau riyadah batin sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama salaf. Dengan kegigihan dan riyadah, para ulama salaf mampu mencapai derajat fantastis dalam keilmuan.
Maka, tradisi dan riyadah para ulama salaf perlu kita tiru dan hidupkan kembali di tengah-tengah masyarakat yang mulai disibukkan dengan duniawi. Hal ini selaras dengan harapan penulis dalam pengantarnya. Bahwa melalui buku ini ia berharap pembahasan tentang kehebatan para ulama salaf tidak berhenti pada hasil, tetapi juga memperhatikan upaya dan riyadah (proses) yang telah mereka lalui. ***
*) Fathorrozi, penulis dan pecinta buku, tinggal di Ledokombo Jember.